Hari ini Jisung tidak ikut ke sekolah, karena katanya tidak enak badan. Tapi pas di suruh ke dokter, anak itu langsung menolak. Dan hanya beralasan ingin istirahat di rumah saja. Irene tak bisa berbuat apapun kecuali menuruti keinginan Jisung. Entah cuma perasaannya saja, atay apa. Tapi, ia merasa Jisung menyembunyikan sesuatu pada mereka. Ada hal aneh, yang sayangnya tak ia ketahui.
Entah, Winter semalam mimpi apa, hari ini ia akan di antar ke sekolah oleh suaminya. Meski, atas paksaan dari Irene, tapi tak masalah. Ia sangat senang, ia pasti akan sangat semangat belajar nanti. Di antar oleh Jeno ke sekolah adalah hal yang tak ia duga.
Sepanjang perjalanan pun, ia tak berhenti tersenyum lebar. Menatap ke arah Jeno yang sibuk menyetir dengan tatapan datar pria itu. Winter tersenyum maklum, mungkin itu ciri khas Jeno. Tapi ia bertekad, ia akan merebut hati suaminya. Mungkin memang sekarang pria itu belum mencintainya, tapi tiada yang tahu, esok hari akan seperti apa.
'Gue sekarang udah jadi istri, suami gue baik.banget mau nganter ke sekolah. Duh tambah cinta gue,' batin Winter yang terus menatap ke Jeno tak ada bosannya.
Sedang yang ditatap, sedari tadi sebenarnya risih. Tapi tak bisa berbuat apapun. Cukup, sampai di sekolah dengan cepat, dan bisa pulang cepat. Mereka memang tak melakukan percakapan apapun, karena Jeno yang hanya akan menanggapi, hmm, ok, ya. Itu doang dan membuat Winter yang termasuk cerewet jadi bosan. Lebih baik diam, sembari menatap keindahan ciptaan Tuhan.
"Ekhm!" Jeno berdehem setelah memberhentikan mobilnya di depan gerbang sekolah Winter. Ia bermaksud agar Winter sadar dari tatapannya yang tertuju pada Jeno, yang membuat pria itu menjadi risih dengan tingkah Winter.
"Udah sampai!" Jeno berucap karena Winter masih tak sadar juga. Entahlah ia harus apa agar gadis ini cepat masuk ke sekolah dan ia bisa pulang. Jeno bukannya tak bekerja, ia tengah meliburkan diri, kadang juga dirinya bekerja di rumah. Katanya lebih bisa fokus ketimbang datang ke kantor.
"Eh. Udah sampai ya?"
Winter langsung menyengir menatap Jeno yang kesal. Sebelum benar-benar turun, ia sekali lagi melihat Jeno yang kini sudah memalingkan wajahnya.
"Aku ke sekolah dulu ya. Kak Jeno jangan lupa makan. Emm- dan Jisung- dia sedang sakit. Tolong kakak liat keadaannya juga ya, tadi eomma Irene katanya ada urusan penting. Kasihan Jisung gak ada yang jaga," pinta Winter pada Jeno. Meski tahu, tak menjamin Jeno akan menuruti permintaannya. Tapi setidaknya ia sudah mengatakan hal itu. Winter tahu, Jisung membutuhkan Jeno saat ini.
Jika saja, Winter tidak ke sekolah. Dirinyalah yang akan menjaga Jisung, tapi dia sudah kelas dua belas. Gak boleh banyak bolos. Tak bisa dipungkiri, ia mengkhawatirkan Jisung di rumah yang gak.ada yang jaga. Meski baru sehari ia menjadi seorang ibu, tapi entah kenapa ia langsung menyayangi Jisung, seolah tak ingin kehilangan.
Lalu bagaimana dengan Jeno yang notabe nya adalah ayah kandung Jisung. Apa pria itu tidak pernah menyayangi Jisung sedikit saja? Meski, semuanya karena kesalahan tak seharusnya Jisung yamg menanggung karma atas perbuatan orangtuanya. Ia hanya seorang anak yang membutuhkan kehadiran orangtua disisinya.
Setelah menutup pintu mobil, mobil Jeno langsung berputar arah untuk pulang. Ia memang tak pernah peduli pada Jisung, apapun yang terjadi pada anak itu bukan urusannya. Dan permintaan Winter tadi, untuk melihat keadaan anak itu, tak akan pernah ia lakukan.
"Eh, sejak kapan lo berdua berdiri disitu?" tanyanya heran dengan kehadiran dua sahabatnya.
"Yaelah Win. Lo gak liat, betapa besarnya kita disini. Mentang-mentang udah punya suami lo malah buat," ucap Giselle dengan kesal pada sahabatnya itu.
"Biasalah Giselle, sekarang dimatanya sudah penuh dengan suami tercinta. Kita ma, di lupain aja," ujar Ning-ning bercanda.
"Oh jelas. Suami gue kan ganteng banget, jadi gue bisa berpaling," balas Winter ikutan bercanda. Di sambut tawa mereka bertiga.
Kedua sahabat Winter memang sudah diberi tahu, tentang ini. Dan mereka juga mendukung apapun yang membuat Winter bahagia. Itukah gunanya sahabat.
****
Di sebuah kamar, seorang anak tengah meringkuk diatas kasur. Dia tinggal sendiri. Sebenarnya ada para maid yang sedang bekerja. Tapi keluarganya sedang pergi. Begitupun dengan Irene yang sebenarnya tidak tega meninggalkan Jisung. Tapi Jisung sendirilah yang memohon dengan mengatakan ia tidak kenapa-napa.
Tapi apa yang justru terjadi, berbanding dengan ucapannya tadi. Ia benar-benar merasa sakit di seluruh tubuhnya. Terutama dadanya. Jangan lupakan, darah yang terus ia muntah kan membuatnya hampir kehilangan kesadaran. Tapi, sekali lagi Jisung itu kuat. Bahkan di ambang kesadarannya, ia masih terus saja berusaha bangkit, agar tidak ada yang tahu apa yang dialaminya selama ini.
"S-sakit," ujarnya merasa sesak. Kepalanya sudah seperti ingin pecah saja. Tapi ini bukanlah pertama kali, ia merasakan sakit seperti ini. Ia sudah sering, tapi ia mampu menyembunyikannya dari keluarganya, terutama Irene. Alasannya, karena ia tidak ingin dikasihani, di khawatirkan juga di anggap menyedihkan. Jisung gak suka itu.
Dan ia berjanji akan menggunakan waktu yang tersisa, untuk mewujudkan mimpinya, membuat ayahnya bahagia. Tapi untuk bertemu ibu kandungnya sepertinya tak akan terjadi. Karena saat ini, dirinya tidak tahu dimana dan bagaimana keadaan wanita yang telah membawanya ke dunia namun pergi begitu saja tanpa ada jejak.
Tok. Tok. Tok.
Tak lama, pintu kamar diketuk dari luar. Jsiung waspada, ia menjadi takut jika ada yang melihat keadaannya. Saat ini, ia tidak bisa bersandiwara karena rasa sakitnya begitu laur biasa. Mungkin, jika Jisung itu anak lemah saat ini ia sudah tiada. Ia tegar, ia kuat demi mimpinya. Itulah alasan ia bertahan sampai detik ini. Tapi sayangnya, alasan ia bertahan, malah tidak peduli. Tidak pernah menyemangatinya untuk terus hidup?
Jisung sudah pasrah jika seandainya ia ketahuan. Namun, ia begitu kebingungan saat seorang pria dewasa memasuki kamarnya. Pria itu langsung menutup pintu, ketika melihat Jisung yang begitu kesakitan. Dirinya panik, cemas, bergegas mendekati anak itu.
"D-dokter?" ucap Jisung ketika ia melihat wajah pria yang baru saja datang itu. Ia tentu mengenali wajah orang yang menjadi dokter pribadinya. Dokter yang selalu menyemangatinya ketika ia berkunjung ke rumah sakit. Dokter baik hati ini, datang tanpa memakai jas kebanggaannya.
Ia berpakaian santai, karena ia tahu anak ini merahasiakan tentang penyakit yang ia derita. Menyamar untuk bisa melihat keadaan Jisung, saat anak itu mengirimkannya pesan yang membuatnya panik selama perjalanan.
"T-tolong-"
"S-sakit-" rintih Jisung lalu setelahnya ia sudah tak sadarkan diri. Entah masih bisa membuka mata atau tidak. Jisung hanya berharap dokter ini, mau memberikan sebuah hadiah juga surat untuk orang ia sayangi. Ia memang mempersiapkannya dari jauh hari. Karena tak ada yang tahu, kapan Tuhan akan membawanya.
28 Desember 2022.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah dengan Duda! (Jeno X Winter Ft. Jisung)
Diversos"What? Menikah dengan duda!" teriak seorang remaja dengan suara yang keras. "T-tapi... Kalau dudanya setampan dia sih, siapa yang nolak," ucap gadis itu dengan senyuman lebar. Memandangi seorang pria tampan yang tepat berada hadapannya. Ini kisah Wi...