Masih dalam perjalanan untuk menuju kediaman keluarga Kim. Dalam perjalanan, Jisung tiba-tiba menginginkan ice cream. Tetapi ia tidak berani memintanya, karena ada Jeno dalam mobil itu.
Meski Irene akan dengan senang hati membelikannya, namun ia takut Jeno akan marah, mengingat terakhir kali ia memakan ia memakan ice cream, berakhir mendapat tamparan di pipinya karena bandel, tak menuruti perkataan Jeno.
Jisung tahu, yang di lakukan Jeno adalah hal yang terbaik pula untuknya, namun disisi lain, ia kecewa. Kecewa dengan segala hal, salah satunya. Kenapa ia harus lahir ke dunia ini.
"Nak, kamu kenapa?" Irene menatap Jisung yang tiba-tiba menjadi pendiam. Anak itu mengalihkan tatapannya pada Irene.
"Gak ibu," jawab Jisung pelan.
Jeno di tempatnya hanya melirik sebentar, lalu mengambil ponsel untuk memfokuskan dirinya.
"Masa gak papa. Jisung pengen sesuatu 'kan?" Irene menebak dari raut wajah Jisung.
Jisung cukup terkejut. Karena Irene dapat membaca pikiran dan keinginannya. Namun yang di lakukan Jisung tidak mengiyakan atau pun membantah. Ia hanya melirik Jeno dari belakang yang tampak tak peduli.
"Sampai kapan?" Jisung membatin dengan sedih.
"Ji-sungiee?" Irene menepuk pelan bahu Jisung.
"Tebakan ibu benar 'kan? Coba jawab Jisung pengen apa, jangan takut," Irene mencoba memancing Jisung untuk jujur. Ia tahu meski Jisung tampak ceria seperti anak pada umumnya, tapi remaja itu menanggung beban yang seharusnya tak ia tanggung seorang diri.
"M-mau ice cream-" cicitnya hampir tak terdengar.
"Ice cream?" Irene bertanya mengulang. Takut salah, karena Jisung menjawabnya sangat pelan.
Sebuah anggukan kaku Jisung lakukan. Ia sungguh takut mengatakan ini, tapi ia juga sangat menginginkan ice cream. Karena sudah satu minggu lebih ia tak memakannya, itu karena Jeno yang melarang keras dengan ancaman motornya akan di sita.
"Pak, tolong berhenti di depan toko penjual ice cream. Jisung ingin itu," final Irene, menyuruh sang supir untuk berhenti sebentar.
Guna menuruti permintaan Jisung.Senyuman remaja berbadan tinggi itu langsung terukir di wajah imutnya. Siapa pun yang anak itu akan merasa gemas, apa lagi ketika ia tersenyum bahagia.
Tubuhnya boleh tinggi bak orang dewasa, namun kelakuan dan wajah seperti bayi. Ia memiliki figur wajah yang memang seperti bayi, sangat imut. Alih-alih tampan malah menggemaskan, itulah Jisung.
"Baik-"
"GAK. Gak perlu!" belum sempat supir itu menyelesaikan ucapannya, perkataannya langsung di potong dengan nada tegas dari Jeno yang sedari tadi memilih diam.
Mendengar itu, membuat nyali sang supir dan Jisung menciut dan seketika menjadi takut. Namun berbeda dengan Irene justru menatap marah pada putranya. Dalam pikiran Irene, mengapa bisa Jeno menjadi anak yang sangat tegas dan dingin seperti ini. Bahkan tak ingin di bantah.
"Kenapa gak boleh Jeno? Yang pengen Jisung kenapa kamu larang?" Irene bertanya menuntut.
Tiba-tiba suasana menjadi mencekam antara anak dan ibu itu.
"Ice cream itu gak bagus untuk kesehatan, jika di konsumen terus-menerus. Lagi pula jika kebiasaan itu akan membuat dia membuat dia senang," jawab Jeno dengan nada datar nya.
"Jeno, kamu kenapa selalu saja mengabaikan keinginannya, kamu selalu saja melakukan hal yang justru berbalik dengan keinginan Jisung. Padahal kamu tahu sendiri kan kalau Jisung itu-"
"Iya. Aku tahu eomma. Eomma gak perlu menegaskannya. Aku tahu apa yang ku lakukan," Jeno lagi-lagi memotong pembicaraan.
Irena kesal dengan tindakan anaknya selama ini. Namun apa yang bisa ia lakukan, jika dilihat dari status antara Jeno dan dirinya terhadap Jisung. Maka Jeno lah yang lebih berhak untuk mengatur segala hal tentang Jisung. Ia hanya bertugas untuk mengarahkan Jeno bagaimana harus bertindak, namun anak itu seakan memiliki cara tersendiri.
"Ibu, gak usah. Jisung gak mau kalian ribut karena Jisung," Karena ini adalah salahnya, maka Jisung segera menengahi. Sebelum hal ini menjadi lebih serius.
Demi Jisung Irene mengalah, dan lebih memilih diam, Jeno pun juga kembali diam.
"Hoaamm."
"Ibu ngantuk. Jisung bobok ya?" Izin Jisung setelah menguap. Anak itu begitu lelah dan butuh istirahat sekarang juga. Jisung dengan perlahan menutup kedua matanya, lelah mengalahkan semuanya.
Menurut Jisung, tidur itu adalah hal istimewa. Karena kita bisa bermimpi, mimpi yang tak akan bisa seindah dunia nyata. Dunianya, kehidupannya, dan segala hal tentangnya. Apa yang di lihat orang-orang tak akan sama dengan kenyataannya.
Tak lama, terdengar suara dengkuran halus dari Jisung yang sudah terlelap nyenyak. Irene mengelus surai Jisung dalam diam. Jeno kembali memilih diam, menjadi patung yang hanya bisa bisu.
Perjalanan terus berlanjut, "Pak tolong berhenti di toko ice cream. Seperti yang saya suruh tadi," Irene berkata tak peduli pada Jeno.
"Baik nyonya."
Mobil berhenti di sebuah toko yang menjual ice cream dengan berbagai jenis dan rasa. Pak supir ingin langsung turun untuk membelikan tuan kecilnya, yaitu Jisung yang sudah terlelap ice cream.
"Biar Jeno saja, pak. Bapak disini saja," suara Irene menggema dalam ruangan yang hening itu.
Jeno menolehkan kepalanya menatap ibunya, namun tak sengaja atensinya jatuh pada sosok remaja yang tertidur dengan wajah polosnya.
"Cepat turun dan belikan Jisung ice cream!" perintah Irene.
"Gak eomma. Aku gak mau, bukankah tadi aku udah larang. Dia juga mau mengalah kan tadi."
"Jeno- kenapa kamu tidak pernah menuruti keinginannya? "
"Apa pun yang ku lakukan sudah seharunya eomma. Ini yang terbaik untuknya dan untukku."
Helaan nafas kasar keluar dari Irene.
"Tapi untuk kali ini, eomma mohon kamu belikan dia ice cream. Kamu yang turun dan beli sendiri, pasti Jisung akan sangat senang jika dia tahu," Irene masih bersikeras untuk menyuruh anaknya itu.
Jeno menyerah. Percuma ia terus menolak ibunya akan terus memaksa. Maka dengan langkah malas, ia berjalan masuk ke toko.
Setelah membeli satu ice cream, sengaja satu, karena kata Jeno ice cream tak baik di konsumsi terlalu banyak dan sering.
'Bruk'
Namun, baru saja ia berhasil keluar, tiba-tiba seseorang menabraknya. Hingga ice cream itu jatuh ke tanah, bersamaan dengan seorang gadis yang juga terjatuh, namun tidak dengan Jeno yang masih berdiri kokoh.
Menyadari kesalahannya, gadis yang tengah terjatuh itu langsung mengambilkan ice cream pada seseorang yang telah ia tabrak. Namun ice cream itu sudah rusak dan tak layak untuk di makan lagi.
"Maafkan saya. Saya gak sengaja," gadis itu meminta maaf dengan nada yang sangat sopan. Namun tak ada balasan dari si pria itu. Ia hanya diam sambil memandangi wajah sang gadis yang terlalu panik.
Tolong maafkan saya tuan. Saya akan menggantinya, tunggu seben-"
Gadis itu mendongak, bersamaan dengan perkataannya yang juga ikut terhenti. Bukan hanya perkataan, matanya langsung terkunci pada bola mata hitam pekat sang pria. Wajahnya membuat ja langsung terhipnotis berdiri kaku di tempatnya.
"Anjir... Tampan banget."
"Fiks jodoh ini," batin gadis itu yang terpesona.
22 juli 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah dengan Duda! (Jeno X Winter Ft. Jisung)
De Todo"What? Menikah dengan duda!" teriak seorang remaja dengan suara yang keras. "T-tapi... Kalau dudanya setampan dia sih, siapa yang nolak," ucap gadis itu dengan senyuman lebar. Memandangi seorang pria tampan yang tepat berada hadapannya. Ini kisah Wi...