Seorang wanita membuka pintu ruang rawat, tempat dimana sang anak sedang terbaring sakit. Saat pertama kali memasuki ruangan ini, air mata Karina langsung berjatuhan apalagi ketika pandangannya melihat sosok yang selama ini ia rindukan. Namun, dalam keadaan terbaring lemah.
Karina berjalan dengan perlahan menuju pada sosok berlian paling berharga yang dimilikinya. Meski tidak akan yakin, jika Jisung akan menerima dirinya. Tapi, Karina bertekad akan mengambil alih Jisung dari mereka. Ia tak akan membiarkan putranya terus menderita di rumah bak istana itu, namun cucunya sendiri di perlakukan tak layak.
Karina mengamati wajah anaknya. Untuk yang pertama kalinya, ia dapat melihat secara langsung rupa anak yang pernah di kandungnya. Anak yang ditinggalkannya saat ia sudah lahir ke dunia. Semuanya semata-mata Karina lakukan, adalah untuk keselamatan putranya. Ia selalu berharap, Jisung tak kekurangan sedikitpun, termasuk kasih sayang seorang ayah dan ibu.
Namun kenyataannya, ancaman Dongwan memang terwujud untuk membuat Jisung tetap bisa hidup. Tapi tidak dengan membiarkan Jisung hidup bahagia. Lagi pula, Karina sangat tahu, Jisung baru bisa sedikit terbebas dari siksaan dan hinaan Dongwan juga Suho, setelah Irene memaksa Jeno untuk membawa Jisung tinggal di China. Dan syukurlah, selama disana, Jisung tak lagi diganggu oleh Dongwan maupun Suho, akan tetapi dia harus menghadapi sikap dingin Jeno, juga bullyan di sekolahnya.
Dengan isakan pilu, tangan Karina perlahan terulur untuk menyentuh wajah Jisung. Wajah putranya yang berhasil ia bawa kedunia, kini sudah tumbuh besar menjadi remaja yang tampan. Andai saja, takdir Jisung lebih baik dari ini. Pasti ia tak perlu menyembunyikan tangisnya dari orang-orang yang ia sayangi.
"H-halo Jisung, s-saya-"
"E-eomma kamu," lanjut Karina setelah beberapa menit hanya diam, menatap setiap inci wajah putranya. Ia merasa menjadi ibu yang paling beruntung, sekaligus paling jahat di dunia ini.
"Anak eomma, udah besar. Sayang banget ya nak, eomma gak ada saat kamu butuh, eomma gak ikut serta dalam pertumbuhan kamu. Menemani kamu belajar berbicara, belajar berjalan, lari, bermain. Eomma memang jahat yang tega ninggalin kamu, sebelum kamu bisa mengenal eomma."
"Mungkin beribu-ribu kata maaf, tak akan bisa menebus kesalahan eomma. Dengan tak tahu malunya, eomma baru datang sekarang. Setelah empat belas tahun meninggalkan kamu nak. Sekarang eomma akan berusaha untuk menebus kesalahan eomma. Jisung, semoga kamu tidak pernah membenci eomma nak."
Terharu, bahagia, sedih, bercampur menjadi satu. Karina rasanya ingin segera membalas perbuatan Dingwan yang menjadi penyebab Jisung terbaring di rumah sakit saat ini. Tadinya, saat perjalanan pulang menuju rumah sakit. Penyebab Jisung pingsan, karena semalaman di kunci di gudang. Tanpa belas kasihan, mereka memperlakukan Jisung, karena tak pulang kerumah satu hari. Bahkan tanpa berniat mendengar alasan Jisung tak pulang pada saat ini.
"Kim Dongwan, mungkin dulu anda memang bisa memperbudak saya. Tapi, saat ini saya tidak akan pernah membiarkan Jisung menanggung dendam anda. Saya tidak akan membiarkan anda menyakiti dia lagi. Apapun akan saya lakukan untuk membuat Jisung bisa menjalani hari-hari dengan baik, selayaknya anak seusianya."
Amarah Karina membuncah. Meskipun, tak menyaksikan secara langsung bagaimana Dingwan, Suho, beserta Jeno menyakiti hati Jisung. Tapi ia bisa merasakan betapa sakitnya, betapa beratnya luka yang dipendamnya. Bertopeng dengan wajah ceria tapi menanggung luka yang hanya dirinyalah yang paham.
Tangan Karina kini, mengelus surai hitam Jisung dengan lembut, penuh kasih sayang. Tiba-tiba, ia kepikiran untuk membawa Jisung, kabur dari rumah sakit ini. Situasinya sedang aman, tak ada yang menjaga Jisung saat ini.
Tetapi, Karina tidak ingin dikatai penculik. Karena ia sendiri tak bisa menjamin, bagaimana reaksi Jisung ketika ia tiba-tiba datang dihadapan anaknya. Entah akan syok, marah, benci, kecewa, atau justru mau menerimanya. Karina hanya berharap, ia tidak akan dibenci oleh Jisung, meskipun anak itu tak menerima kehadirannya lagi.
"Eomma egois ya Jisung. Benar-benar egois, yang tega membiarkanmu tinggal bersama para pria jahat itu. Jisung, apakah Jeno memang tak sepenuhnya menerima kamu nak? Bahkan pada saat ini?"
Hal yang paling sulit diterima oleh Karina, ketika ia mendapatkan informasi jika sampai saat ini Jeno tetap bersikap dingin pada Jisung. Karina tidak paham, mengapa Jeno tak bisa menerima kehadiran Jisung bahkan setelah empat belas tahun lamanya. Waktu empat belas tahun, bukanlah waktu yang singkat untuk bisa mencairkan hatinya sendiri, meredam dendamnya karena sebuah kesalahan dimasa lalu. Tapi sepertinya, memang Jeno sendirilah yang tak bisa membuka hati, untuk sedikit menerima kehadiran Jisung di hidup pria itu.
"Jen, jika kamu sadar, betapa berharganya Jisung. Aku yakin, kamu gak akan pernah menyia-nyiakan waktu empat belas tahun itu dengan cara mengabaikan dia. Jeno, tidak bisakah kamu mengerti, jika Jisung hanya berharap pengakuan dari kamu sebagai ayahnya. Mengapa sampai kini, dendam karena kehadiran Jisung yang menyebabkan masa depan kamu hancur, tidak bisa lupakan. Dia bukan penyebab kehancuran dan takdir ini, Jeno. Aku harap hati kamu akan segera terbuka untuk Jisung," lanjut Karina.
"Pasti berat 'kan, nak. Tak di akui ayah sendiri, ditinggalkan ibu bahkan sebelum kamu bisa melihatnya. Kesalahan kami berdua seharunya tak bisa dimaafkan. Meskipun, memang kenyataannya, kamu hadir tanpa keinginan juga kesalahan kami. Tapi percayalah, eomma tidak pernah menyalahkan kehadiran kamu."
Sebuah notif pesan yang berasal dari handphonenya membuat Karina menghentikan usapan tangannya pada Jisung. Ia membaca pesan yang dikirimkan oleh supir yang tak lain adalah mata-mata yang membantunya selama ini.
Maaf menganggu waktu nyonya
Tetapi ibu Irene sudah kembali
Sebaiknya nyonya cepat pergi dari sana,
Belum waktunya nyonya memperlihatkan diri nyonya dihadapan mereka.Melihat pesan itu, Karina menghembuskan nafas panjang. Menghindar, memang sepertinya lebih baik.
Baiklah.
Aku akan segera pergi.Tak terasa sudah hampir tiga puluh menit Karina berada di ruang rawat Jisung. Yang ia lakukan menemani anak itu berbicara, lebih tepatnya mengatakan hal yang sangat ia ingin katakan ketika bertemu Jisung. Meskipun, Jisung tak mendengar apa yang ia katakan, semoga akan ada kesempatan untuk mengatakan hal ini padanya.
Karina sangat enggan meninggalkan Jisung, bahkan ia baru bertemu tiga puluh menit yang lalu. Rasanya Karina ingin selalu berada disisi putranya. Namun sayang, keadaan tak mendukung keinginannya.
"Nak, sepertinya eomma harus pergi sekarang. Maaf, eomma gak bisa lama-lama disini. Padahal, masih banyak yang ingin eomma sampai sama kamu. Tapi biarlah, eomma akan menunggu ketika eomma bertemu dengan mu lagi."
Sebelum benar-benar pergi, Karina mengecup dahi Jisung, untuk yang pertama kalinya,"eomma harap, Jisung gak pernah benci sama eomma. Eomma sangat sayang sama Jisung. Cepat sembuh nak."
Setelahnya, Karina meninggalkan ruang rawat Jisung, sebelum bertemu dengan Irene.
Namun siapa sangka, sebelum Karina benar-benar pergi dari sana. Jisung justru terbangun. Ia masih melihat punggung Karina yang membuka pintu, lalu setelahnya dia pergi. Jisung belum sempat melihat wajahnya. Tapi ia yakin, wanita itu sedari tadi berada di ruang rawatnya.
Jisung merasa heran dengan orang itu, apa ia hanya berhalusinasi saja, karena baru sadar? Entahlah, lebih baik ia istirahat saja.
7 Januari 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah dengan Duda! (Jeno X Winter Ft. Jisung)
Casuale"What? Menikah dengan duda!" teriak seorang remaja dengan suara yang keras. "T-tapi... Kalau dudanya setampan dia sih, siapa yang nolak," ucap gadis itu dengan senyuman lebar. Memandangi seorang pria tampan yang tepat berada hadapannya. Ini kisah Wi...