.
.
."Rasa sakit yang disebabkan karena mencintaimu adalah kebiasaan yang tak akan pernah bisa aku tinggalkan."
-Alatera Andhira-
....
Mela berdiri di hadapan Alfa. "Alfa, lo dari mana aja? "
"Bukan urusan lo!" Alfa berbalik hendak pergi, niat hati ingin ke toilet harus ia urungkan.
Mela memegang tangan Alfa. "Alf, lo kenapa?"
Alfa menghempaskan tangan Mela dengan kasar. "Berhenti ganggu gue, Mel! Lo belum sadar juga kalo gue itu kagak suka sama lo?"
"Alf, jangan kek gini."
Alfa muak melihat Mela. Jika disuruh memilih, mungkin Tera lebih baik dari pada Mela. Namun tak ada gunanya ia memilih, karena pada akhirnya Mela tetap akan mengganggunya.
Alfa membuang nafas kasar. Ia memandang malas ke arah Mela.
"Lo itu bukan siapa-siapa gue, Mel, jadi lo kagak usah terlalu berharap kalo gue dan lo bakal bersama. Karena sampai kapanpun, gue kagak akan pernah sudi ama lo! "
Mela mengepalkan tangannya dengan rahang mengeras. "Tapi gue cinta sama lo Alfa."
"Lo pikir gue percaya kata cinta dari lo? Bullshit!"
"Dan juga, kalo lo suka sama gue itu urusan gue? Kagak! Lo urus sendiri perasaan lo," pungkas Alfa dengan nada yang sedikit kesal.
Mela menahan tangan Alfa yang hendak pergi. "Sampai kapan pun, lo itu milik gue Alfa."
Alfa menghempaskan tangan Mela dengan kasar. "Gue bukan milik lo!"
"Selamanya lo itu cuma milik gue!"
Alfa tertawa sarkas. "Obsesi lo makin gila ya? Lebih baik lo ke rumah sakit sekarang, sembuhin penyakit obsesi lo itu."
Mela mengepalkan tangannya. Matanya memandang Alfa dengan murka. "Lo tau? Saat ini gue udah berusaha jadi orang baik demi lo. Jadi, jangan buat gue seperti dulu. Yang rela lakuin apa aja demi dapetin lo!"
"Gue kagak pernah nyuruh lo buat berubah, karena gue kagak peduli ama lo. Dan karena lo, gue harus kehilangan Mario. Gara-gara cewek gila kayak lo, gue kehilangan temen gue." Amarah Alfa sudah tak bisa ia bendung lagi. Alfa benar-benar sangat amat membenci cewek gila dihadapannya. Cewek gila yang membunuh Mario hanya demi dirinya. Dan Alfa semakin membenci cewek itu. Demi obsesi gila nya, ia tega membunuh Mario yang tulus dan setia kepadanya hanya demi dirinya yang tak pernah ada rasa padanya.
Alfa menghela nafas kasar. Ia berbalik pergi meninggalkan Mela dengan Amarah yang masih tersisa.
Mela menatap kepergian Alfa dengan tatapan yang sulit diartikan. "Gue bunuh dia bukan karena gue mau, tapi Mario sendiri yang udah kelewatan batas."
***
Alfa memegang kepalanya yang tiba-tiba pening. Penglihatannya yang terasa buram. Perutnya juga sakit. Tak hanya itu, ulu hatinya juga nyeri. Saat pagi tadi, ia memang tak sempat sarapan karena ia belum beli bahan-bahan masakan. Apalagi saat sampai di sekolah, Mela malah mengganggunya. Dan sampai sekarang, ia belum makan apapun. Mungkin itu sebabnya maag nya kambuh. Bahkan saat ini, ia mual.
Alfa menghentikan langkahnya. Rasanya, tubuhnya terasa lemas. Hingga akhirnya, tubuhnya oleng dan menabrak sesuatu. Tera yang sedari tadi berada di belakang Alfa berlari menahan tubuh Alfa agar tak jatuh ke lantai meskipun pada akhirnya tetap jatuh juga. Bagaimana tidak? Tubuh Alfa itu lebih berat dari dirinya. Namun seenggaknya, Tera bisa menahan tubuh Alfa agar tidak terlalu keras membentur lantai.
Tera meraih ponselnya untuk menghubungi Gavin. Ia tak mungkin berteriak meminta tolong kepada siswa-siswi yang lewat.
Setelah menghubungi Gavin, Tera menunduk menatap Alfa yang saat ini pingsan. Tak butuh waktu lama, akhirnya Gavin datang. Mereka berdua mulai mengangkat Alfa dan membawanya ke UKS.
"Alfa kenapa bu?" tanya Tera dengan khawatir pada seorang wanita paruh baya yang merupakan penjaga UKS.
"Perutnya kosong, dia sepertinya belum sempat makan."
Tera terdiam. Ia menoleh menatap Alfa dengan sendu.
"Ibu pamit dulu ya?" pamit wanita paruh baya itu.
"Iya bu," balas Tera.
Sepeninggal penjaga UKS itu, Tera menggenggam tangan Alfa dengan erat. Matanya menatap sendu melihat keadaan Alfa yang tidak baik-baik saja. Gavin yang masih berada di sana berjalan keluar ruang UKS meninggalkan Tera dan Alfa berdua.
Mata Alfa perlahan-lahan terbuka. Cowok itu mengerutkan alisnya saat melihat keberadaan Tera.
"Kenapa lo bisa ada disini? Bukannya lo udah nyerah?"
"Alf, itu gak penting sekarang. Yang penting itu kondisi lo saat ini," tutur Tera menatap khawatir pada Alfa.
Alfa hanya terdiam menatap Tera dengan tatapan yang sulit diartikan. "Mending lo pergi, gue bisa sendiri."
"Kenapa lo gak makan? Lo tau gak sih kalo lo kelaparan, lo bisa aja meninggal?! Tubuh lo butuh asupan, lo mau mati? Hah?" bentak Tera dengan mata yang berkaca-kaca tak memperdulikan usiran Alfa padanya.
"Gue bisa urus diri gue sendiri, jadi mending lo pergi! "
Tera mengepalkan tangannya. Ia menunduk dengan mata terpejam. "Gue emang udah nyerah buat ngejar lo ..." Tera mendongak menatap Alfa dengan air mata mengalir. "Tapi apa gue gak boleh khawatir ama lo?"
Alfa terdiam membeku. Dadanya terasa sakit dan sesak melihat air mata Tera yang jatuh. Namun Alfa masih bingung dengan perasaanya.
"Terserah lo mau bilang gue cewek bego, bodoh, gila. Apapun itu, gue bakal terima, asalkan gue bisa ngerawat lo saat ini. Karena gue bener-bener khawatir sama lo."
Tangan Alfa terangkat hendak mengusap air mata Tera, namun terhenti. Ia membuang nafas kasar. "Terserah!"
---------
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
ILY Alfarel [END]
Teen FictionWARNING!! DILARANG PLAGIAT! DAN DIHARAPKAN BAGI PEMBACA UNTUK VOTE DAN KOMEN SEBAGAI TANDA PERNAH SINGGAH!! SAYA SEBAGAI PENULIS SANGAT AMAT BERTERIMA KASIH😘❤️❤️❤️ . . . Bagaimana jadinya jika seseorang yang sudah ditolak masih saja mengejar cinta...