━─━────༺༻────━─━
Bella memarkirkan mobil di pelataran toko yang pemiliknya adalah seorang wanita keturunan Tionghoa.
"Cici?" sapa Bella yang melihat wanita pemilik toko sedang menulis di kasir.
Wanita berkulit putih dan bermata segaris itu menoleh. "Oh? Bella? Mau beli apa, Sayang?" sahutnya.
"Ada sendal jepit, Ci?"
"Banyak. Bella mau nomor berapa?" jawab Cici pemilik toko.
"Nomer 11 kali, ya?" gumam Bella. "Nomor 11 aja, Ci. Yang bisa dipake buat wudu."
"Cici cari dulu, ya." Wanita itu pergi, kemudian kembali setelah beberapa menit. "Biasanya orang-orang beli yang merek ini buat wudu."
"Okay, kalo gitu yang ini aja, Ci."
Setelah membayar, Bella pun pergi ke kantor polisi lalu lintas untuk mencari Sodiq.
"Assalamualaikum, Pak Sodiq?"
"Wa'alaikum Salam. Eh, Neng Bella?" Sodiq menghampiri Bella.
"Ini Pak, saya dititipin sendal dari Papa buat Pak Sodiq," kata Bella seraya menyerahkan kantong belanjaan berisi sendal jepit baru pada Sodiq. "Terima kasih banyak, ya, Pak."
Sodiq menerimanya. "Oh? Kok, jadi baru? Sendal saya sudah jelek, Neng."
"Enggak apa-apa, Pak. Mungkin sendal lama punya Bapak enggak sengaja putus gara-gara Papa," sahut Bella.
"Oh, kalau begitu, terima kasih banyak, Neng." Sodiq menerimanya.
Bella teringat akan sesuatu. "Oh ya, Pak, saya mau nanya sesuatu, boleh?"
Sodiq mengangguk. "Iya boleh, Neng."
"Biasanya Papa sama Pak Sodiq kan piketnya bareng. Tapi kok, hari ini Papa enggak masuk, ya?" tanya Bella.
Sodiq tidak segera menjawab.
"Apa mungkin... papa saya dipecat?" tanya Bella lagi karena tak kunjung mendapatkan jawaban.
"Enggak, kok. Pak Johan enggak dipecat," sanggah Sodiq.
"Jadi?"
Setelah mendapat penjelasan dari Sodiq, Bella segera memasuki mobil. Ia menyetir dengan kecepatan sedang. Gadis itu terlihat khawatir.
Sesampainya di apartemen, Bella melihat nasi goreng di piring yang tadi ia masak sudah habis, menandakan jika Johan telah memakannya. "Papa?" Bella mengetuk pintu kamar Johan.
Tak ada jawaban.
"Papa?" Bella terlihat sedih. Ia kembali mengetuk pintu kamar ayahnya.
"Hahaaaa!" terdengar suara tawa Johan dari kamar Gabby.
Bella mengernyit. Ia pun pergi ke kamar adiknya. Terlihat Johan sedang bermain game. Ada headphone yang terpasang di kepala dan menutupi kedua telinga. Pantas saja Johan tidak mendengar suara Bella yang sedari tadi memanggil.
Bella yang tadinya sedih, sekarang menjadi biasa saja. "Papa?" tegurnya.
"Mati juga akhirnya! Haha! Kalah dia!" Johan terlihat senang setelah membunuh lawannya di game.
Johan menoleh ke pintu. Ia terkejut saat baru menyadari kehadiran putri sulungnya itu. "Oh? Bella?" Johan segera mengubah ekspresinya menjadi berwibawa ditambah lagi dengan suara beratnya.
Pandangan Bella tertuju ke kaki Johan yang diperban. "Papa kenapa enggak bilang kalo Papa disenggol sama motor orang?" gerutunya.
Johan menghela napas berat. "Papa enggak mau bikin kalian khawatir. Lagi pula, ini cuma luka kecil, kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
KAMAWU [SUDAH TERBIT]
Mystery / Thriller━─━────༺༻────━─━ Johan dipindahtugaskan ke Desa Kamawu, yaitu sebuah desa terpencil di luar provinsi. Tidak sendiri, Johan pindah bersama dengan kedua putrinya. Awalnya, mereka merasa nyaman tinggal di desa tersebut. Namun, hingga di satu titik, m...