━─━────༺༻────━─━
Bel istirahat berbunyi.
Tampaknya Gabby sudah memiliki beberapa teman baru. Saat ini, ia dan teman-teman barunya itu sedang makan di warung sekolah. Gabby memang tipe anak yang mudah bergaul dengan siapa pun.
"Guys, selfie dulu." Gabby mengangkat ponselnya tinggi-tinggi. Ketiga temannya itu pun berpose. Mereka beberapa kali mengambil foto.
Padahal Gabby sudah dilarang menggunakan ponsel di sekolah, tetapi tampaknya ia hanya ingin ber-selfie. Setelah itu, ponselnya kembali dimasukkan ke dalam saku jas.
"Boleh kan kalo nanti gue upload foto kalian ke media sosial gue?" tanya Gabby.
Ketiga temannya mengangguk, menandakan kalau mereka setuju dan mengizinkan Gabby memosting foto mereka. Teman-teman Gabby itu di antaranya bernama Nina, Lince, dan Leni.
"Seragam kamu bagus sekali. Apakah semua murid SMA di kota memakai seragam seperti ini?" tanya Lince.
Gabby tampak berpikir. "Enggak semua, tapi kadang beberapa SMA memang bikin seragam sendiri biar beda dari SMA lain, termasuk SMA gue sebelumnya. Putih-abu punya kalian juga keren, kok."
"Kamu pindah ke sini karena orang tua kamu pindah tugas, ya?" tanya Leni.
"Kok, lo tahu? Padahal tadi gue enggak dapet pertanyaan itu di kelas sewaktu perkenalan?" tanya Gabby.
"Rata-rata seperti itu. Orang yang pindah dari kota ke Desa Kamawu membawa anak mereka dan disekolahkan di sini," jelas Nina.
"Iya, bener sih." Gabby mengangguk. Tiba-tiba ia teringat dengan sesuatu.
"Lha, terus di cowok tai itu ngapain di sini? Orang tua dia pindah tugas juga? Bisa jadi, sih. Temen-temen gue bilang, dia anak konglomerat. Mungkin aja bapaknya bisnis di sini. Kan, lumayan juga," ucap Gabby dalam hati.
"Oh ya, Guys. Gue mau nanya, toilet di ujung deket lapangan sepak bola itu toilet cewek, kan?" tanya Gabby.
"Itu toilet untuk semua murid," jawab Lince.
Gabby memundurkan wajahnya. "Semua murid? Jadi, cewek atau cowok bisa make toilet itu?"
Ketiga temannya mengangguk.
"Kecuali guru, mereka punya WC yang merangkap dengan ruang guru," kata Nina.
Gabby mengedipkan matanya berkali-kali mendengar fakta gila tersebut. "Kalian Enggak serius, kan? Kok, enggak dipisah aja, sih? Kan, risih kalo misalnya kita mau kencing, eh tiba-tiba ada cowok masuk. Kan, enggak worth it."
"Memang seperti itu ketentuannya," sahut Lince.
"Masalahnya gini, tadi kan gue ke toilet. Eh, gue denger ada suara-suara yang lagi nganu. Ternyata mereka emang lagi nganu. Gue kaget terus panik dong," bisik Gabby.
"Kalau misalnya ada yang nganu, kamu pura-pura tidak dengar saja. Kamu keluar dari kamar mandi. Terus, kamu pura-pura tidak tahu," saran Nina.
Gabby tampak berpikir. "Enggak perlu lapor guru gitu? Kan, mereka enggak boleh gituan."
"Lebih baik mencari aman," ucap Lince.
Gabby menganggukkan kepala walau itu masih mengganjal di hatinya.
Sementara itu, Johan berkeliling di desa didampingi oleh Sarip. Mereka melewati jalan petak di persawahan sembari berbincang-bincang.
"Kami memiliki tanah yang subur dan kekayaan alam yang melimpah. Semua jenis tanaman bisa tumbuh subur di Desa Kamawu. Hasil panen kami konsumsi dan sebagian dijual ke luar daerah," jelas Sarip.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAMAWU [SUDAH TERBIT]
Mystery / Thriller━─━────༺༻────━─━ Johan dipindahtugaskan ke Desa Kamawu, yaitu sebuah desa terpencil di luar provinsi. Tidak sendiri, Johan pindah bersama dengan kedua putrinya. Awalnya, mereka merasa nyaman tinggal di desa tersebut. Namun, hingga di satu titik, m...