50. Berbicara empat mata

347 44 12
                                    

Setelah Jisung tidur kembali dengan nyenyak, Irene meminta izin pada Winter agar Ia mau berbicara serius dengan nya. Ada hal penting yang harus mereka bicarakan. Dan ia juga menitipkan Jisung untuk dijaga oleh Jaemin selama ia berbicara dengan Winter.

Keduanya memasuki sebuah ruangan. Ruangan yang tampak seperti ruangan kerja, namun lebih minimalis. Winter tidak tahu apa yang ingin dibicarakan oleh ibunya Jeno itu. Namun, sikap Irene yang baik, akhirnya Irene memilih ikut meskipun ada keraguan di dalam hatinya. Aneh saja pikirnya. Tiba-tiba, dirinya diminta untuk berbicara Empat Mata.

Jika membicarakan tentang Jeno, jelas dirinya tidak akan ragu. Ia pasti akan tambah senang. Tetapi, Irene bahkan tidak tahu jika dirinya menyukai Putra pertamanya. Kehadiran Jaemin yang sudah diketahui oleh wanita paruh baya itu bahwa dia adalah kekasihnya, mana mungkin ia bisa mendapatkan restu dari Irene jika dirinya bahkan sudah memiliki seorang kekasih yang berhati baik.

"Duduklah nak," tutur ibu Irene.

Winter menurut, dia mendudukkan dirinya di sebuah sofa single. Berhadapan langsung dengan Irene. Ruangan ini terbilang kecil, dan tak ada apa-apa di dalamnya kecuali hanya sebuah meja juga dua Kursi berhadapan. Diibaratkan ini itu seperti sebuah ruangan intograsi. Dan dengan begitu saja Winter menjadi takut, gugup, dan perasaannya kacau.

Entah apa yang dibicarakan Irene terhadapnya hingga harus seperti ini. Ia hanya takut jika dirinya disuruh menjauh dari ji-sung atau pun Jeno. Namun, dirinya bahkan tidak Sedekat Itu dengan Jeno. Dan dia ingin mengenal laki-laki itu lebih. Mengetahui semua tentangnya. Ya dirinya sudah terobsesi. terpesona pada pria berhati dingin itu.

Irene memilih tak menjawab, dan duduk di kursi itu dengan perasaan was-was, cemas menunggu apa yang kiranya akan disampaikan Ibu Irene kepadanya.

"Ibu meminta maaf jika membuat kamu takut seperti ini. Tapi jangan takut, ibu tidak akan menyakitimu. Ini Mungkin kesempatan yang tidak akan datang dua kali. Ibu ingin menanyakan sesuatu tentangmu dan ini penting," ucap Irene menatap lekat Winter yang kelihatan gugup.

Namun, tatapan Irene justru membuat Winter tak tenang. Ia Seperti di intograsi. Ia pun tak tahu harus berkata apa, selain hanya mengangguk singkat. Winter  takut jika irene ini ternyata tak sebaik yang ia  pikirkan. Takutnya Ia sama saja dengan Suho si pria paruh baya bermulut pedas itu.

"Pertama, ibu berterima kasih padamu, pada keluargamu yang telah mau menolong Ji-sung. Hingga sekarang kamu pun mau jadi temannya bahkan datang menjenguknya. Mungkin semua ini adalah jawaban dari doa-doa ibu."

Perkataan Irene semakin membuat Winter tak paham. Apa yang sebenarnya ingin dibicarakan Irena, Sungguh dirinya bingung dengan kata jawaban dari doa-doa wanita paruh baya itu. Memangnya apa yang di minta oleh wanita paruh baya itu ketika berdoa.

"Maksud ibu? Maaf Winter kurang paham," tanyanya.

"Ibu ingin tahu, dari keluarga mana Kamu berasal? Nama ayah dan ibumu?" tanya Irene Irena sedikit ragu, takutnya jika Winter salah paham dengan pertanyaannya.

Winter terdiam. Mengapa pertanyaan Irene begitu aneh. Sampai menanyakan keluarganya, mengapa sampai menanyakan tentang ibu dan ayahnya. Padahal 'kan wanita itu  tidak tahu jika ia menyukai anak pertamanya. Jika memang ini adalah seleksi untuk menjadi calon menantu. Tapi darimana kiranya wanita itu tahu. Tapi sepertinya ini bukanlah sesuatu yang berhubungan dengan kata calon menantu.

"Maaf sebelumnya ibu tapi, untuk apa  menanyakan tentang ini?" Winter bertanya dengan nada sopannya. Ia berusaha mengusir segala pikiran buruk tentang pertanyaan ini yang terbilang aneh menurutnya. Karena ini termasuk privasi.

"Ibu tidak bermaksud apapun. Ibu hanya ingin tahu. Karena bisa saja ibu mengenal keluargamu. Karena melihat dirimu, ibu serasa melihat sosok sahabat yang sudah lama kami tak bertemu.  Ibu Hanya penasaran dengan keluargamu yang begitu baik, yang mau menolong Jisung yang notabe nya adalah orang asing bagi kalian," Irene mengatakan kejujuran.

"Baiklah. Namaku Winter aku berasal dari keluarga Park, nama ayah kandung ku adalah Park Chanyeol. Dan ibuku adalah Son Wendy atau Park  Wendy," jawab Winter.

"Kedua mata Irena langsung terbuka lebar. Mendengar nama orang tua gadis itu. Mungkin yang dikatakan Lucas tidaklah salah. Gadis di depannya ini adalah bayi yang pernah dilamar oleh putranya di masa lalu. Rasanya ingin sekali ia yang memeluk anak itu, ingin sekali ia mengatakan kebenarannya. Tapi apalah kuasa, Dirinya juga keluarganya lah di sini yang menjadi bersalah.

"Apakah Kalian pernah tinggal di luar negeri?" tanya Irene lagi dengan penasaran yang besar.

Winter tampak berfikir. Sambil mengetuk kan jari manisnya ke  dagu. Lalu menggelengkan kepalanya," Seingat ku, orangtuaku dan apa tidak pernah tinggal di luar negeri."

"Lalu Mengapa pada saat aku datang ke rumahnya. Orang-orang pada bilang keluarga Chanyeol sudah pergi. Namun tidak diketahui ke negara-negara mana yang mereka tuju. Ataukah sebelumnya mereka memang tidak pernah meninggalkan Korea?"  batin Irene merasa bingung.

Mungkin memanglah benar. Seharusnya ia tidak menyerah pada saat itu, seharunya ia berani  mencari ke seluruh Korea, harusnya ia terus mencari. Tapi hanya Penyesalan yang ia rasakan, merenung tak ada gunanya. Menyerah karena kepergian mereka.

Mendapat Irene yang tiba-tiba terdiam. Winter lantas Menepuk pelan yang wanita paruh baya itu yang diletakkan di atas meja. Memastikan jika Irene baik-baik saja.

"Ibu apa kau tak apa-apa?tanya Winter dengan nada khawatirnya.

Irene yang sudah sadar dari pemikirannya lantas memberikan senyuman hangatnya "Nggak papa, ibu hanya sedikit merasa Kelelahan."

"Winter, bisakah ibu meminta alamat mu. Ibu hanya ingin bertemu dengan orang tuamu. Ibu ingin mengatakan terima kasih pada orangtuamu yang sudah menolong Ji-sung. Karena rasanya tak sopan, jika tak menemui langsung orang tuamu," ucap Irene dengan maksud dan tujuan yang tentu berbeda.

Winter pun dengan senang hati memberikan alamatnya,"Tentu ibu. Aku pasti akan menyambut kedatangan mu, pintu rumah kami akan selalu terbuka untukmu."

Rasanya Winter menjadi bahagia. Hanya karena tahu, ibunya Jeno akan datang kerumahnya.

Dan semoga ini kesempatan untuk mendapatkan sebuah Restu dengan kedatangan Irene nanti. Mungkin itu bisa menjadi jalan agar dirinya bisa dekat dengan Jeno. Tapi, kalau boleh jujur, dirinya juga tidak ingin kehilangan jaemin. Entah bagaimana takdir Tuhan akan masalah percintaannya dimasa depan.

Entah bagaimana akhirnya suatu hari nanti, ia tidak akan tega  untuk melukai hati Jaemin. Namun ia juga tak bisa melupakan Jeno, yang telah membuatnya jatuh cinta. Memalingkan wajahnya hanya tertuju padanya, membuatnya jatuh pada pesona pria itu. Meski tak tahu, apakah sikap Jeno akan lebih baik dari Jaemin atau justru sebaliknya.

"Oh iya Ibu, apakah kak jeno sedang kerja, apalah dirinya nggak ada di rumah? Winter menanyakan keberadaan sang pujaan Hati.

"Jeno ada di kamarnya. Sepertinya sedang istirahat."

Ingin rasanya, Winter membuka satu persatu kamar ini untuk melihat Jeno.  Namun Sayangnya, itu adalah bentuk ketidaksopanan, dirinya hanyalah tamu yang tak seharusnya berbuat hal seperti itu. Namun, begitu sulit untuk bisa bertemu dengan pria itu, enggak semudah itu untuk datang   ke rumah ini. Kesempatan ini bagus untuknya setidaknya, ia ingin melihat walah dalam jarak yang cukup jauh.

"Oh Tuhan tidak bisakah aku melihatnya, aku rindu dengannya," batin Winter.

"Kamarnya di mana Ibu? apakah letaknya berdekatan dengan kamar jisung," tanya Winter dengan cepat. Namun pertanyaan itu justru membuat Irena terdiam. Dengan raut wajah yang kentara begitu bingung.  Mungkin merasa aneh Mengapa dirinya malah menanyakan tentang Jeno yang Bahkan mereka tak saling kenal. Tapi siapa sangka, jika Jisung sudah memberitahukan tentang perasaan Winter pada Irene.

"M-maksud Winter, apa letaknya berdekatan dengan kamar Ji-sung, takutnya kedatangan saya dengan Jaemin malah menganggu istirahatnya." Winter menjawab dengan gelagapan. Dia merutuki kebodohannya, yang malah  menanyakan hal seperti itu.

Irene yang sebenarnya paham hanya terus tersenyum kecil, Melihat gadis itu yang salah tingkah.

Namun sebuah panggilan telepon dari orang tuanya. Membuat percakapan di antara Irene dan winter harus berakhir. Winter harus pulang. Meskipun masih ingin berlama-lama di rumah ini. Namun dirinya tak membantah apa kata ibunya apalagi ada urusan yang harus dia lakukan. Sayang sekali dia pulang tanpa bertemu Jeno, tapi senang karena dirinya  bisa menghibur jisung meski dalam waktu yang tak lama.

23 oktober 2022

Menikah dengan Duda! (Jeno X Winter Ft. Jisung)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang