Sementara di keluarga 'kim," Irene terus saja meraung, ingin melepaskan diri dari pelukan Suho. Ia ingin mengejar Jisung, yang pergi dari rumah ini.
Namun, pelukan dari sang kepala keluarga membuatnya tak bisa melepaskan diri. Berdiam diri dengan tangan yang berusaha bisa terbebas dari jeratan sang kepala keluarga.
"Aku mohon mas, lepaskan aku," ujar Irene memohon, untuk yang kesekian kalinya. Tangannya berusaha melepaskan, menarik untuk bisa terbebas dari pelukan yang berakhir menjadi sebuah cengkraman.
"Enggak. Kamu gak boleh mengejar anak itu!" tekan Suho tak mengendorkan tangannya. Meskipun Irene telah mengeluarkan seluruh tenaganya, namun suaminya masih bisa bertahan.
"SUHO.. CUCU AKU BISA SAJA KENAPA-NAPA!" Teriakan dari Irene tak meruntuhkan pertahanan si pria paruh baya itu.
Jeno yang sedari tadi yang melihat hal tersebut hanya berdiam diri. Sebenarnya tak tega melihat ibunya meraung seperti itu karena demi Jisung. Namun, ia juga tak setuju jika Irene keluar seperti orang kesetanan yang ingin mengejar Jisung.
Setidaknya, biarkanlah Irene tenang lebih dulu. Dan memakai pikirannya untuk tidak berlari di tengah derasnya hujan.
"JENO! Bawa Jisung pulang!" pinta Irene pada putranya. Ia sudah lemas, tenaganya sudah melemah akibat terlalu keras berusaha.
"Jangan terlalu memikirkannya!" tekan Suho tak suka. Ia sendiri heran, sejak Jisung lahir Irene begitu menyayangi anak itu. Padahal jelas-jelas bagi Suho, Jisung itu adalah suatu pengganggu di keluarganya.
"Hei kalian. Bawa istri saya ke kamar. Dan kunci pintunya untuk malam ini!" perintah Suho pada bodyguard yang berada di rungan itu.
Mereka langsung menurut mendekat. Meski Irene sudah memberontak dan menggelengkan kepalanya, ia masih tetap diseret hingga masuk kedalam kamar. Tak lupa, pintunya dikunci, seperti yang di perintahkan Suho tadi.
"SUHO! JENO! BUKA PINTUNYA!!!" teriak Irene frustasi didalam kamarnya. Sungguh, ia selalu tak suka dengan sikap Suho yang selalu saja akan marah jika menyangkut Jisung. Suho begitu membenci Jisung, tanpa tahu jika Jisung sebenarnya sangat menyayangi kakeknya itu. Meski sudah ribuan kali ia tertolak.
"Suatu hari nanti kalian akan menyesal!" batin Irene dengan air matanya. Tak ada yang bisa ia lakukan, kecuali berdoa. Berdoa demi keselamatan cucunya, dan ia bisa segera pulang.
Di ruang makan, Jeno masih berdiam kaku. Suho pergi keruang kantornya, ada sesuatu yang harus ia bereskan. Ia perlahan mendudukkan dirinya di kursih makan, dengan perasaan campur aduk.
Seketika, ruangan ini menjadi sangat sunyi, tak ada suara. Di ruang makan inipun hanya ada dirinya, para maid ia suruh untuk pergi. Jeno butuh waktu sendiri.
"Mengapa menjadi begitu rumit."
*****
Di rumah keluarga Park, Jisung sedang duduk canggung dengan pasangan suami istri itu. Sedari tadi mereka mengajak Jisung untuk berbicara, dan Jisung sendiripun tak merasa risih, ia akan menjawab jika memang perlu, dan hanya mengangguk atau tersenyum jika hal yang ditanyakan oleh mereka tidaklah terlalu penting untuk dijawab.
Di tengah asiknya mengobrol itu, ini pertama kalinya Jisung merasakan sedang berada di salah satu mimpinya, yaa.. Mengobrol bercanda dengan orang tua yang lengkap, menikmati sisa hujan diluar, yang mengguyur bumi. Meski tahu kenyataannya, ia hanyalah orang asing yang tersesat berada di sini.
Seorang maid datang, membuat perhatian ketiganya langsung berfokus padanya. Dengan menunduk hormat ia mengatakan, "Nyonya, dokter Kyung-soo sudah datang."
Wendy langsung merespon, "baiklah, tolong suruh dia kemari."
Mendengar kata dokter, Jisung langsung mengernyitkan alisnya, bingung. Mengapa pemilik rumah ini malah memanggil seorang dokter. Siapa yang sakit itulah yang ada dibenaknya.
Tak berselang lama pun, seorang doktor datang. Dengan jaz putih kebanggaan ia menyapa Chanyeol dan Wendy layaknya sahabat. Lalu duduk di samping Chanyeol, dengan sedikit bercanda.
Pandangannya kini teralihkan pada seorang anak yang sedari tadi hanya diam, menyimak. Anak lelaki itu tak ikut dalam obrolan, namun sedikit demi sedikit ia melirik kearah dokter Kyung-Soo, orang asing berikutnya.
"Ada perlu apa memanggilku kemari?" tanya dokter Kyung-Soo yang sudah mulai serius. Ia menatap pada kedua orang dewasa, yang sama-sama memandangnya juga.
"Ini, Jisung dia baru saja kehujanan. Saya takut dia demam," ujar Wendy dengan nada khawatir. Ia menunjuk kearah Jisung yang kebingungan.
Mendengar namanya di sebut, Jisung langsung menggeleng-gelengkan kepalanya. Tak setuju dengan keputusan dari Wendy.
"Maaf, nyonya. Tapi saya tidak perlu dokter. Saya baik-baik saja."
Ucapan Jisung, langsung ditatap oleh ketiganya. Tak ada kemarahan dari raut wajah mereka, namun justru rasa khawatir lah yang di perlihatkan.
"Nak.. Tak ada yang tahu bagaimana keadaan kamu sebenarnya. Bisa saja kamu demam. Dan untuk memastikan biarkanlah dokter Kyung-Soo, untuk memeriksa mu. Dia juga dokter yang baik, dan ramah pada anak-anak."
"Betul itu. Dokter Kyung-Soo ini sangat menyukai anak kecil, namun sayangnya sampai saat ini ia belum di karunia seorang anak," ucapan Chanyeol langsung membuat Jisung menoleh pada dokter Kyung-Soo.
Meski tak terbaca, namun Jisung memahami jika dokter dihadapannya memang ramah dan baik. Juga sadar atau tidak, dokter Kyung-Soo memang tampak sedikit sedih.
"Tapi saya sudah remaja. Bukan anak-anak lagi. Saya sudah empat belas tahun," Jisung mengoreksi ucapan keduanya yang seolah menganggap Jisung itu masih kanak-kanak.
"Benarkah? Tapi wajahmu masih seperti bayi," Wendy berucap bercanda, ia hanya suka melihat wajah kesal dari Jisung. Anak ini unik, dan membuatnya ingin mengenal dia lebih dalam.
"Jisung... Bibi mohon, mau ya? Saya cuma ingin memastikan keadaan kamu memang baik-baik saja. Saya khawatir, melihat wajahmu sangat pucat seperti ini," apa yang dikatakan oleh Wendy memang benarlah adanya. Ia mengkhawatirkan anak remaja di sampingnya ini. Mungkin karena dia yang menginginkan seorang anak laki-laki, namun tak bisa karena rahimnya harus di angkat. Saat tak sengaja kecelakaan dan membuat calon adiknya Winter meninggal dalam kandungan.
"Kalau boleh tau, anak ini siapa? Sepupunya Winter?" sebelum Jisung sempat berbicara. Dokter Kyung-Soo langsung memotong pembicaraan mereka. Ia sendiri kebingungan karena tak mengenal siapa remaja yang berada di tengah-tengah mereka.
"Namanya Jisung. Ia tersesat di jalanan, dan ia tak tahu alamat rumah, tidak membawa handphone. Ia baru tiba di Korea dan ini pertama kalinya ia berada disini. Aku menemukannya di pinggir jalan, aku tak tega meninggalkannya sendirian dalam keadaan pucat. Aku membawanya kemari agar ia bisa istirahat. Dan besok, jika ia mau. Kami akan membawanya untuk mencari orangtuanya. Orang tuanya pasti sangat khawatir jika Jisung tak pulang," jelas Wendy.
Kyung-Soo menganggukkan kepalanya paham. Sebuah senyuman tulus ia berikan pada Jisung dan di balas oleh anak itu.
"Baik. Saya mau di periksa."
Wendy langsung senang, lalu mengantar mereka ke ruang tamu, yang kiranya ini akan menjadi tempat tidur bagi Jisung malam ini.
4 agustus 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah dengan Duda! (Jeno X Winter Ft. Jisung)
Ngẫu nhiên"What? Menikah dengan duda!" teriak seorang remaja dengan suara yang keras. "T-tapi... Kalau dudanya setampan dia sih, siapa yang nolak," ucap gadis itu dengan senyuman lebar. Memandangi seorang pria tampan yang tepat berada hadapannya. Ini kisah Wi...