.
.
.
"Jika mencintaimu adalah hal terbodoh, aku siap menjadi orang bodoh."
-Alatera Andhira-
....
Tera tersenyum lebar dihadapan Alfa yang saat ini menatap datar ke arahnya. Melihat kehadiran Tera membuat Alfa sangat muak. Jujur, Alfa benci dengan cewek dihadapannya saat ini. Cewek gila yang selalu mengusik hidupnya. Cewek yang ingin sekali Alfa usir dari hidupnya.
Alfa memejamkan matanya sejenak, lalu ia menghela nafas kasar. Cowok itu menunduk menatap tajam pada Tera. "Udah berapa kali gue bilang ke lo, berhenti ngejar-ngejar gue. Lo kayaknya udah gak punya harga diri ya? Mau aja ngejar-ngejar cowok yang kagak suka ama lo?! Lo gak laku sampai-sampai rela jadi murahan kayak gini? Ah, atau cewek emang kayak gini? Munafik, murahan dan gak punya harga diri." Pecah sudah unek-unek yang selama ini Alfa tahan untuk ia keluarkan. Karena bagaimana tidak? Alfa sudah berada diambang batas melihat tingkah tak tau diri Tera yang begitu seenaknya. Kekanakan dan tak tau malu!
Tera hanya terdiam dengan senyuman. Senyuman yang menunjukkan bahwa dirinya sudah terbiasa akan perkataan Alfa padanya. Perkataan yang tak jauh dari kata-kata yang merendahkan dirinya. Namun Tera sudah terbiasa akan kata-kata itu. Dirinya sudah kebal.
Alis Alfa mengerut bingung."Kenapa lo diem?" tanya Alfa.
Tera hanya terdiam dengan senyuman yang tak pernah luntur. Ia lalu berucap, "Gak apa-apa."
Alfa berdecak kesal. "Lo bener-bener cewek gila!"
"Gila karena lo, Alf." Tera membalas ucapan Alfa kepadanya.
Alfa kembali menghela nafas kasar. "Gue berharap lo berhenti sekarang, dan jangan jadi murahan dengan menjatuhkan harga diri lo sebagai perempuan."
Tera terdiam membatu. Namun senyuman kembali terbit di bibirnya. "Gue murahan cuma ke lo doang kok!"
Alfa mengeraskan rahangnya. Cowok itu menatap tajam pada Tera. "Terserah lo!" Ia semakin muak dengan Tera. Padahal ia sudah memperingatkan cewek itu agar tidak jadi murahan, namun cewek itu tetap kekeuh tanpa peduli dengan dampaknya.
Tanpa berkata apapun lagi, ia kemudian melangkahkan kakinya melewati tubuh Tera. Meninggalkan cewek gila itu yang masih berdiri di posisinya.
Lea yang tak jauh dari sana mendengar perkataan Alfa pada Tera. Cewek itu menatap Alfa dengan tajam, rahangnya mengeras dan tangannya juga terkepal kuat disisi tubuhnya. Ia menyesal membuat Tera tidak menyerah untuk mengejar cintanya. Jika tau bahwa perlakuan Alfa sepeti ini kepada Tera, Lea benar-benar akan membuat Tera berhenti mengejar cowok itu. Dan ia tak akan menyuruh Tera untuk mengejar cinta Alfa jika endingnya Tera hanya akan dipermalukan dan di injak-injak seperti ini. Lea menyesal, namun semuanya sudah terlanjur. Dan yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah menyuruh Tera untuk menyerah. Menyerah dari cinta Alfa yang mungkin tak akan menemukan titik bahagianya.
***
"Kenapa lo diem aja di perlakuin kayak gitu ama Alfa, Ra?""Udah bisa kok, malahan gue udah kebal."
"Jangan gila, Ra. Okelah kalo dia ngatain lo cewek gila. Tapi tadi dia udah ngatain lo murahan, munafik, gak punya harga diri. Masa lo diem aja?"
"Gue udah biasa dikatain kayak gitu ama Alfa, Lea. Jadi gak masalah kok!"
"Cinta boleh Ra, tapi kalo dia perlakuin lo kayak gitu Jangan diem aja."
Tera hanya terdiam.
"Mending lo nyerah deh," pungkas Lea.
"Kok sekarang lo nyuruh gue nyerah sih? Padahal gue udah sejauh ini. Bukannya lo sendiri yang buat gue gak boleh nyerah saat itu?" protes Tera tak terima.
"Gue emang nyuruh lo gak nyerah, tapi sampai kapan lo kayak gini Ra? Sampai harga diri lo dinjek-injek sama Alfa? Atau sampai lo udah bener-bener gak tau gimana caranya berhenti?"
Tera menyentuh kedua pundak Lea. "Gue bakal nyerah kok, tapi sampai gue lelah. Kalo lelah itu belum dateng, gue bakal tetap berjuang."
Lea terdiam sesaat. Cewek itu membuang nafas kasar. Ia tak bisa mengalahkan kekeraskepalaan Tera yang sudah membulatkan tekad ini. Jadi yang bisa Lea lakukan hanya menunggu sampai Tera menyerah dengan sendirinya. "Kalo gitu, kasih tau gue kalo lo udah nyerah!"
Tera mengangguk sambil tersenyum saat Lea sudah tak lagi menyuruh dirinya untuk menyerah mengejar Alfa. Tera merasa beruntung memiliki Lea sebagai teman pertamanya di sekolah ini yang selalu mengerti dirinya. Teman yang menjadi saksi bisu akan tingkahnya yang selalu memuji Alfa. Teman yang menjadi saksi pertama saat Tera jatuh cinta pertama kali.
"Eh tapi ..." Tera merangkul pundak Lea. "Dalam kamus hidup seorang Alatera Andhira, kata nyerah itu udah gak ada sejak lo nyuruh gue gak nyerah."
Lea tertawa paksa. Raut wajahnya berubah datar. "Gitu ya?"
"Kenapa lo?" tanya Tera bingung.
"Kagak!"
"Lea, gue serius!"
Lea membuang nafas pelan. "Gue cuma ketawain ucapan lo yang bilang dalam kamus hidup lo udah kagak ada kata nyerah," ungkap Lea.
Alis Tera mengerut bingung. "Kenapa lo ketawain ucapan gue?"
Lea tersenyum paksa. "Ibu Alatera Andhira yang terhormat, kalo emang dalam kamus hidup lo udah kagak ada kata nyerah ..." Lea menarik kedua pipi Tera dengan kesal dan gemas. "Terus kenapa setiap kita belajar lo selalu aja nyerah, bahkan ngeluh mulu."
Tera menyingkirkan tangan Lea yang menarik pipinya. "Sakit, Lea."
"Menyerah dalam percintaan dan pendidikan itu berbeda, Ibu Leana Freya."
"Sama aja, Ra."
"Mana ada samanya?"
"Sama-sama mencapai masa depan yang cerah kan?"
"Iya juga ya?" Tera menopang dagunya dengan sebelah tangannya. "Kalo pendidikan gue bagus, otomatis anak gue nanti pasti pada pinter-pinter kayak gue."
"Bener banget!"
"Tapi kalo suami gue Alfa, gue gak usah belajar rajin soalnya ayah dari anak-anak gue nanti udah pinter maksimal."
Lea membuang nafas kasar.
--------
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
ILY Alfarel [END]
Dla nastolatkówWARNING!! DILARANG PLAGIAT! DAN DIHARAPKAN BAGI PEMBACA UNTUK VOTE DAN KOMEN SEBAGAI TANDA PERNAH SINGGAH!! SAYA SEBAGAI PENULIS SANGAT AMAT BERTERIMA KASIH😘❤️❤️❤️ . . . Bagaimana jadinya jika seseorang yang sudah ditolak masih saja mengejar cinta...