Happy reading^^
•
•
•
[Chapter 25 – Still Care or Not]
Beberapa saat lagi, seleksi olimpiade matematika akan dilaksanakan di aula SMA Dirgatara. Seleksi ini akan memakan waktu dua hari. Di hari pertama, dari sekian banyak pendaftar akan diambil sepuluh orang dengan nilai tertinggi. Kemudian esoknya, dari sepuluh orang itu akan diseleksi lagi dan diambil dua orang dengan nilai tertinggi sebagai perwakilan sekolah.
“Lo serius mau ikutan seleksi, Gib?” Kris bertanya skeptis.
Saat ini dia beserta Gibran dan Reza sedang ada di kelas, begitupun dengan Rere dan ketiga sahabatnya.
“Jadi dong, gue nggak akan narik kata-kata gue karena itu adalah jalan ninja gue,” balasnya meniru perkataan tokoh Naruto yang sangat terkenal.
“Ohohoho mantep.” Aeera menimpali, mengacungkan jempolnya ke arah cowok itu.
“Terus kalau mau ikut seleksi, kenapa main hp bukannya belajar gitu? Seleksinya bentar lagi loh,” kata Naswa, sedari tadi dia melihat kalau Gibran fokus pada ponsel saja. Lelaki itu bahkan tidak kelihatan membuka bukunya.
“Ini gue lagi belajar tau, Wa.” Cowok itu menunjukkan ponselnya yang berisi video dari youtuber terkenal.
“Belajar apaan, itu mah lo malah nonton Bang Jerome,” sahut Sak, bergabung dalam obrolan.
“Ya kan, Bang Jerome itu jago matematika, siapa tau kemampuannya nular ke gue hehe.”
“Bagoooosss, lanjutkan bro!” Aeera memukul-mukul pundak Gibran, sementara yang lain memutar bola matanya malas, termasuk Rere yang berdecak tidak suka.
“Kalau nggak niat, nggak usah ikut aja sekalian.” Celetukan Rere membuat Gibran terkekeh. Jika dulu, mungkin lelaki itu akan bersungut-sungut kesal. Tapi entah sejak kapan dia mulai terbiasa dan tidak lagi memasukkan perkataan julid Rere ke dalam hati.
“Gue kan mau dukung lo, makanya ikut seleksi hehee ….”
***
Seleksi olimpiade akhirnya dimulai. Rere mendesis jengkel begitu tahu yang mendaftar lumayan banyak. Bukan karena takut kalah saing, dia justru sangat yakin bahwa nanti pada akhirnya Rere lah yang akan mewakili sekolah. Menurutnya, orang-orang ini dikumpulkan di aula, mengikuti seleksi hanya untuk formalitas semata. Karena itu Rere tidak suka dan menganggap pihak sekolah sudah membuang-buang waktu.
“Lo pasti optimis kepilih jadi perwakilan, kan, Re?”
Selain itu, kenapa tempat duduknya harus berdekatan dengan Delta? Rere sungguh tak habis pikir. Bukan itu yang paling parah, tapi bagian paling buruk ialah dia terjebak di antara tiga cowok yang selalu mengusik hari-harinya.
Bayangkan saja, Delta duduk di sebelah kanan, Gibran di sebelah kiri, Rere berada di antara keduanya, dan terakhir Angkasa duduk tepat di belakangnya. Rere tidak tahu kenapa Angkasa ikut mendaftar, setahunya lelaki itu tidak begitu peduli pada nilai.
“Kok nggak jawab pertanyaan gue, Re? Ah, atau jangan-jangan lo nggak pede karena ada gue, ya? Jangan merasa tersaingi, Re.” Delta bertanya lagi setelah pertanyaan pertamanya tadi tidak mendapat balasan. Dia mengucapkannya dengan nada bercanda, meski sesungguhnya dia tengah mengejek gadis itu.
Jengah mendengar Delta terus berbicara, Rere mau tak mau akhirnya menoleh pada cowok itu. “Gue bahkan nggak pernah merasa bersaing sama lo,” tukas Rere tajam, lalu kembali menatap ke depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are Worth [END]
Teen Fiction- Jika dunia dan seisinya merendahkanmu - *** "Menurut lo, orang yang bisanya ngomong jahat dan kasar masih layak disebut manusia? Masihkah orang kayak gitu berharga?" "Lo tau, lo berharga melebihi ribuan alasan." *** Tinggal bersama Mama yang stric...