Part 46

60 8 0
                                    

━─━────༺༻────━─━

Di kantor polisi.

Johan duduk berhadapan dengan seorang wanita yang usianya kira-kira 30 tahunan. Kedua tangan wanita itu terborgol.

"Dia anakku! Dia anakku juga! Kenapa aku dianggap sebagai penculik? Aku membawa anakku sendiri, bukan membawa anak orang lain!" teriak si wanita.

Raka yang berdiri di belakang Johan menghela napas berat. Ia sudah mendengar itu sedari tadi. Entah sudah berapa kali wanita itu mengatakan hal yang sama bahkan sebelum Johan keluar dari "kamar mandi" untuk menginterogasinya.

"Aku yang mengandung dan melahirkan anakku, jadi apakah aku salah menemui anakku sendiri? Anakku juga sangat merindukanku setelah 5 bulan tidak bertemu. Kami hanya berjalan-jalan, tapi kalian menembak ban belakang mobilku," kata wanita itu lagi yang nyaris menangis.

"Tapi, Nyonya, Anda membawanya pergi tanpa meminta izin dari ayahnya. Tentu itu menjadi masalah. Semua orang mengira anak itu diculik," tutur Johan.

Wanita itu berdecak pelan. "Kalau aku bilang dulu pada mantan suamiku, yang ada dia tidak akan mengizinkanku membawanya jalan-jalan. Kalian pasti memihak orang jahat itu karena kalian sama-sama pegawai negeri! Kalian menghormati bajingan itu karena dia pegawai di provinsi!"

"Hak asuh anak Anda jatuh pada mantan suami Anda, Nyonya. Jadi, seharusnya Anda berbicara dulu dengannya secara baik-baik. Itu sebabnya, kami menyelidiki masalah ini dan menjadikannya sebagai kasus penculikan. Kami tidak pernah memihak pada siapa pun. Kami hanya menjalankan tugas sesuai dengan prosedur," jelas Johan.

Wanita itu membuang napas kasar. "Dia mendapatkan hak asuh anak dengan cara yang licik. Dia benar-benar berengsek! Seharusnya aku yang mendapatkan hak asuh atas putriku. Percuma, kalian para pria, kalian tidak akan mengerti bagaimana rasanya menjadi seorang ibu."

Johan tidak menanggapi.

"Jika aku dianggap salah karena telah menghabiskan waktu bersama anakku, berarti mengandung dan melahirkannya juga kesalahanku?" tanya wanita itu dengan suara bergetar.

Dua orang polisi masuk dan membawa wanita itu keluar dari ruangan.

Setelah wanita itu dibawa pergi, Johan bersuara, "Raka."

"Iya, Pak?" Raka sedikit membungkuk untuk mendengarkan.

"Lepaskan wanita itu, jangan penjarakan dia," kata Johan pelan.

Raka terkejut dengan apa yang ia dengar. "Oh? Ta-tapi, kalau Pak Bupati tahu, kita bisa...."

Johan memotong ucapan Raka. "Dia seorang ibu yang hanya ingin bertemu dengan anaknya. Aku melihat gadis kecil itu senang saat bersama ibunya. Ini bukan penculikan, tapi kerinduan seorang ibu pada anaknya. Aku akan bertanggung jawab jika Bupati mempermasalahkan hal ini."

🌾🌾🌾

Malam yang sama di Hutan Kamawu.

Terlihat dua orang pria berjaket kulit dan berpenutup wajah sedang berjalan menyusuri hutan. Ada senapan laras panjang di tangan mereka. Keduanya melewati hutan rimbun dan pepohonan besar.

"Lihat." Salah satu dari mereka menunjuk ke depan. Terlihat seekor rusa dewasa tengah minum di aliran sungai yang jernih.

Pria satunya membidik rusa tersebut dengan senapannya.

Sementara itu, Johan baru tiba di rumah. Ia memarkirkan motornya. Saat membuka helm, terdengar suara letupan senjata yang menggema di dalam hutan. Burung-burung terbang berhamburan dari dahan pohon kala mendengar suara tembakan.

KAMAWU [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang