28. Perasaan Alfa

86 3 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


.
.
.

"Rasa sakit dari masa lalu adalah memori kelam yang ingin sekali ku lupakan walaupun sesaat."

-Alfarel Garendra-

....


Alfa merebahkan tubuhnya ke kasurnya. Ia menghela nafas. Sebelah tangannya terangkat menyentuh dadanya yang merasakan sakit saat melihat Tera menangis. Ia bingung mengapa hatinya bisa sakit seperti ini. Alfa biasanya tak seperti ini.

Suara pintu yang terbuka membuat Alfa menoleh ke arah Gavin yang berjalan masuk ke kamarnya dengan piring yang berisikan nasi dan ayam goreng yang tadi dibeli cowok yang terlihat seperti berandalan itu.

"Lo harus makan, Alf. " Gavin meletakkan piring ditangannya itu diatas nakas.

Alfa memposisikan dirinya duduk menghadap Gavin yang saat ini duduk di kasurnya.

"Vin," panggil Alfa.

"Apa?"

"Saat lo ngeliat seseorang nangis di depan lo, tapi hati lo tiba-tiba sakit. Itu maksudnya apa?"

Gavin terdiam memperhatikan gerak-gerik Alfa dengan tatapan menelisik. "Emang kenapa? Lo ngalamin itu?"

Alfa terdiam.

Gavin menghela nafas. Cowok yang suka memakai piercing itu merebahkan tubuhnya di kasur Alfa. Matanya memandang langit-langit kamar cowok bermata hitam legam itu. "Itu tandanya jatuh cinta."

"Jatuh cinta? Gak mungkin!" bantah Alfa.

Masa dia jatuh cinta ke Tera? Padahal ia selalu menolak kehadiran cewek itu. Dan saat Tera menangis, ia tidak bisa menyimpulkan bahwa ia jatuh cinta sama cewek itu.

Gavin menoleh menatap Alfa. "Kenapa kagak mungkin?"

"Soalnya, bukannya jatuh cinta itu senang-senang ya? Kenapa jatuh cinta harus sakit?"

Gavin menghela nafas kasar. "Kagak semua cinta itu senang aja, ada sakitnya juga. Lo gak liat Tera? Tera cinta ama lo, tapi dia sakit hati kan?"

Alfa terdiam. Perkataannya tadi sebenarnya hanya spontan. Ia jelas tau bahwa jatuh cinta tak selamanya bahagia. Terbukti dari ayahnya yang disakiti berkali-kali oleh ibunya namun tetap baik ke wanita itu. Dan ia juga seperti itu ke Tera. Tapi ia sudah berkali-kali menyuruh cewek itu berhenti mengejarnya, jadi bukan salah dirinya jika Tera sakit hati. Salah cewek itu karena menaruh rasa padanya. Tapi jujur saja, Alfa masih tak paham arti cinta yang sesungguhnya.

"Cinta itu susah buat dijelasin. Secara sederhana, kalo orang yang lo cintai nangis lo sakit dan saat orang yang lo cintai tersenyum lo ikut bahagia. Itu aja menurut gue, kagak tau kalo pendapat orang lain. Setiap pendapat orang tentang cinta itu berbeda, jadi kalo lo masih penasaran cari aja versi lainnya." Gavin berujar.

Alfa menghela nafas. Cowok itu bangkit dari kasurnya berjalan menuju kamar mandi yang ada di kamarnya. Ia semakin penasaran akan cinta. Sebenarnya cinta itu apa? Setelah ayahnya koma, Alfa belum pernah merasakan cinta. Ia hanya mendapatkan perhatian dari Gavin dan Deon. Tapi, apakah perhatian itu bisa juga diartikan sebagai cinta?


***


Alfa membuang nafas kasar. Entah kenapa suasana di tempat kerjanya terasa sepi. Yang biasanya ada Tera yang datang, saat ini cewek itu tak akan pernah datang lagi. Dan semua itu baru ia rasakan sekarang. Apalagi saat mengingat kejadian di sekolah. Tera yang begitu khawatir padanya sangat membuat Alfa merasa ingin merasakannya kembali.

"Alf, lo kenapa? Kayak banyak pikiran gitu? "

Alfa menoleh menatap Wisnu, salah satu pegawai yang juga bekerja di cafe tempatnya bekerja saat ini. "Kagak apa-apa, Bang!"

"Eh iya Alf, cewek yang biasanya dateng ke sini tumben beberapa hari ini kagak dateng? Kemana tuh cewek?"

Alfa menolehkan kepalanya ke tempat yang biasa di tempati Tera jika datang ke sini. "Dia kagak bakal dateng lagi, Bang."

"Kenapa?"

Alfa terdiam sembari tersenyum kecut. Ia lalu menjawab, "Gue juga kagak tau?"

"Cewek itu siapa lo emangnya?"

"Cuma temen sekolah," balas Alfa.

"Tapi tuh cewek kayaknya suka deh ama lo," pungkas Wisnu.

Alfa menghela nafas pelan. Ia berbalik pergi menuju toilet, meninggalkan Wisnu yang mengernyitkan alis melihat tingkah aneh Alfa.

Malamnya, Alfa berjalan sendiri hendak ke mini market yang tak jauh dari rumahnya. Udara malam sangat dingin, bahkan hoodie hitamnya tak membuatnya merasakan hangat. Alfa melipat tangannya di atas dada guna memeluk tubuhnya yang kedinginan. Saat hendak menyeberang, seseorang terlebih dahulu menahan langkahnya. Alfa menoleh menatap sosok asing yang menahan nya itu.

Alisnya mengernyit. "Lo siapa?"

"Lo Alfa kan?"

Alfa mengangkat alisnya sebelah. "Iya, ada perlu apa lo ama gue?"

"Kayaknya kita kagak saling kenal deh!" Ia melanjutkan.

"Gue Samuel, orang yang deket banget ama Mela."

Ekspresi wajah Alfa berubah menjadi datar. "Terus?"

"Apa lo ada rasa sama Mela?" tanya Samuel.

Alfa tertawa sarkas. "Suka? Sama cewek gila itu?" Ekspresi wajah Alfa berubah datar. Matanya menatap tajam Samuel. "Kalo lo deket ama cewek gila itu, suruh dia jauhin gue!"

Samuel menghela nafas. "Gue mohon maklumi sikap Mela!"

Alfa mengeras kam rahangnya, tangannya terkepal erat disisi tubuhnya. "Maklumin cewek gila itu? Gue kagak bakal pernah maklumin dia sampai kapan pun, karena gara-gara dia Mario harus mati."

Samuel terdiam.

Alfa menatap sinis Samuel. "Kalo lo dateng ke sini cuma mau ngomong itu, mending lo pergi dari hadapan gue!"

"Mela gak sejahat itu," tutur Samuel saat melihat Alfa yang hendak melangkah pergi.

Alfa menatap Samuel dengan amarah yang berusaha ia tahan. "Tau apa lo tentang Mela? Emang lo ada di sana saat tragedi itu terjadi? Tragedi yang membuat Mario mati. Dan pembunuhnya kagak lain dan kagak bukan Mela sendiri, pacar dari Mario."

Samuel hanya terdiam dengan kepala menunduk.

"Sebelum lo dateng ke gue, lebih baik lo cari tau apa yang udah dilakuin cewek gila itu ke Mario." Alfa berbalik berniat kembali ke rumahnya. Ia sudah tak berminat lagi pergi ke mini market. Cowok bernama Samuel itu sudah menghancurkan moodnya.

--------

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN ❤️

ILY Alfarel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang