01. Cinta dimasa lalu

3.3K 211 38
                                    

Di depan sebuah rumah mewah, turunlah seorang anak kecil bersama kedua orangtuanya dari mobil. Lalu berjalan masuk ke rumah bercat abu-abu itu.

Mereka di sambut hangat oleh si pemilik rumah. Lalu mengarahkan mereka ke sebuah kamar utama.

Anak lelaki itu tampak sangat antusias menatap suatu objek yang membuat matanya tak berkedip. Yaps tepat di sebuah box bayi, terdapat seorang bayi lucu nan cantik.

Anak berusia dua belas tahun tersebut berjalan mendekat, dengan sebuah kado di genggamannya. Berhenti, di box bayi itu, ia menjulurkan tangannya dan langsung di sambut sang bayi.

Melihat interaksi antara keduanya, membuat keempat orang dewasa itu terkekeh gemas. Sang ibu, Irene mengelus surai putranya.

"Cantik ya kak?"

Pertanyaan dari Irene, di sambut dengan anggukan dari Jeno, anak lelaki itu tak pernah melunturkan senyuman manisnya.

"Pipinya tembem," ujarnya, dengan jari yang mengelus lembut bayi yang ada dalam box.

Mereka memang sengaja datang untuk menjenguk bayi yang baru lahir itu. Sekalian mengucapkan selamat pada sang sahabat, yaitu Wendy yang baru saja di karunia seorang putri cantik. Irene dan Wendy adalah sahabat sejak masih jaman sekolah, sehingga di antara keduanya sudah seperti saudara kandung.

"Selamat ya Wen, putri lo cantik banget," ujar Irene dengan memberikan pelukan hangat pada wanita yang sudah berstatus sebagai ibu itu.

"Iya Ren. Gue seneng banget, akhirnya impian gue dan Chanyeol jadi kenyataan. Gue bersyukur banget dia lahir dengan selamat."

Kedua pria dewasa itu hanya memperhatikan isteri-isteri mereka yang sedang terbawa suasana. Namun taj ayal, Suho juga bahagia melihat perjuangan mereka selama sepuluh tahun lamanya tak di beri keturunan.

Saking asiknya, keempat pria dewasa itu bahkan tak menyadari jika Jeno sedari tadi mengoceh, menemani sang bayi untuk berbicara. Namun bukan jawaban lah yang di dapat oleh Jeno, melainkan hanya mata yang berkedip-kedip lucu dan bibir yang kadang ikut tersenyum.

"Adik bayi. Pastinya kalau udah besar cantik deh," ujarnya.

"Jeno pengen deh punya kekasih yang cantik. Adik mau gak jadi kekasihnya Jeno nanti."

"Mau kan hidup sama Jeno nanti, biar bisa main terus sama adik bayi."

"Adik bayi mau kan jadi isterinya Jeno nanti, kalau udah besar. Kata ayah, untuk bisa sama seseorang harus menikah dulu, dan Jeno pengen nikah sama adik bayi."

"Soalnya adik bayi cantik."

Perkataan dari anak berumur dua belas tahun itu, di tangkap jelas oleh sang ayah. Namun ia mencoba berpikir jika yang Jeno hanyalah suatu candaan semata.

"Jeno," panggil Suho.

"Ada apa ayah?" tanyanya membalikkan badan menatap pada ayahnya.

"Jeno tadi bilang apa pada adik bayinya?"

Anak itu meletakkan jarinya di dagu sembari berpikir. Mencoba mengerti apa maksud dari ayahnya.

"Jeno bilang kalau adik bayinya cantik," jawab Jeno dengan jujur.

"Sebelum itu, nak," Wendy dan Irene pun tampak ikut memperhatikan pembicaraan antara ayah dan anak itu.

"Jeno bilang, mau nikah sama adik bayi nanti," Jawabnya dengan wajah polos memandangi orang dewasa yang tampak terkejut.

"Kenapa? Salah ya?" tanya Jeno ketika melihat mereka terdiam sambil memandang sama lain. Jeno merasa ia salah bicara, maka ia pun memutuskan untuk berbicara.

Wendy yang mendapati wajah Jeno kecil tampak sedih. Ia pun berjalan menghampiri anak dari sahabatnya.

"Gak salah sayang. Apa yang dikatakan Jeno itu gak salah," ujar Wendy dengan wajah lembut.

Jeno menatap mata Wendy, ia merasa belum yakin dengan ucapannya.

"T-tapi kenapa kalian hanya diam. Bunda kalau marah itu diam, jadi Jeno ngerasa bunda marah karena perkataan Jeno."

"Jeno salah ya, kalau mau nikah sama adik bayi."

"Enggak. Cuma kan adik bayinya masih kecil-"

"Terus kalau udah besar. Boleh?" tanya Jeno dengan antusias.

Wendy terkekeh lalu dengan mantap menganggukkan kepalanya. "Iya. Boleh."

"Serius aunty?" tanya Jeno dengan wajah berbinar.

"Tentu sayang. Nanti kalau adik bayi udah dewasa, Jeno boleh nikah sama adik bayi."

"Wen!" tegur Irene pada sahabatnya itu.

Wendy menoleh, lalu dengan tersenyum ia membalas wajah marah dari sahabatnya, "Gak papa Irene."

"T-tapi, gimana jika apa yang dikatakan oleh Jeno itu bukan sebuah candaan biasa," protes Irene dengan wajah menunjukkan kekhawatiran.

"Sebuah candaan ataupun bukan, gue gak masalah. Lagi pula gue akan bersujud syukur jika benar Jeno akan jadi menantu gue. Pasti sangat lucu menunggu mereka menjalin cinta ketika dewasa nanti."

"Wen lo yakin?"

"Kenapa harus ragu. Gue tahu Jeno itu adalah lelaki cocok untuk anak gue. Gue bisa merasakan bagaimana keseriusan anak itu bahkan di usianya masih dini. Gue bisa melihat bagaimana tekadnya untuk menjaganya. Sebagai kekasih bukan sebagai adik."

"Gue gak yakin Jeno bisa jagain anak lo. Gimana kalau nanti dia nyakitin putri lo itu."

"Yang penting dia bisa mempertanggungjawabkannya. Lagi pula, kita dulu pernah berjanji kan jika nanti anak pertama kita seorang putra dan putri, kita menikahkan mereka. Itu sebuah janji Ren, bukan hanya sebuah perkataan biasa. Gue yakin jika ini memanglah takdir dari Tuhan."

Irene hanya menghela nafas. Memang benar jika dirinya pernah berkata demikian, tetapi entah kenapa Irene menjadi ragu dan takut. Bukan karena ia tak merestui Jeno dengan putri Wendy, ia bahkan sangat setuju. Tetapi ia ingin anaknya itu mencintai seseorang dari hatinya, menikah dengan orang yang di cintainya bukan sebuah perjanjian ataupun perjodohan. Irene gak bisa memaksa.

"Aunty Wendy," panggil Jeno membuat kedua wanita itu menoleh pada Jeno yang sedang terkikik gemas di samping bayi cantik itu yang sudah di pindahkan ke kasur.

"Nama adik bayinya siapa?"

"Winter," jawab Wendy.

"Kenapa Winter?" tanya Jeno penasaran.

"Karena tubuhnya seputih salju, dan dia pun lahir di musim salju," jawab Chanyeol.

"Winter, nama yang sangat cocok."

"Halo adik Winter. Kenalin aku Jeno," sapa Jeno membuat bayi itu tertawa tanpa suara, seolah mengerti dengan ucapan Jeno.

"Adik Winter, cantik sekali. Jadi gemas."

"Mau gak, nanti adik Winter jadi teman Jeno selamanya. Jeno suka dedek Winter."

Perkataan Jeno membuat Wendy tersenyum. Menatap keseriusan dari anak itu membuat hatinya menghangat. Setidaknya ada yang tulus menyayangi anaknya.

"Jeno, jika nanti kamu dan Winter memang di takdir kan. Aunty berharap kamu mau menjaga dan menyayangi nya dengan tulus."

Jeno yang sebetulnya tak terlalu mengerti itu, hanya menganggu kan kepalanya. Lalu lanjut bermain dengan Winter.

"Tuhan, segala hal yang terjadi adalah takdir darimu. Termasuk jika engkau mentakdirkan janjiku dengan sahabatku, Irene terwujud. Aku berharap mereka suatu kelak akan selaku menyayangi dan saling jaga. "

"Biarlah waktu yang menentukan," gumam Wendy.


















"Winter, semoga kita bisa bersama."

24 juni 2022.

Menikah dengan Duda! (Jeno X Winter Ft. Jisung)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang