17. Tarik Ulur

81 3 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.


"Mengejarmu sama kayak mengejar cita-cita, berharapnya tinggi. Tapi dapatnya susah dan mustahil!"

-Alatera Andhira-


....

Tera meraih ponselnya yang berada diatas nakas. Ia lalu menghubungi Chika dengan video call. Helaan nafas keluar dari bibir Tera saat nomor Chika masih berdering dan belum diangkat juga.

"Lama amat sih lo angkat? Habis ngapain lo?" ujar Tera kesal setelah Chika akhirnya mengangkat video call darinya.

Diseberang sana, Chika menghela nafas kasar. "Gue habis dari kamar mandi bangke, ya jelaslah lama." sungut Chika tak kalah kesal. "Jadi kenapa lo video call gue? Mau curhat lagi?" lanjut Chika.

"Iya, Chik!"

"Gimana misi cinta lo?" tanya Chika penasaran.

"Sedikit ada perubahan," jawab Tera seraya merebahkan tubuhnya ke kasur.

"Apaan?"

"Gue udah lumayan deket ama Alfa."

"Deket dalam artian?" tanya Chika merasa tak yakin jika Tera benar-benar sudah dekat dengan Alfa.

"Kepo banget sih lo!" Tera berucap dengan kesal.

Chika menghela nafas. "Sekarang apa lagi rencana lo?"

Tera terdiam sesaat. "Itu dia, gue juga kagak tau."

"Kayaknya lo harus tarik ulur deh ke Alfa?!" saran Chika.

"Ngapain tarik ulur?" tanya Tera penasaran.

"Ra, tarik ulur dalam percintaan itu penting banget. Mulai saat ini, lo kagak boleh deket-deket ama Alfa ataupun ngikutin dia kemana pun!" tukas Chika.

"Hah? Kok gitu? " protes Tera tak terima. Mana mungkin ia mau menerima saran dari Chika yang malah semakin menjauhkan dirinya dengan Alfa?! Mengejar cinta Alfa saja, Tera sudah kewalahan. Apalagi kalau dia benar-benar jauh sama cowok itu. Tera tak akan sanggup!

"Lo kan tau sendiri Chik, kalo narik perhatian Alfa aja gue udah capek. Dan lo malah nyuruh gue buat jauhin dia dari gue? Gila lo ya!? "

"Ra, cinta itu sesuatu yang kagak ada sandingannya. Lo tau, Ra? Semakin langka suatu barang, harganya tambah mahal Sist. "

"Ucapan lo bener sih!" Tera terdiam sejenak. "Jadi intinya, gue harus cuek ke Alfa? "

Chika yang berada di seberang sana menghela nafas pelan. "Bukan gitu juga maksud gue."

"Fiks, gue bakal nemuin Alfa dan ngomong ke dia kalo gue suka ke dia tapi harus bersikap cuek ke dia. "

Chika mengeram kesal. "Gak gitu juga konsepnya Tera."

"Terus apaan dong?"

"Ternyata bener ya kata orang, kalo cinta itu bisa buat orang yang dulunya waras jadi orang gila permanen."

"Maksud lo apaan Chik? Lo ngejek gue?" pungkas Tera tak terima. Mana mau dia dikatain gila sama Chika, cukup Alfa saja yang mengatakan ia gila.

"Ya menurut lo?"

"Dasar sepupu bangke!"

"Terima kasih pujiannya."

Tera mencibir. Tapi kemudian, ia membuang nafas kasar. "Jadi gimana nih?"

***

Alfa meraih buku biologi dari rak buku perpustakaan. Ia berjalan menuju petugas perpustakaan tepat di dekat pintu.

"Mau pinjam lagi?" tanya petugas perpustakaan itu.

"Iya bu," balas Alfa dengan senyuman tipis.

Si petugas mulai mencatat buku yang dipinjam Alfa ke butuh pinjaman buku. Setelahnya, Alfa mulai melangkahkan kakinya keluar dari ruang perpustakaan menuju taman. Taman yang selalu menjadi tempatnya membaca buku. Tempat ternyaman dan damai yang bisa membuatnya fokus membaca.

Namun saat akan berbelok ke arah taman, seseorang sudah memblokir jalannya. Seseorang yang sangat tidak diinginkan kehadirannya. Seseorang yang selalu membuatnya merasa muak. Seseorang yang sangat ia benci. Cewek gila yang selalu mengganggu waktu, kedamaian, ketenangan dan segalanya.

Alfa menghela nafas kasar. "Menyingkir!"

"Gak mau," tolak Tera.

Alfa mengeraskan rahangnya menahan emosi. Matanya menatap tajam cewek itu. "Menyingkir gue bilang!"

Tera menggelengkan kepalanya menolak. "Gak!"

Alfa membuang nafas kasar. Cowok itu menabrak pundak Tera sedikit kasar. Tera yang ditabrak cemberut seketika. Namun, cewek itu langsung meraih tangan Alfa saat cowok itu hendak melangkah.

Alfa berbalik ke arah Tera. Ia menghempaskan tangan cewek itu dengan kasar. Matanya menatap tajam cewek itu. "Mau lo apa lagi sih? Hah!"

Tera tersenyum manis. "Mau lo!"

"Ngapain lo muncul lagi di depan gue? Apa kurang jelas yang kemarin?"

Tera berjinjit, ia menangkup kedua pipi Alfa. "Tetep tatap gue kayak gitu." Ia mengulum senyumnya. "Tatap gue terus sampai lo bener-bener suka sama gue."

Alfa melepaskan tangan Tera dari pipinya. Cowok itu membuang nafas kasar. "Lo bener-bener kagak introspeksi diri ya? Padahal gue udah baik hati peringatin lo," pungkas Alfa.

Tera terdiam dengan senyuman di bibirnya. "Alfa, gue belum mau nyerah. Gue masih pengen berjuang!"

Alfa mendengus kesal. Cowok itu lalu pergi meninggalkan Tera. Alfa benar-benar sudah berada di fase sangat muak. Ingin menghajar, namun sadar bahwa Tera adalah cewek. Se-benci apapun ia terhadap perempuan, ia tak sejahat itu untuk menampar cewek. Papanya tidak mengajarkannya melakukan hal brengsek seperti itu.

"Apa gue harus tarik ulur ya sesuai saran Chika? Tapi kalo dia semakin jauh gimana? Padahal deketin dia kayak gini aja dia malah benci, apalagi kalo gue jauhin dia. Pasti dia bodoh amat, bahkan kayaknya dia seneng." Tera bergumam sembari menatap kepergian Alfa.

Tera membuang nafas kasar. "Kayaknya gak usah tarik ulur deh, kayak gini aja dulu."

Tera menutup wajahnya dengan frustasi. "Bodoh ah, pusing!"

--------

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN

ILY Alfarel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang