Part 23

63 7 0
                                    


━─━────༺༻────━─━

"Di sini, Cu. Kita sudah sampai di rumah Kakek," ucap si Kakek.

Gabby menghentikan sepedanya. Ia mendongak menatap rumah panggung tradisional bertingkat 4 di depannya. Sangat besar dan mewah dibandingkan dengan rumah-rumah lain yang pernah dilihat oleh Gabby selama ini di Desa Kamawu.

Si Kakek turun dari jok penumpang sepeda yang Gabby kayuh. Gabby membantu si Kakek membawa barang bawaannya.

"Cu?!" si Kakek memanggil seseorang sambil mengetuk pintu pagar.

Tak lama kemudian, seorang laki-laki keluar dari rumah dan menghampiri si Kakek.

Gabby terbelalak saat melihat siapa laki-laki itu. "Lo?"

Laki-laki yang tak lain adalah Devian itu menoleh. Ia juga terkejut. "Lo lagi?"

Si Kakek melihat pada Gabby dan Devian bergantian. "Kalian saling mengenal?"

Di ruang tamu.

Gabby kagum melihat interior ruangan tersebut. Ada tiga lampu gantung sekaligus yang menghiasi ruang tamu. Terdapat kayu Salib yang dipasang di dinding, menandakan kalau pemilik rumah adalah seseorang yang religius dan mencintai Tuhan.

Devian menyajikan camilan dan minuman ke meja. Laki-laki itu duduk berhadapan dengan Gabby.

"Kok, lo bisa ketemu sama kakek gue, sih?" tanya Devian.

"Tadi gue ngeliat Kakek Sutarjo jatuh dari sepeda. Barang-barangnya juga ada yang rusak. Gue nawarin tumpangan ke kakek lo. Terus, sepedanya yang rusak, gue titipin di bengkel Bang Tardin," jelas Gabby.

"Bang Tardin? Siapa itu?" tanya Devian lagi.

"Mana gue tahu. Yang penting dia yang punya bengkel. Pokoknya lokasinya enggak jauh dari perpustakaan desa," sahut Gabby.

Devian menghela napas panjang. "Makasih udah nganterin kakek gue."

Gabby mengangguk. "Gue enggak bisa lama-lama, nih."

Sutarjo menuruni tangga. "Kamu mau ke mana? Kita makan siang dulu."

Di meja makan.

Ada banyak makanan yang tersaji. Sutarjo makan dengan lahap. Begitu pun dengan Gabby dan Devian.

"Sayuran dan daging hasil ternak Desa Kamawu tidak pernah mengecewakan," ucap Sutarjo.

Gabby dan Devian menoleh pada kakek tua berkepala botak di bagian tengah, sementara di pinggirnya tumbuh rambut yang sudah memutih. Ia tak pernah berhenti memuji Desa Kamawu.

Sutarjo kembali bersuara, "Petani tidak pernah menggunakan pupuk kimia pada tanaman mereka. Para peternak juga tidak pernah memberikan obat-obatan yang bisa membuat hewan ternak menjadi banyak makan atau gemuk. Warga Desa Kamawu sangat mengutamakan kualitas dari apa yang mereka tanam dan apa yang mereka ternak karena akan berpengaruh bagi kesehatan warganya.

Itulah sebabnya orang-orang di Desa Kamawu sangat sehat, kekar, dan memiliki stamina tubuh yang bagus. Berbeda dengan orang kota yang memakan makanan instan. Semuanya serba instan dan praktis. Tidak ada yang memikirkan kesehatan dan nilai gizi di makanan instan tersebut."

Gabby dan Devian hanya mendengarkan.

"Aku sudah tinggal di sini selama 8 tahun. Aku nyaman tinggal di sini. Orang-orang Desa Kamawu menerimaku dengan baik," kata Sutarjo lagi. "Semoga kalian juga senang tinggal di sini meski keadaan di desa ini 180° berbeda dengan kehidupan di kota. Kalian mungkin akan kesulitan, tapi lama-lama kalian akan terbiasa," pungkasnya.

KAMAWU [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang