Eiyoo I'm back 😂 hehe
Happy reading yaw
•
•
•
Ketika senja tiba, Gibran dan Rere yang sudah bolos seharian akhirnya memilih untuk pulang. Keduanya berjalan kaki di bawah langit oranye yang hangat, saling bergandengan tangan dan menikmati momen.
Rere hendak menginap lagi di rumah Gibran, belum ada keinginan untuk pulang meski mama dan papanya mulai meneror lewat pesan. Rere sedikit takut dengan mereka, apalagi setelah mendengar penjelasan Angkasa. Bisa jadi Alvaro mencari Rere hanya untuk menyalahkannya atas insiden yang menimpa Rea. Gadis itu bingung bagaimana harus menjelaskan semua pada sang papa, tidak ada bukti yang bisa dia tunjukkan.
Perasaan takut dan gelisah Rere dengan mudah terbaca oleh Gibran, sebab lelaki itu kini mengeratkan genggaman tangan mereka. Hal tersebut membuat Rere menoleh dan langsung disuguhi senyuman manis Gibran. Senyum yang seolah mengatakan, ‘tenang, semua bakal baik-baik aja’.
Rere balas tersenyum, lantas keduanya melanjutkan langkah menuju rumah yang hanya beberapa meter saja.
“Lah, kok mereka di sini?” bingung Gibran saat melihat beberapa motor terparkir di halaman rumahnya. Motor-motor yang sangat tidak asing di mata lelaki itu, malahan salah satunya adalah motor dia sendiri. “Re, kayaknya ada Kris sama Reja deh. Otomatis kalau ada mereka, pasti ada Sak dan yang lain juga.”
Sejenak, Rere bergeming sampai langkahnya terhenti. Sebenarnya setelah apa yang terjadi, Rere merasa ingin menghindar dari teman-temannya. Dia merasa bersalah dan tidak layak. Namun Rere tidak ingin mereka meninggalkan dirinya seperti sang papa meninggalkan Rere.
“Nggak papa, gue bakal bicara sama mereka.”
Gibran mengangguk senang, dia ingin Rere lebih terbuka pada orang di sekitarnya. Rere harus tahu bahwa dia tidak pernah sendiri, selalu ada orang-orang di sampingnya yang akan terus peduli apapun yang terjadi.
Memasuki rumah, mereka disambut oleh enam remaja dengan seragam sekolah. Ada Kris, Sak, Reza, Aeera, Naswa dan Ogi. Gibran tidak menyangka Ogi akan ikut, tapi setelah dipikir-pikir lagi belakangan ini cowok itu memang selalu pergi bersama Naswa.
“Rereee, huwaa lo kemana ajaa? Telpon gue nggak lo angkat, chat nggak dibales, sumpah deh bikin khawatir tau. Gue takut banget lo kenapa-napa, mana besoknya pake bolos segala. Ree, lo kok tega banget nggak kabarin gue?”
Yang pertama bicara adalah Naswa, cewek bawel itu dengan dramatisnya langsung maju memeluk Rere.
“Elah, Wa, Rere nya suruh duduk dulu napa,” sela Gibran sambil geleng-geleng kepala.
“Owh iya, sorry.” Perempuan itu menarik Rere untuk duduk di sofa panjang, tepat dihimpit oleh Sak dan Aeera.
Saat Gibran hendak ikut duduk, Naswa justru mendorong lelaki itu. “Mending yang cowok-cowok pada pergi.”
“Lah, ini rumah gue woyy.”
“Ish, kasih space buat kita susah amat dah.”
Gibran mendengkus, memang susah kalau sudah melawan Naswa.
“Dahlah, ke kamar lo aja Gib, main ps,” ajak Kris.
“Yodah gass.”
Empat cowok itu pun beranjak menuju lantai dua. Sebelum pergi Gibran membuat ulah dengan mengelus kepala Rere penuh kelembutan. Sontak hal itu membuat Sak, Aeera dan Naswa menganga.
“Apa itu tadi woyy?” seru Aeera, syok.
“Re, lo sama Gibran pacaran? Kok nggak bilang?” Sak sama kagetnya dengan Aeera.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are Worth [END]
أدب المراهقين- Jika dunia dan seisinya merendahkanmu - *** "Menurut lo, orang yang bisanya ngomong jahat dan kasar masih layak disebut manusia? Masihkah orang kayak gitu berharga?" "Lo tau, lo berharga melebihi ribuan alasan." *** Tinggal bersama Mama yang stric...