Chapter 33 - Little Present For My Girl

34 3 0
                                    

Happy reading

Vote kalau sukaa^^



[Chapter 33 – Little Present For My Girl]

Siang itu, Alisa mendapat pesan dari nomor asing. Ketika dibuka isinya adalah foto-foto Rere bersama seorang lelaki, yang dilihat dari seragamnya pastilah teman sekolah Rere. Memang tidak ada yang buruk dari foto itu, malah jika ditatap lama foto-foto itu tampak manis. Seperti sepasang remaja yang kasmaran dan tengah menikmati masa muda.

Akan tetapi, hal yang membuat Alisa naik pitam adalah keterangan tanggal dan waktu yang tertera di foto itu. Dia menyadari gambar-gambar itu diambil ketika seharusnya Rere sedang mengikuti les. Tidak butuh waktu lama sampai dia menarik kesimpulan bahwa selama ini Rere sering bolos les, hanya untuk bermain bersama teman cowok.

Untuk menguatkan asumsinya, Alisa memanggil supir yang ditugaskan untuk mengantar-jemput Rere. Wanita itu mendesak sang supir untuk mengaku, hingga akhirnya terungkaplah fakta bahwa supir itu disogok oleh Gibran.

Alisa terduduk di sofa saking terkejut mendengarnya, dia tidak menyangka bisa kecolongan oleh Rere. Padahal Alisa merasa sudah baik dalam mendidik dan mengatur anaknya, tapi kenapa Rere selalu main-main? Semua yang dia lakukan semuanya untuk anak itu juga kelak. Alisa hanya ingin Rere memahami itu dan tidak lagi memberontak.

“Kenapa diizinin sih, Pak? Harusnya bapak ikutin kata saya, bukan orang lain, sekalipun itu Rere!” Alisa memarahi sang supir yang hanya menunduk.

“Dikasih apa sih sama anak ingusan itu?” Dia jadi penasaran Gibran menyogoknya dengan apa? Uang? Pekerjaan yang lebih baik? Atau apa?

“Maafkan saya, Bu, tapi saya tidak mengambil apa-apa dari Den Gibran. Dia hanya bilang ingin membuat Non Rere tersenyum. Karena itu saya mau-mau saja bekerja sama dengan mereka,” balas sang sopir.

Benar, saat itu memang Gibran sempat menawarinya macam-macam. Untuk ukuran anak sekolahan, uang lelaki itu sangat banyak. Pun pengaruh orangtuanya yang memiliki banyak koneksi, Gibran menjanjikan pekerjaan untuk keluarganya. Namun supir itu tidak menjawab, dia tidak ingin mengkhianati majikannya.

Barulah ketika Gibran mengatakan ingin membuat Rere tersenyum, ingin melihat gadis kaku itu tertawa dan menikmati masa remaja, sang supir pun luluh juga. Jujur dia merasa kasihan pada Rere, orangtuanya bercerai lantas memiliki mama yang strict parent. Ungkapan tulus Gibran sudah lebih dari cukup untuk membuatnya mengabaikan tugas dari Alisa. Dan meski dia menolak menerima imbalan, Gibran tetap memberikan banyak hal.

Sementara itu, Alisa sempat tertegun selama beberapa saat. Senyum Rere tadi dia bilang? Ekspresi seperti apa itu? Kenapa rasanya seperti … sudah lama Alisa tidak melihat hal tersebut. Mendadak dia diserang oleh perasaan asing seperti … rasa bersalah.

Tetapi secepat perasaan asing itu datang, secepat itu pula ego kembali menguasai hatinya. Alisa langsung menatap tajam supir yang masih berdiri di depannya.

“Ini hari terakhir bapak bekerja di sini,” katanya, memberi sebuah ultimatum.

Supir itu nampaknya menerima keputusan Alisa dengan lapang. Dia menundukkan sedikit badannya dengan sopan lantas berlalu pergi, meninggalkan Alisa yang memijat pelipisnya dengan perasaan campur aduk.

-o0o-

Minggu sore, rombongan sekolah yang kemarin berangkat ke Jerman untuk olimpiade matematika telah kembali ke tanah air. Dari bandara, mereka dijemput ke sekolah menggunakan bus. Setelah tiba, Rere turun dari bus dengan muka datar seperti biasanya. Pun dengan Delta yang berusaha mempertahankan wajah ramah, meski dalam hatinya masih menaruh rasa jengkel atas obrolan mereka di Munich.

You Are Worth [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang