Chapter 2 - Without You

92 17 10
                                    

Vote dulu yaw, happy reading^^

Ketika bangun dari tidurnya, hal pertama yang Rere pikirkan adalah bertemu dengan papanya. Akan tetapi mengingat hari masih pagi dan kemungkinan papanya belum keluar dari kamar, Rere memutuskan untuk berbenah diri terlebih dulu.

Gadis itu sudah membawa seragam dan buku pelajaran yang diperlukan untuk hari ini. Rere tidak pernah melupakannya jika hendak menginap. Tak lama kemudian, Rere keluar menuju meja makan dengan penampilan yang rapi dan cantik. Meski wajahnya masih saja tetap datar.

Rere menarik salah satu kursi lalu duduk sambil membuka ponselnya. Kegiatan itu terhenti saat Rere merasakan usapan lembut di kepalanya. Begitu menoleh, Rere melihat sosok pria paruh baya yang tampan dan gagah.

Gadis itu tersenyum tipis, itu senyum paling lebar kalau menurut Rere. “Papa,” panggilnya.

“Selamat pagi, putri papa. Maaf ya, semalam papa pulang telat jadi nggak liat kamu.” Papa Rere, Alfaro, menarik kursi dan duduk di sebelah anaknya.

“Nggak apa-apa.”

Keduanya mulai mengobrol hal-hal kecil, Rere yang selalu terlihat suram kini tampak sedikit lebih menunjukkan ekspresi cerianya. Dari kejauhan, Rea memperhatikan kedekatan Papa dan anak itu. Hatinya memanas melihat bagaimana suaminya memberikan kasih sayang yang sangat banyak untuk Rere. Meskipun Alfaro bersikap adil pada anaknya, Angkasa, tapi Rea merasa tidak terima jika Rere mendapat perhatian itu pula.

Bagi Rea, Alfaro hanya miliknya dan Angkasa saja, pria itu seharusnnya tidak ada hubungan lagi dengan mantan istrinya maupun anak kandungnya.

Tak tahan melihat pemandangan harmonis itu, Rea bergegas mendekat dan bergabung di meja makan. Wanita itu segera duduk di depan Alfaro, menatap Rere seolah ingin disapa. Namun setelah beberapa detik, remaja itu tetap acuh dan malah asyik bersandar di bahu papanya.

“Mas, kayaknya Rere makin nggak suka sama aku, dia nggak nyapa aku.”

“Itu tau.” Rere menyahuti ucapan Rea.

Alfaro segera menengahi, tahu kalau dua perempuan itu tidak akur. Selama ini dia selalu bersikap seadil mungkin terhadap keduanya. “Udah nggak apa-apa, mungkin Rere masih perlu waktu untuk akrab sama kamu.”

“Nggak mau, nggak akan.” Rere cemberut.

Percayalah, hanya kepada papanya saja gadis itu bisa menunjukkan ekspresi manjanya. Orang-orang tidak akan tahu seorang Rere yang terkenal seperti ice princess bisa bersikap seperti ini.

Mendengar kalimat Rere, Rea memasang wajah lesu dan sayu, seakan menunjukkan kalau wanita itu tengah sangat sedih. Alfaro mengusap punggung tangan Rea di atas meja. Rere berdecih dalam hati, mengumpati kelakuan wanita ular itu. Juga merutuk kenapa papanya mudah sekali iba.

“Selamat pagi semua.” Sapaan itu membuat Rere, Alfaro dan Rea menoleh pada asal suara.

Angkasa, lelaki dengan tinggi rata-rata, kulit putih, hidung mancung, bibir tipis dan tatanan rambut sedemiakan rupa terlihat tampan dan segar. Apalagi senyum tipis tersungging di bibirnya, menambah kadar ketampanan cowok itu.

Jika Alfaro dan Rea balas tersenyum, maka beda lagi dengan Rere yang memutar bola mata malas. Terlihat cuek walau sebenarnya gadis itu tengah menyembunyikan tangannya yang agak bergetar.

Rere … tidak pernah baik-baik saja di dekat Angkasa.

“Pagi, adek tersayang,” sapa Angkasa ketika melintasi bangku Rere, tidak lupa mengecup puncak kepala gadis itu.

You Are Worth [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang