Happy reading :')
•
•
•
[Chapter 34 – Lost Control]
Suatu hari, setelah interaksinya dan Gibran semakin intens, Rere pernah bertanya satu hal pada Sak. Dia bertanya ketika mereka hanya berdua saja, menunggu kehadiran Naswa dan Aeera.
“Sak, lebih playboy Kris atau Gibran?”
Entah mendapat ide dari mana, Rere tiba-tiba membandingkan kedua cowok itu. Syakira adalah orang yang tepat untuk ditanyai. Meskipun cewek itu pacar dari Kris tapi Sak adalah orang yang objektif ketika dimintai pendapat tentang seseorang. Pun karena cewek itu mudah memahami karakter orang lain.
“Heum, gimana ya, sebenarnya nggak bisa dibandingin sih Re. Karena mereka punya motif yang beda. Cuma yang bisa gue bilang, Gibran nggak pernah pacaran sama dua cewek di waktu yang bersamaan. Sedangkan Kris pernah deket sama cewek lain pas lagi punya pacar. Lo bisa ambil kesimpulan dari situ.”
“I see.” Rere mengangguk. “Tapi setelah sama lo Kris nggak pernah lirik cewek lain kan?”
“Enggak, dia udah kena kutukan bucin mampus sama gue.” Sak menjawab dengan setengah bercanda, membuat Rere mengulas senyum tipis. “Lo sendiri, setelah deket sama Gibran, udah lebih kenal sama cowok itu?”
Tidak langsung menjawab, Rere menghela nafas panjang terlebih dulu. “Gibran … walaupun kadang gesrek, rasanya gue jadi tahu kenapa banyak perempuan yang mau sama dia.”
“Kenapa tuh?”
“He gave his heart fully,” jawab Rere. “Tapi itu sekaligus ngebuka pertanyaan baru.”
“Pertanyaan apa?”
Saat itu Rere tidak sempat memberi tahu Sak sebab kehadiran Naswa dan Aeera. Namun kini dia kembali mengingat hal tersebut usai mendengar penuturan Gibran.
“Nggak perlu, karena ini hak lo. Lo berhak dapet princess treatment dari gue.”
See? Gibran memberikan seluruh hatinya untuk siapapun perempuan yang dekat dengannya. Berangkat dari sana, the affection, the loyalty and princess treatment pun akan dia tunjukkan. Dengan semua sikap itu, kenapa umur hubungan Gibran selalu pendek? Itulah pertanyaan Rere, Gibran disebut playboy pun karena cowok itu sering putus lantas menemukan pasangan baru dengan cepat.
Akan tetapi itu hanya sebatas pertanyaan yang tak tersampaikan. Saat mobil Gibran tiba di depan pintu rumah Rere, dia tak juga membahas hal itu.
“Gue pulang, ya,” pamit cowok itu usai menyerahkan koper Rere.
“Hm.”
“Hm doang?” tanya Gibran yang sudah duduk di kursi kemudi dengan kaca jendela yang terbuka.
“Hati-hati.”
“Hati-hati aja?”
Alis Rere berkerut, apa sebenarnya yang diinginkan cowok ini? Mana tatapan matanya tampak memelas seperti anak kucing.
Mengerti raut kebingungan Rere, Gibran hanya terkekeh. Dia berharap gadis itu menambahkan panggilan manis untuknya, seperti sayang, baby, atau apapun. Tapi sepertinya itu mustahil.
“Bercanda, gue pergi ya. See you.” Gibran melambaikan tangannya. Dengan patah-patah, Rere membalas lambaian tersebut. Bahkan sampai mobil itu hilang di tikungan, Rere masih belum beranjak dari tempatnya.
-o0o-
Alisa melempar foto-foto yang ia dapat tadi siang ke atas meja, membuat nafas Rere tercekat seketika. Beberapa saat lalu, baru saja dia menunjukkan medali juara duanya ke hadapan sang mama. Rere sudah mempersiapkan diri jikalau tiba-tiba Alisa marah dan tidak puas. Akan tetapi, bukan luapan amarah yang dia dapat, melainkan lembar-lembar foto yang bisa dia kenali dengan cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are Worth [END]
Teen Fiction- Jika dunia dan seisinya merendahkanmu - *** "Menurut lo, orang yang bisanya ngomong jahat dan kasar masih layak disebut manusia? Masihkah orang kayak gitu berharga?" "Lo tau, lo berharga melebihi ribuan alasan." *** Tinggal bersama Mama yang stric...