Chapter 28 - Sweet Promise

68 6 10
                                    

Hahh akhirnya up lagi:) Hampir aja kelupaan cerita ini sksksk

Happy reading:)

[Chapter 28 – Sweet Promise]

Rere sudah memperkirakan hasil seleksi olimpiade kemarin. Dua orang yang akan mewakili sekolah dalam olimpiade matematika tingkat internasional adalah Rere dan Delta.

Sudah dia bilang, sekolah hanya membuang-buang waktu dengan mengadakan seleksi itu, karena hasil akhirnya pasti ada pada Rere dan Delta lagi.

Pada jam istirahat hari ini, Rere dan Delta dipanggil ke ruang guru untuk membahas persiapan olimpiade yang akan dilaksanakan kurang lebih sebulan lagi.

“Mulai besok, kita akan belajar dan latihan bersama setiap jam isirahat pertama, nggak masalah, kan?” tanya Bu Kalila, guru pendamping mereka.

“Nggak masalah dong, Bu, kalau mau kita juga bisa ambil jam istirahat kedua buat latihan,” sahut Delta antusias.

Rere yang mendengarnya memutar bola mata malas. “Dasar caper,” gumam cewek itu pelan, namun masih terdengar oleh Delta, membuat lelaki itu tersenyum paksa.

“Ahaha kamu bisa aja, memang ya anak OSIS itu semuanya  hebat. Kamu nggak mau masuk OSIS juga, Retha?” Bu Kalila malah termakan perkataan Delta, parahnya guru dengan penampilan elegan itu menawarkan OSIS pada Rere.

“Nggak, makasih,” jawab gadis itu, singkat.

Tentu saja Rere tidak berniat mencemplungkan diri ke dalam OSIS, sudah bagus dia bisa bertahan ketika dibebani seabrek jadwal les. Jangan sampai dia mendapat beban lebih banyak lagi, bisa betulan gila nanti. Dan untung saja mamanya tidak terlalu terobsesi dengan OSIS, Alisa hanya terus menuntut Rere memiliki banyak skill.

Bu Kalila tersenyum maklum mendapati respon Rere yang begitu pendek dan datar. Rumor bilang memang begitulah sikap gadis itu.

“Oke itu saja, kalian bisa lanjutkan istirahat. Jangan lupa besok belajar bersama di perpustakaan, ya.”

Sedetik setelah Bu Kalila mengatakan kalimat penutup itu, Rere langsung melesat keluar dari ruang guru. Dia melangkah di koridor yang lumayan ramai karena sedang jam istirahat. Tiba di depan pintu kantin, gadis itu tiba-tiba menghentikan kakinya. Suasana yang dua kali lipat lebih ramai dari koridor itu cukup mengganggu telinganya.

Memang ada waktu-waktu tertentu dimana Rere tidak bisa tahan dengan suasana ribut di kantin. Selama ini dia bisa diam dan menahan diri karena sedang bersama ketiga temannya. Namun sekarang, Rere tidak yakin sanggup berada di sana.

Maka dari itu, dia memutar tumitnya, memutuskan untuk pergi menjauhi kantin. Tujuannya sekarang adalah perpustakaan, tempat paling hening di sekolah. Gadis itu melewati jajaran rak-rak berisi berbagai buku, terus masuk ke dalam tepatnya ke tempat paling sudut. Dia kemudian duduk selonjoran di lantai dan menyumpal telinga dengan earphone.

Alunan instrument musik klasik mulai terdengar seketika. Nada dan dawai yang lembut seakan sedang menenangkan kegelisahan Rere. Entahlah, mendadak dia merasa gelisah tanpa alasan sampai perutnya mual.

Rere memejamkan mata dengan alisnya yang mengerut. Ugh, dia tidak suka perasaan gelisah ini.

“Apa yang lo pikirin, Re?” bisikan seseorang dan sentuhan halus di alisnya yang berkerut membuat mata Rere kembali terbuka.

Netra cewek itu membulat ketika melihat sosok Gibran di depannya dengan jarak yang cukup dekat. Anehnya, Rere seakan kehilangan kendali atas tubuhnya hingga tidak bisa mendorong cowok itu menjauh. Sebaliknya, dia malah membiarkan Gibran duduk di sisinya dan mengambil sebelah earphone yang ia kenakan.

You Are Worth [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang