41. Rindu

75 5 0
                                    

"Pada akhirnya, aku kalah! Kalah oleh takdir yang memisahkan aku dan kamu oleh perpisahan yang paling menyakitkan."

-Alfarel Garendra-


....


Alfa menyandarkan kepalanya di batu nisan milik Tera. Cowok itu memejamkan matanya. "Ra, rindu gue masih milik lo. Dan isi kepala gue masih dipenuhi tentang lo!"

Tak ada tanggapan. Meskipun begitu, Alfa masih ingin meluapkan rasa rindu yang memenuhi isi kepalanya walaupun tak ada tanggapan dari Tera.

Matanya terbuka menampilkan bola mata hitam legam yang terlihat kosong.  "Gue capek, Ra! Gue pengen nyerah! Gue gak baik-baik aja, gue masih butuh lo!"

Alfa menunduk meremas tanah makam dari Tera. Cowok itu menangis terisak. Menumpahkan rasa sakit dan sedihnya. "Sakit, Ra! Gue sakit!"

Cowok itu meletakkan kepalanya ke atas tanah makam Tera. "Gue gak bahagia, gue ..." Alfa mengigit bibir bawahnya.

"Gue butuh lo!" lanjutnya.

Satu jam berlalu sudah Alfa berada di sana, namun cowok itu masih enggan meninggalkan tempat itu.

Helaan nafas keluar dari bibir Alfa saat melihat pesan dari Gavin dan Deon yang mencarinya. Tak ingin membuat kedua orang itu semakin khawatir, akhirnya Alfa beranjak pergi meninggalkan tempat itu.

Namun sebelum benar-benar pergi, Alfa menatap makam Tera dengan senyuman tipis. "Gue berharap lo muncul di mimpi gue meskipun sebentar aja, Ra. Karena gue bener-bener rindu ama lo!"

Malam harinya, Alfa berjalan di koridor rumah sakit menuju ruang rawat ayahnya dengan tatapan kosong. Setelah kepergian Tera, Alfa sudah tidak memiliki harapan selain bahagia bersama cewek itu. Tak ada lagi tatapan hangat miliknya semenjak kematian semestanya. Semuanya hilang bersamaan kepergian cewek itu. Meskipun begitu, ia harus tetap bertahan meskipun sudah berada di fase lelah. Ia masih memiliki satu tujuan dan alasan untuk hidup. Bima, ayahnya! Pria itu masih membutuhkan Alfa untuk sembuh dari komanya. Dan Alfa akan mengusahakan agar ayahnya juga tak pergi meninggalkan dirinya di dunia ini sendirian.

Alfa melangkahkan kakinya mendekati ayahnya yang masih terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit. Ia menduduki pantatnya ke kursi yang berada di ruangan itu lalu menariknya ke samping ranjang ayahnya. Cowok itu menggenggam sebelah tangan ayahnya itu dengan kepala menunduk. "Pa, Tera udah pergi! Dia udah ninggalin aku," lirih Alfa.

"Papa gak bakal pergi ninggalin aku juga kan?"

"Aku takut Pa, aku takut ditinggalin lagi. Papa gak bakal pergi nyusul Tera kan?"

"Pa, kenapa Tera harus pergi? Apa aku gak pantes bahagia? Apa Tuhan bener-bener jahat?"

"Aku capek, Pa! Aku udah gue punya rumah untuk pulang. Rumah yang kupikir bakal selalu ada, nyatanya hanyalah tempat singgah."

Alfa kembali menumpahkan rasa sakit dan sedihnya dengan orang yang berbeda, namun menjadi alasan cowok itu terus berjuang.

***

Alfa merebahkan tubuhnya ke kasur. Matanya menatap kosong ke langit-langit kamarnya. Masih ada banyak hal yang ingin ia lakukan bersama Tera, namun semua harus kandas karena kepergian cewek itu.

Tangan Alfa meraih boneka beruang yang menjadi salah satu benda kesayangannya. Hadiah pemberian dari Tera yang paling ia sayangi.

"Tomtom, gue kangen Tera. Menurut lo, sekarang Tera ngapain?"

Alfa mendekap erat boneka beruang itu. Matanya yang berkaca-kaca ia pejamkan.

"Tomtom, kenapa hidup gue sesial ini? Kenapa Tuhan ngambil Tera dari gue? Apa karena Tuhan benci ngeliat gue bahagia ama Tera? Sampai dia ngambil Tera dari gue? Tomtom, gue udah kagak punya rumah. Gue butuh Tera, Tomtom."

Alfa melepaskan dekapannya dengan Tomtom. Sebelah tangannya mengelus wajah Tomtom seraya menatap sendu boneka beruang itu. "Tomtom, gue capek! Gue ..." Alfa kembali memeluk boneka itu dengan erat sembari memejamkan matanya. "Gue pengen nyerah, Tomtom!"

Cowok itu bangkit dan bersandar ke sandaran kasurnya. Sebelah tangannya meraih bingkai foto yang terdapat foto dirinya dan Tera. Tatapan teduh itu, binar yang menghangatkan, dan senyuman lebar itu membuat Alfa semakin merindukan sosok Tera. Alfa merindukan sosok yang selalu memujinya, selalu mengatakan cinta tanpa henti itu. Alfa benar-benar merindukannya!

"Gue pikir, lo itu akhir dari semua penderitaan yang gue alami." Air mata Alfa jatuh membasahi pipinya.

"Ternyata lo juga salah satu penderitaan itu, Ra."

"Padahal gue udah jadiin lo semesta gue, semesta yang menjadi pusat kebahagian gue."

"Ra, gue rindu!"

________

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN ❤️


ILY Alfarel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang