Part 48

58 8 0
                                    

━─━────༺༻────━─━

Johan mendatangi Puskesmas Desa Kamawu. Ia menghampiri suster yang duduk di meja resepsionis. "Apakah ada pasien yang terkena luka tembak?" tanyanya.

"Sebentar, saya cari dulu, Pak Polisi." Suster memeriksa buku kunjungan.

Johan menunggu.

"Tidak ada pasien luka tembak sejak 12 tahun terakhir," ucap Suster.

Johan mengernyit. Ia bergumam pelan, "Apakah dia mengobati lukanya sendiri? Mengeluarkan peluru sendiri?"

"Iya?" tanya Suster itu.

"Ah, tidak. Terima kasih, Sus."

Tak putus asa, Johan pergi ke rumah sakit yang dekat dengan Desa Kamawu untuk menanyakan hal yang sama. Namun, jawaban sama pula yang ia dapatkan.

Tidak sampai di sana. Johan kembali ke Desa Kamawu dan mencari tabib-tabib, mantri, atau orang yang membuka jasa pengobatan. Ia menanyakan hal yang sama.

"Saya memang dipercaya untuk mengobati orang yang sakit, tapi saya tidak bisa mengoperasi orang yang tertembak," papar Mbah dukun.

"Saya bukan orang yang mengobati luka tembak, apalagi mengambil peluru dari daging orang," ujar dukun beranak.

"Dari kemarin saya tidak mendapatkan pelanggan."

Johan menghela napas berat. Ia memutar otak. "Kalau orang itu mati tertembak, jasadnya pasti ada di TKP. Kalau dia masih hidup dan terluka, setidaknya dia pergi ke puskesmas atau rumah sakit terdekat. Apakah dia mengoperasi lukanya sendiri? Mustahil, pasti sangat sakit. Atau mungkin, ada orang lain yang mengobatinya?"

🌾🌾🌾

"Aww!"

Profesor Sutarjo mengeluarkan peluru dari dada seseorang yang terbaring di ranjang menggunakan pinset.

"Bagaimana bisa kamu tertembak?" tanya Profesor Sutarjo.

"Aku tidak mengira dia akan menembakku. Padahal aku sudah mengancamnya dengan menodongkan garpatra."

🌾🌾🌾

Sore harinya.

Organisasi Lancapatra menjual jajanan pada warga. Ternyata itu melebihi ekspektasi. Para warga menyukainya dan banyak yang membeli. Bahkan dalam waktu empat jam saja, semua jajanan itu sudah habis.

Bella tersenyum senang untuk Organisasi Lancapatra. Ia duduk di kursi sambil mengeratkan jaket ke tubuhnya.

"Kita dapat untung banyak. Malam ini kita harus merayakannya sambil menyalakan api unggun di tengah Hutan Kamawu," kata Juned.

Semua orang setuju.

Bella mengernyit. Ia bergumam pelan, "Api unggun?" Bella menjadi teringat dengan cerita Gabby tentang orang-orang yang mengelilingi api unggun sambil melakukan gerakan aneh.

Yudis menghampiri Bella. Ia memberikan air mineral pada gadis itu. Bella menerimanya.

"Kalau sakit, kenapa datang?" tanya Yudis. Ia tahu Bella sedang kurang sehat karena gadis itu terlihat sangat pucat.

"Mas Dhika menyuruhku datang. Selain itu, aku enggak enak kalo enggak datang. Itu karena aku yang mengeluarkan ide untuk ini," tutur Bella.

Yudis mengangguk mengerti. "Kalau begitu, malam ini tidak perlu datang. Kamu istirahat saja di rumah."

"Memangnya tidak apa-apa?" tanya Bella ragu.

"Aku anggota inti Lancapatra, jadi aku juga bertanggung jawab atas anggota umum," sahut Yudis.

KAMAWU [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang