67. Dikunci Digudang

480 51 8
                                    

Plak!

"Dasar menyusahkan!"

Tamparan keras yang tidak main-main itu, terdengar sangat mengejutkan bagi orang-orang yang berada di sana. Tak terkecuali Irene dan Winter yang syok akan peristiwa yang baru saja terjadi.

Irene langsung berbalik, ingin melihat siapa orang yang telah menampar pipi Jisung hingga merah membekas. Pasti rasanya begitu sakit. Namun, ia langsung terdiam ketika melihat orang itu, sembari membawa Jisung kedalam pelukannya. Menjaga agar tidak ada yang menyakitinya.

Seharusnya ia bisa bahagia karena Jisung telah kembali. Namun tidak, ia tidak bisa bahagia ketika melihat siapa yang baru saja menyakiti Jisung, bahkan ketika dirinya ada di sana. Sedang Winter hanya diam, dia tak tahu harus bersikap apa. Ia tidak mengenal siapa pria yang kini dihadapan mereka. Tapi perlakuan pria itu sangat salah telah menampar Jisung yang bahkan baru saja datang. sebenarnya apa yang ia tak ketahui di keluarga ini.

'I-ibu," lirih Jisung bergetar ketakutan. Ia takut menatap mata orang yang telah menamparnya. Untung saja, penyakitnya tidaklah kambuh saat ini.

"Apa yang appa lakukan?" tanya Irene dengan tatapan tajam pada pria itu.

Bukannya menjawab. Ia malah tertawa melihat bagaimana ketakutan Jisung, juga Irene yang berusaha melindungi anak itu.

"Hanya mengurus sesuatu yang menganggu!" ucapnya tanpa beban, tanpa memikirkan perasaan seseorang yang ia katai.

"Appa keterlaluan!" irene mengatur nafasnya. Ia tidak boleh sampai kelepasan emosi melawan ayah mertuanya.

Kim Dongwan, ayah kandung dari Suho, adalah orang yang pernah menyuruh seseorang agar membunuh jisung saat masih di dalam kandungan. Namun ia gagal, dan berakhir menyakiti anak itu sampai ia tersiksa. Tapi sayangnya saat Jisung malah tinggal di China, ia tidak bisa bebas menyakiti anak itu. Tapi, kini ia sudah kembali.

"Sampai kapan kamu akan terus membela hama itu. Dia pengganggu,  seharusnya kamu ikutin apa kata appa dan kamu bisa bebas dari dia yang tak berguna!"

Perkataan yang cukup menusuk itu, sangat melukai hati Jisung. Mengapa ia dilahirkan jika hanya menjadi pengganggu bagi mereka. Seharusnya ia mati saja saat itu.

Winter menangis melihat itu. Ia memang sudah tahu, jika Jisung pada mulanya memang tak di harapkan, dan banyak yang membencinya. Tapi mendengar langsung hinaan yang diberikan oleh pria berumur ini, membuatnya tak tahan. Ingin sekali menonjok wajahnya, jika saja ia tidak tahu kata sopan santun.

"Appa-"

"M-maaf, Jisung izin ke kamar."

Perkataan Irene yang hendak melawan ucapan ayah mertuanya langsung berhenti saat Jisung langsung menyela dan melepas pelukannya. Dengan tatapan menunduk, tangan yang bergetar ketakutan tak berani menatap pria berumur itu. Di bandingkan dengan Suho, dan Jeno. Jisung paling segan dan takut pada Dongwan.

"Kamu lihat 'kan?! Dia berani memotong pembicaraan orang dewasa. Dasar tidak sopan! Mau saya ajarkan sopan santun? Sini ikut saya!"

Sebelum Irene melindungi Jisung, ia kalah cepat oleh Dongwan yang menarik pergelangan tangan Jisung dengan kasar. Lebih tepatnya menyeret. Irene dan Winter berusaha menghalangi namun sayang, meski pun sudah tua tapi tenaganya masih kuat.

Dengan emosi yang besar. Ia membawa Jisung ke gudang di rumah ini. Sedang yang di tarik tak manusiawi hanya diam pasrah. Ia tak boleh melawan jika tak ingin menambah hukumannya. Padahal, Jisung ingin sekali beristirahat karena kelelahan. Tapi juga bersyukur jika nanti ia di kurung di gudang. Tak masalah, setidaknya ia bisa beristirahat di gudang itu.

Brukk!

Dongwan menghempaskan tubuh Jisung ke lantai gudang. Membuat anak itu yang sudah sangat lemah, jatuh hingga kepalanya terbentur ke lantai hingga mengeluarkan sedikit darah. Tapi mana mungkin Jisung peduli untuk saat ini. Ia sudah sering mendapat perlakuan seperti ini sedari kecil. Hanya saja, ia bisa bebas sedikit ketika dulu tinggal di china. Tapi sepertinya siksaan itu akan kembali ia rasakan.

Irene dan Winter sudah sampai di gudang. Mereka histeris melihat Jisung, tapi baru saja ingin mendekat Dongwan beserta anak buahnya langsung menghalangi. Baginya tak ada yang boleh menolong Jisung siapapun itu.

"Appa, tolong lepaskan Jisung. D-dia gak bersalah. Tolong, Irene mohon."

Permohonan Irene bagaikan angin lalu untuk Dongwan. Ia mengabaikan permintaan menantunya yang kembali membela Jisung. Dongwan sendiri tak paham, mengapa Irene rela membela Jisung sampai sebegitunya.

"Jika kamu masih mau melihat dia hidup. Jangan bantah ucapan saya!" tegas pria berumur itu tak punya hati.

"Dan untuk kamu, jangan pernah berharap akan mendapatkan hidup yang damai. Karena selama saya masih hidup. Kamu akan terus tersiksa. Anggap saja sebagai balasan karena saya telah membiarkan kamu hidup. Karena semuanya gak ada yang gratis. Anak nakal!"

Setelah mengatakan itu, ia keluar dari gudang, tak lupa menguncinya. Ia menatap Irene yang sudah terduduk dengan tangisan yang memilukan.

"Dan untuk kalian semua. Jangan.ada yang berani membukanya tanpa persetujuan saya. Jika kalian masih ingin melihat dia hidup!" tegasnya pada mereka semua.

Irene sendiri memilih diam. Yang dikatakan Dongwan akan benar-benar terjadi. Ia tak ingin mengambil resiko yang untuk Jisung. Tapi ia sangat takut jika terjadi sesuatu dengan Jisung di dalam sana. Sendirian, dan anak itu pasti kelaparan.

***

Dongwan membawa langkahnya menuju Jeno yang tengah bersantai. Ia menepuk pelan tubuh cucu kesayangannya.

"Hei, boy," sapa Dongwan dengan tersenyum hangat. Entah kemana kemarahan tadi itu pergi. Kini ia bersikap sangat berbeda.

"Haraboji, kapan kau datang?" tanya Jeno menyadari kehadiran Dongwan yang tiba-tiba.

"Dari lima menit yang lalu. Gimana kabarmu boy?" tanyanya lagi.

"Aku baik. Tapi kenapa tak memberitahuku dulu jika kau akan datang?"

Jeno memang menyaksikan kejadian tadi, tapi memilih diam seolah tak tahu apapun. Tapi ia juga terkejut akan kehadiran Dongwan tiba-tiba.

"Kenapa boy? Kau tidak suka."

Jeno langsung menggelengkan kepalanya,"tidak. Kalau kau bilang aku bisa menjemputmu."

"Sengaja biar ngasih surprise! Lagi pula Haraboji bosan melihat 'dia' hidup dengan tenang selama haraboji gak ada. Kedatangan haraboji untuk membuat hidup anak itu lebih sedikit berwarna agar tidak melunjak. Kamu paham 'kan?"

Jeno memilih diam. Ia sangat paham maksud dari kakeknya itu. Bahkan tadi saja, ia langsung melakukan tujuannya bahkan saat baru datang.

Kebencian dan dendam memang telah membutakan seseorang. Meskipun dia tidak salah, tetap saja disalahkan, seolah memang bersalah dan pantas untuk terus menjadi bahan kebencian.

Padahal jelas sekali, disini Jisung hanyalah anak yang tidak tahu apapun. Kalaupun ingin disalahkan, seharusnya yang salah adalah Jeno dan Karina, bukan Jisung yang menjadi korban pelampiasan kemarahan mereka.

30 Desember 2022

Menikah dengan Duda! (Jeno X Winter Ft. Jisung)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang