EPILOG

30 2 0
                                    

Happy reading ^^

Seorang pria paruh baya tengah duduk termenung di kursi kerjanya. Setiap hela nafas yang keluar dari celah bibirnya terdengar begitu berat seakan menyimpan segudang beban. Alfaro memijat pelipis yang berdenyut, raut wajah pria itu tampak tidak baik. Tergambar penyesalan yang begitu mendalam di sana.

Netranya jatuh pada figura di atas meja, tepat pada foto sang putri. Kilasan ingatan tentang tangannya yang melayang menampar Rere kembali terputar. Apa yang merasuki otaknya hari itu? Bagaimana dia bisa sekasar itu pada Rere? Putri satu-satunya yang sangat berharga, yang selalu dia jaga dan limpahi kasih sayang sejak dulu.

Alfaro begitu buta melihat penderitaan Rere. Sama sekali tidak menyadari bahwa pernikahan keduanya membawa dampak dan perubahan buruk bagi sang putri, membuat anak itu harus menanggung sakit dan luka sendirian. Dia juga begitu bodoh tidak menyadari sifat menipulatif Rea dan Angkasa. Kini setelah perlakuan buruk yang dilakukan Rea dan Angkasa di belakangnya terungkap, yang tersisa bagi Alfaro hanyalah penyesalan.

Selain fakta bahwa Rea berusaha memfitnah Rere, Alfaro juga mengetahui pertengkaran-pertengkaran mereka dari kesaksian asisten rumah tangga. ART itu yang memberitahunya bahwa Rea serta Angkasa itu bermuka dua dan tidak benar-benar baik.

Namun hubungan masa lalu yang terjadi di antara mereka tidak serta merta membuat Alfaro bebas menghukum keduanya. Bagaimana pun Alfaro pernah berdosa dengan menabrak suami Rea. Meski begitu, untuk melanjutkan pernikahan ini pun Alfaro sudah tidak bisa. Setelah berpikir banyak, pria itu memutuskan untuk menceraikan Rea dengan memberikan sebagian asetnya pada wanita itu.

Kini Alfaro hanya ingin fokus pada putrinya saja, menembus momen-momen yang terlewat sebelumnya. Dia ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan Rere. Akan tetapi, pertama-tama Alfaro harus meminta maaf pada putri cantiknya terlebih dulu.

Tidak jauh berbeda dengan Alfaro, Alisa juga tampak menyesali semua sikapnya selama ini. Wanita paruh baya yang mewariskan kecantikan pada Rere itu tengah berdiri termenung di depan lemari kaca. Sebuah etalase yang menyimpan berbagai piala, piagam dan sertifikat Rere. Baru terpikir sekarang semua penghargaan itu Rere dapatkan dengan usaha yang tidak main-main. Dan dia sebagai ibu malah semakin menuntut ini-itu seolah tidak pernah puas.

Tempo hari, kata-kata yang disampaikan Gibran berhasil menamparnya cukup keras. Betapa selama ini dia begitu buruk memperlakukan Rere, menganggap Rere robot yang bisa melakukan segalanya padahal anak itu juga butuh diberi apresiasi dan kasih sayang. Alisa cukup terenyuh ketika Gibran terus menerus memuji Rere, bilang Rere cantik, baik, pintar seakan di mata cowok itu Rere adalah sosok yang benar-benar berarti.

Hal itu membuat Alisa malu dan tidak punya muka lagi. Namun bagaimanapun mulai sekarang dia akan memperbaiki semuanya satu per satu. Dia akan berusaha untuk menggapai anaknya dan meminta maaf dengan setulus hati.

-o0o-

“Ah, seger banget di sini. Pantes lo betah dan jadiin tempat ini markas rahasia lo.”

“Sekarang bukan rahasia karena lo udah tau.”

“Iya juga, selain gue siapa lagi yang tau?”

“Heum, Delta.”

“Loh, kok si ketos bisa tau sih?”

Rere terkekeh mendengar nada suara Gibran yang tampak tidak terima. Gadis itu kemudian menceritakan secara singkat kalau Delta pernah tidak sengaja bertemu Rere di sini. Di danau tempat dia menenangkan diri yang akhirnya menjadi spot favorit.

“Kayaknya kita harus cari tempat rahasia baru, yang cuma kita doang yang tau.”

“Terserah sii.”

“Btw gimana soal mama papa lo?”

“Yeah, mereka minta maaf sama gue dan mulai nunjukkin perhatian. Tapi anehnya, gue ngerasa biasa aja. Padahal kalau diinget-inget kan ini yang gue mau, perhatian dari mama sama papa. Gue nggak seneng, tapi dibilang benci sama perubahan mereka juga nggak. Rasanya kayak … hambar aja.”

“Pelan-pelan aja Re, mungkin masih ada bagian dari diri lo yang belum siap buat nerima mereka kembali. But it’s okay, seiring berjalannya waktu, lo bakal bisa menerima mama dan papa lo lagi, maafin yah semua yang udah terjadi.”

Rere tersenyum simpul. “Iya, gue bakal berjalan pelan-pelan, dan asal lo ada di samping gue, gue ngerasa semuanya bakal baik-baik aja.”

“Kalau gitu, gue bakal ada di sisi lo terus.” Gibran meraih tangan Rere, kemudian mengisi ruas jemari gadis itu dengan miliknya.

“Omong-omong, gue penasaran kenapa lo sering putus dan pacaran lagi dalam waktu dekat?”

“Random banget, Re.”

“Tiba-tiba pengen tau.”

“Yaa, gitulah nggak cocok. Ada macam-macam alasan juga yang bikin putus, pernah karena ceweknya selingkuh, pernah juga karena ceweknya bosen.”

“Terus kalau sama Sierra? Dia mantan lo kan?”

“Lo tau Sierra?”

“Nggak sengaja pernah liat lo sama dia.”

“Oh, kalau sama dia putus gara-gara Sierra mendadak suka sama cowok lain. Dia mutusin gue biar bisa ngejar cowok itu.”

“Kok lo nggak pertahanin dia?”

“Simpel, karena dianya nggak mau.”

Kening Rere berkerut samar. “Kok beda sama gue? Gue juga kan dulu nggak mau tapi lo terobos terus.”

Gibran sontak menyemburkan tawanya. “Iya beda, karena lo kan spesial. Lo juga cinta pertama gue, apapun alasannya apapun halangannya bakal gue tabrak ugal-ugalan.”

“Dih.”

Meski di bibir berkata ‘ih’, tapi sebenarnya Rere tersipu. Pipi gadis itu merona, merasa salah tingkah sendiri. Entah bagaimana hubungannya dengan Gibran kelak, yang pasti dia menikmati kebersamaan dan keakraban ini. Sama seperti Gibran, Rere juga akan melakukan apapun untuk mempertahankan genggaman hangat tangan mereka.

-o0o-

Pokoknya makasiii bnyk yang udah baca, vote dan komen

Maap kalau endingnya kurng memuaskan wkwkwkk

Ketemu lagi di ceritaku yang lainn yaaa

Bubyee 👋👋

You Are Worth [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang