[ Illya ]
Suara NyaringIllya menatap pantulan sosoknya di depan cermin. Tanpa lensa, hanya rambut tertata rapi dan jas besar yang memeluk tubuhnya pas. Malam ini, semua penumpang hadir untuk acara besar dan sang bintang kapal akan tampil untuk mempersembahkan sebuah lagu. Illya menghela nafasnya pelan, mungkin ia tidak akan bicara banyak lagi dengan Elorra, seperti biasa.
Meow~
Illya menoleh, sudut bibirnya tertarik sedikit. Kucing berbulu putih sedang menggosokkan tubuhnya di kaki jenjang milik Illya. Ia menggendong Lidia dalam pelukannya. "Kau tau, nyonya Lidia Huttrayces? Aku seharusnya tidak mengatakan ini." Illya tersenyum miring. "Tapi, aku sedikit merindukan pamanku. Kira-kira apa yang pria tua gila itu lakukan?" Ia terdiam sejenak sebelum menurunkan Lidia. "Tapi lupakan." Dan dirinya keluar dari kabin.
— — — —
Suara dentuman keras memekakkan telinga, ditambah jatuhnya lampu-lampu kaca indah, jeritan nyaring menambah bising huru-hara. Illya tidak sadar sejak kapan ada noda darah di kemeja putihnya. Satu-satunya yang ada dalam otaknya sekarang hanya warna merah, matanya perih, ada suara denging menusuk telinganya. Trauma sialan, benaknya berteriak nyaring.
Illya cepat menggelengkan kepalanya. "Tidak, Illya. Kau harus keluar dari sini. Harus." Maka dilawannya rasa sakit itu dengan berlari, berlari menuju tempat dimana ia tidur selama kapal itu berlayar. Kabinnya. Illya menyelamatkan kucing dan sebuah buku miliknya.
Nafasnya terengah-engah, Lidia dalam gendongannya mengeong sesekali. "Aku harus menemukan Mala. Aku harus memastikan dia aman."
Illya berlari, melawan kerumuman manusia-manusia yang tunggang langgang menyelamatkan diri. Melawan arus tidak searah yang menabrak tubuhnya nyaris di semua sisi. Hanya demi seorang gadis kecil yang di kenalnya beberapa hari. Darah menetes dari kepalanya, ia baru ingat sempat terpental hebat hingga membentur meja. Ia sedikit bersyukur benturan itu tidak menghilangkan kesadaran dan kewarasannya.
Dari kerumunan manusia, sesosok yang tidak asing baginya tertangkap mata. Denzel, ada Denzel disana. Illya mengedarkan pandangan, nafas lega memenuhi relung dadanya. Mala aman, gadis itu tidak apa-apa. Dirinya lantas bersuara.
"Mala."
Mala dan Denzel kompak menoleh kearah suaranya. "Tuan Illya." Tanpa aba-aba Illya memeluk tubuh gadis itu, memastikan Mala benar-benar nyata dan aman dalam dekapannya. "Kau selamat." Lirihnya lega.
"Dan kucingnya aman." Ucap Denzel, sedikit sarkas namun diabaikan Illya. Illya melepas pelukannya.
Matanya menoleh pada Denzel, tangannya mengusap bahu Mala. "Kita harus pergi dari sini, ralat, kalian harus pergi dari sini." Mala mengangkat alisnya. "Kami? Anda bagaimana?!"
"Kau ingin jadi pahlawan atau sesuatu?" Sindir Denzel. Mata Illya menggelap. "Aku tidak begitu, Denzel. Tidak banyak sekoci di kapal sialan ini," Illya menoleh pada sekoci yang nyaris di penuhi orang tak jauh dari tempat mereka berdiri. "Kalian pergi dengan mereka, aku akan mencari sekoci lain. Harap-harap ketemu."
Mala menggenggam kain baju pada lengan Illya. "Kalian harus pergi Mala, tidak peduli apa. Denzel akan menjagamu." Ucap Illya. Mala mengangguk, beralih memegang erat lengan Denzel. "Sekarang naik kesana." Illya menyerahkan Lidia dalam gendongannya pada Mala, "Jaga dia untukku." Mala mengangguk.
Denzel dan Mala berlari kearah sekoci yang dimaksud Illya, membantu Mala naik keatasnya sebelum ia menoleh kearah Illya sejenak. Bibirnya sedikit berbisik. "sampai bertemu lagi."
Illya mengangguk, sebelum berlari ke lain arah. Berharap menemukan sekoci atau apapun yang memungkinnya tetap hidup pada bencana itu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Le Wiston The Seas
Romance(Romance-Action-Comedy-Drama) Perjalanan menggunakan Le Wiston the Seas akan membuatmu melupakan permasalahan hidup sejenak. Nama kapal yang begitu tersohor membuat semua orang mengagungkan pesiar milik keluarga Zigfrids sebagai kendaraan berkelas y...