25. Akhirnya Menyerah

137 7 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


.
.
.

"Aku mengenalmu tanpa sengaja, mencintaimu tanpa ku minta, dan harus melupakan perasaanku kepadamu secara paksa."

-Alatera Andhira-

....

"Lo bener-bener udah nyerah ya?" tanya Gavin.

"Apalagi yang perlu gue perjuangin, Vin? Semua udah selesai."

"Lo udah benar-benar kagak mau lagi ngejar cinta lo?"

Tera menghela nafas. "Gue bener-bener udah nyerah, Vin. Jadi berhenti nanya kayak gitu lagi."

Gavin menjilat bibirnya yang terasa kering. "Gue cuma berpikir, kalo lo bakal ngejar Alfa lagi saat tau kalo dia gak ada hubungan apa-apa sama Mela." Cowok itu tersenyum tipis. "Tapi ternyata gue salah!"

Tera terdiam sesaat. "Kalo lo gak mau ngomong apa-apa lagi, gue mau cabut."

"Lo bisa pergi kok, " ucap Gavin.

Tera menghela nafas pelan. Ia berjalan melewati Gavin. Setelah menjauh dari Gavin Tera menyandarkan tubuhnya ke tembok. Jujur saja, Tera masih ingin. Namun ia juga lelah berharap. Helaan nafas kasar keluar dari bibir Tera.

Tera yang hendak berbelok tanpa sengaja menatap Alfa yang dicium Mela tepat di pipi cowok itu. Tubuhnya terasa kaku untuk ia gerakkan. Namun jika ia tetap di sana, ia hanya akan mendapatkan sakit. Tera berbalik pergi dari sana seraya memegang dadanya yang sakit dan sesak. Bahkan matanya kini sudah berkaca-kaca sedari tadi.

Tera berhenti sejenak saat melihat Lea yang memandanginya dengan teduh. Entah kenapa, Tera merasa bahwa Lea mengetahui sakitnya. Dan tanpa berkata apa-apa, Tera berlari ke arah Lea dan memeluk cewek itu dengan tangis sesenggukan.

Lea hanya terdiam mengelus punggung Tera. Tak lama dari itu, Tera menghentikan tangisannya. Ia melepaskan pelukannya. Matanya memandang Lea sendu.

“Sakit banget,” keluh Tera.

Lea membuang nafas kasar. Tangannya terangkat mengusap air mata Tera. “Makanya kalo lo kagak mau ngerasain sakit, jangan pernah jatuh cinta.”

Helaan nafas kasar keluar dari bibir Tera. “Lo pikir gue mau jatuh cinta kalo pada akhirnya gue cuma dapet sakitnya doang?”

"Lo sendirikan yang nyari sakit itu? Padahal ada banyak kesempatan buat lo nyerah, tapi lo tetep ngejar cinta Alfa. Jadi, mau gak mau lo harus terima sakit itu. Sakit yang lo dapat dari konsekuensi karena mencinta Alfa."

Tera terdiam.

Lea memeluk tubuh Tera. “Udahlah, Ra. Cinta kan emang gitu, ada pahit, ada manis. Sama kayak kopi ama gula,” terang Lea.

***

Tera tersenyum lebar yang terkesan dipaksakan. Matanya memandang Alfa dengan mata berkaca-kaca. “Lo tau gak Alf, gue gak tau apa yang ngebuat gue cinta ama lo.”

Alfa hanya terdiam memandang Tera.

“Apa lo tau gimana rasanya diem-diem natap seseorang yang lo suka?” Tera menghela nafas pelan. “Rasanya kayak, semua yang lo rasain bisa gue rasain juga.” Tera menggenggam kedua tangan Alfa. Ia mendongak menatap Alfa dengan senyuman sendu. “Setiap kali ngeliat lo bahagia, gue juga pasti ikut bahagia. Tapi sayangnya, gue gak pernah ngeliat lo bahagia, bahkan untuk senyum pun gak pernah. Dan setiap kali lo sedih, gue lebih sedih dari lo. Rasanya gue pengen ngasih semua yang terbaik di dunia ini ke lo, Alf. Tapi gue takut lo gak mau nerima. Setiap lo capek karena kerja, gue selalu pengen bantuin lo. Tapi gue yakin kalo lo bakal nolak bantuan dari gue. “ Tera membuang nafas kasar, ia mengusap air matanya dengan kasar. “

“Alf, lo tau kan kalo gue cinta ama lo? “

“Gue ...” Tera terdiam sejenak. “Gue cinta banget ama lo, Alf! Bahkan sampai kapan pun gue bakal tetep cinta ama lo. Dan gue gak akan pernah bisa berpaling ke orang lain selain lo, Alf! “

Alfa hanya terdiam dengan jantungnya yang tiba-tiba berdebar.

“Untuk kedua kalinya, gue ngungkapin perasaan gue ke lo ...” Tera menjilat bibirnya yang terasa kering. “Dan gue juga pengen ngungkapin sesuatu ke lo! “ Tera mendongak menatap Alfa dengan tatapan yang sulit diartikan. “Thanks ya, karna udah jadi orang yang gue cintai. “

Tera tersenyum manis namun terkesan paksa. “Dan selamat, mulai saat ini ...” Tera terdiam sejenak. Ia mengigit bibir bawahnya berusaha menahan tangis. “Gue berhenti buat cinta ama lo, Alfarel Garendra! “

Tera melepaskan genggaman tangannya pada Alfa. Ia menghela nafas lega setelah berhasil mengungkapkan semuanya pada Alfa.

“Semoga lo bisa bahagia, Alf! Meskipun bukan gue kebahagian yang lo cari.”

Tera berbalik pergi. Meninggalkan Alfa yang masih terdiam membeku.

Merasa cukup jauh dari Alfa, Tera menyandarkan tubuhnya ke tembok dengan tubuh bergetar. Ia mengerjabkan matanya yang sudah berkaca-kaca sedari tadi hingga air bening itu terjatuh membasahi pipinya. Ia mengigit bibir bawahnya menahan isakan tangis yang akan keluar dari bibirnya.

Tubuhnya melemas, perlahan ia mulai mendudukkan dirinya ke lantai. Ia menunduk, lalu menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ingatan-ingatan kejadian tadi membuatnya tidak bisa menahan isaknya. Menangis, itulah yang sekarang ia lakukan. Menangisi betapa pecundang dirinya. Mengalah demi kebahagian Alfa.

Tera memegang dadanya yang terasa sesak dan sakit, lalu mencengkeramnya dan sesekali menepuk-nepuknya berusaha menghilangkan rasa sesak dan sakitnya.

Pikirannya kacau, dadanya sangat sesak dan sakit.

Seandainya saja ia tak melihat Alfa saat itu, seandainya saja ia tak merasakan cinta pada pandangan pertama dengan Alfa, dan seandainya saja ia tak mengungkapkan perasaannya saat itu mungkin ia tak perlu merasakan sakit sedalam ini.

Sepuluh menit berlalu, ia lalu berdiri hendak pergi ke kelasnya.

Tera berjalan lesu dengan kepala menunduk menghampiri Lea yang tengah berdiri memandang sendu padanya. Setelah berhadapan dengan Lea, ia mendongak menatap Lea dengan mata berkaca-kaca dan bibir melengkung ke atas.

Lea menarik tubuh Tera untuk dipeluk. “Nangis aja, Ra.”

Detik berikutnya Tera langsung menangis sesegukan. Tangannya mencengkeram seragam sekolah Lea erat.

“Dada gue sakit,” keluh Tera.

“Setelah ini, lo kagak bakal sakit lagi Ra. Gue janji,” ucap Lea.

Tera semakin sesegukan. Kepalanya ia sandarkan di pundak Lea. Lea yang mendengar tangisan Tera mendongak berusaha menahan air matanya yang berkaca-kaca. Hatinya ikut sakit, ia tak suka melihat Tera menangis seperti ini. Pelukannya semakin ia eratkan.

Setelah puas menangis, Lea membukakan bungkus permen bergagang untuk Tera. Ia kemudian menyodorkan permen itu ke Tera. “Makan.”

Tera hanya diam menatap permen bergagang di tangan Lea tanpa berniat mengambilnya dengan pandangan sendu.

Lea menghela nafas. Cewek itu memasukkan permen bergagang ditangannya ke mulut Tera sedikit paksa.

“Jangan terlalu sedih,” tutur Lea.

Tera hanya terdiam.

--------


JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN ❤️

ILY Alfarel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang