Bab 12 : Badai

245 43 6
                                    

Untuk pertama kalinya Jeff dan Lea bertengkar. Sejak kedatangan Sean ke rumah mereka untuk mengembalikan kalung Lea yang mungkin tak sengaja terlepas dan terjatuh, menjadi awal keributan di antara keduanya.

Jeff tak suka jika Lea bergaul dengan Sean, sedangkan Lea tak merasa ada yang aneh dengan pria pirang itu. Namun, ego Jeff ternyata lebih tinggi, dan Lea tak suka menanggapi orang yang sedang berada di puncak emosi. Baginya itu percuma saja. Tak akan ada titik terang dalam permasalahan yang dihadapi.

Lagi pula, apa hak Jeff melarangnya bergaul dengan Sean? Sedangkan pria itu selalu tidur dengan wanita yang berbeda setiap waktu.

"Kau egois, Jeff!"

Lea tak sanggup lagi dengan segala keributan di antara mereka berdua. Apalagi tadi Jeff mengatakannya dirinya 'jalang'. Dia memilih pergi dengan membawa kunci mobil yang biasa dipakainya.

Tak peduli dengan teriakan Jeff yang memanggilnya. Lea laju mengendarai kencang mobil sedan itu. Satu-satunya tempat yang terlintas di pikirannya adalah ... danau tempat dia bertemu dengan Sean.

"Brengsek! Kau menyebalkan, Jeff!" Lea memukul setirnya jika mengingat pertikaiannya tadi dengan Jeff. "Kau benar- benar egois, kekanakan dan kasar!"

Di sepanjang perjalanan menuju danau, Lea terus saja mengumpat dan mencaci maki Jeff. Tak lama sedan tua itu pun sampai dan Lea keluar untuk berteriak.

Setelahnya Lea legah, lalu jatuh terduduk karena lelah. Pertengkaran tadi membuat tenaganya terkuras dan melukai perasaannya. Ucapan dan perkataan Jeff bahkan masih terngiang di telinganya.

Sialnya, saat pergi tadi Lea tak melihat jika cuaca sebenarnya telah berubah gelap. Tiba-tiba rintik hujan pun turun membasahi dirinya yang tak sanggup lagi bergerak. Lea memilih membiarkan tubuhnya basah saja, hingga tak tahu berapa lama dia menghabiskan waktu di sana.

"Lea, apa yang kau lakukan?"

Suara pria terdengar dari belakang. Lea melihatnya dan itu adalah Sean.

"Ayo, ikut aku." Sean membantu Lea berdiri dan membawanya ke dalam truk miliknya. Tak lupa menyampirkan jaket pada tubuh lemah itu.

Sepanjang perjalanan Lea hanya diam. Dia tak berani menatap pria di sampingnya itu. Hanya memerhatikan jalan dan selebihnya memejamkan mata. Kepalanya mulai terasa berat dan berputar.

Begitu mobil berhenti, Lea baru membuka matanya, dan melihat jika dia sudah berada di depan sebuah rumah kayu asing lainnya. Hanya saja pemandangan di belakangnya masih tetap danau.

"Sean, kita di mana?" tanya Lea yang kini sudah menggigil.

Pria itu tak menjawabnya. Sean justru berlari ke arah pintu penumpang dan membopong Lea. Ditakutkan jika wanita itu terkena hipotermia.

"Bertahanlah, Lea. Tetap terjaga, " ujar Sean khawatir.

Buru- buru dia berlari ke dalam rumah dan membawanya langsung ke kamar.

Lea tak berdaya ketika Sean meminta izin padanya untuk membuka seluruh pakaiannya yang basah. Dia hanya mampu mengedipkan mata dan mengangguk. Setelahnya dia dibungkus dengan selimut yang tebal. Bersama Sean juga ikut memeluknya.

"Terima kasih, Sean." Sebelum kesadarannya menghilang.

***

Lea sudah sadar beberapa menit yang lalu sebelum dilihatnya Sean menggeliat dalam selimut yang sama dengannya.

Sialnya, mereka sama - sama tak mengenakan selembar benang pun di balik selimut putih tebal itu. Lea sudah melihatnya, dan dia bingung harus bagaimana, sedangkan seluruh pakaiannya sudah teronggok basah di lantai tak jauh dari tempatnya berada.

"Kau sudah sadar?" Sean tiba -tiba menghadap ke arah Lea, dan sontak Lea terkejut bukan kepalang.

"Sean. Kau mengejutkanku!" protes Lea seraya memegang dadanya yang seakan jantung di dalam ingin melompat keluar.

"Maaf. Aku tak bermaksud mengejutkan. Apa kau sudah baikan?" Sean memeriksa Lea dengan meletakkan telapak tangan di keningnya. "Kau bahkan demam tadi, " ujarnya.

Lea jadi tak enak hati. "Maaf merepotkanmu, Sean."

"Tidak apa- apa. Aku senang kau repotkan." Tangan Sean yang tadi menempel di kening Lea kini berganti mengusap kepalanya.

Wajah Lea rasanya kembali memanas. Dia pun menunduk sembari mengeratkan remasan pada selimutnya.

"Mungkin ini masih malam. Apa kau lapar?"

Lea mengangguk. "Aku belum makan siang. "

"Kalau begitu tunggu di sini. Aku akan buatkan. Sekalian membawakanmu baju ganti."

Belum sampai Lea menyela, Sean sudah bangkit dalam keadaan tanpa sehelai benang. Spontan Lea menutup matanya, dan Sean hanya tertawa menanggapi.

Tak lama Sean kembali dengan kondisi pakaian lengkap membawa pakaian untuk Lea. Pria itu memberinya kaos putih kebesaran serta sebuah celana pendek karet yang masih baru. Untuk celananya mungkin masih terlihat cocok dipakai, tetapi kaos putih itu ....

"Astaga, tubuhmu ternyata kecil sekali, Lea. Kau bahkan tenggelam, " ujar Sean saat melihat Lea datang ke dapur miliknya. Pria itu sedang memasak.

"Ya. Ini saja aku sudah mengucapkan banyak terima kasih padamu, Sean."

"Tidak masalah. Aku juga sudah mencuci bajumu dan menjemurnya tadi."

Lea tergugu. "Ba- Bagaimana bisa? Ah, aku tamu yang tidak tahu diri sekali sepertinya." Membayangkan Sean mencuci pakaian dalamnya juga, itu sangat memalukan.

"Santai. Kalau begitu kita makan dulu. Ini kubuatkan spageti untukmu. " Sean meletakkan sepiring makanan asal Italia itu di hadapan Lea yang sedang duduk di meja makan, dan sepiring lagi untuk dirinya.

Entah kenapa dalam situasi canggung seperti ini, Lea masih sempatnya berpikir tentang makanan apa yang kini dimakan Jeff? Bagaimana dengan luka di tangannya? Dan acara barbeque mereka?

Sial! Lea menepis pikirannya dan menyuapkan satu gulungan besar ke mulutnya, seakan- akan mengejek Jeff yang kini pasti mati kelaparan.

Sean tertawa melihat aksi Lea yang sedikit barbar saat makan. Bukannya merasa jijik, dia justru senang masakannya dimakan sangat lahap oleh wanita itu.

"Aku suka melihat wanita yang selera makannya bagus sepertimu. Kau tidak jaim sama sekali, " goda Sean, dan seketika Lea memelankan cara makannya.

"Maaf, " cicit Lea. Dia merasa telah melakukan hal bodoh di depan pria seperti Sean. Dia terbiasa bersama Jeff yang tak peduli dengan aturan makan.

"Hei, aku bilang, aku suka. Aku bisa memasakkanmu makanan lain jika kau mau."

Namun, Lea sudah malu. Dia hanya menunduk sambil tersenyum sungkan. "Kau baik sekali, Sean. Entah dengan apa aku membayarnya."

"Tidak perlu. Aku tulus membantumu. "

Lea menatap Sean. Pria itu juga membalas tatapannya. Kemudian tangan dengan bisep yang kekar itu terulur ke wajahnya dan menyapu bekas saus di sudut bibirnya menggunakan ibu jari. Setelahnya Sean mengecapnya tanpa meras jijik sama sekali.

"Manis, " ucap pria itu.

Tentu hati wanita mana yang tak bergetar. Lea saja sampai tak bisa berkata apa- apa hingga garpunya terlepas dari tangan. Untungnya tidak jatuh ke lantai.

Sialnya, dalam situasi manis seperti ini, tiba- tiba suara teriakan Jeff kembali terdengar.

"River! Kembalikan istriku!"

______

Sehabis membaca jangan lupa VOTE & COMMENT

Thank You

Ann

I Found A Stranger In My HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang