Epilog - De Denzel Miller

125 10 9
                                    

[ Denzel ]
Epilog

"Selamat pagi om tampan--" moncong pistol itu hampir menyentuh pelipis pria berambut coklat kayu dengan pupilnya yang terlihat menyusut--sedikit terkejut sebelum kembali menatap datar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Selamat pagi om tampan--" moncong pistol itu hampir menyentuh pelipis pria berambut coklat kayu dengan pupilnya yang terlihat menyusut--sedikit terkejut sebelum kembali menatap datar.

"Sudah ku bilang jauhi pistol, Dette." Pria itu menepis pistol yang terarah padanya santai, sembari mendorong dahi Dette yang terlalu dekat dengannya. Menghela napas panjang lalu kembali menyeruput kopi pahit seolah tak terjadi apa-apa.

"Oh ayolah, kau terlalu membosankan, Bung. Ke mana om karismatik dan gagah berani yang pernah ku dengar itu?" Dette meloncat dari belakang sandaran sofa, duduk tepat di samping pria itu dengan kaki bersilang di atas meja. Getaran cangkir kopi membuktikan betapa kasarnya gerakan wanita--ah, tidak, mungkin ia tidak bisa dikatakan seorang wanita. Terlalu brutal untuk ukuran wanita yang anggun dan lemah lembut.

"Sudah enam tahun, sangat sulit memanggilku Kakak?" Tanyanya menatap Dette yang justru kian melebarkan senyumnya.

"Aku tidak salah ... Hei! Lagipula itu benar! Umurmu tahun ini sudah 33, ku pikir pantas jika dipanggil om." Dette menyambar kopi yang diletakkan pria itu di atas meja, meneguknya dengan alis terangkat menantang.

"Jika aku ingat dengan benar, umurmu juga sudah 27 tahun, Dette. Menurutmu, haruskah ku panggil tante?" Dette mencebik, meletakkan cangkir kopi kasar, dan beranjak dari duduknya.

"Kak Denzel! Kau tidak bisa memanggilku tante! panggil aku seperti itu, aku berjanji akan membuatmu menikah hari ini dengan Si Centil Victoria! Percaya atau tidak?!" Dette kembali duduk, lalu melanjutkan, "Yah, setelah ku pikir-pikir lagi, Victoria tidak buruk. Sikapnya memang masih terlalu kekanak-kanakan, tapi dia cantik dan yang terpenting dia sudah berusaha mengikuti semua preferensimu. Dia mulai berubah, om--Kak Denzel."

"Jadi maksudmu apa?" Denzel mengernyit, sedikit terganggu dengan topik tidak menyenangkan ini.

"A-aku tidak bermaksud apa-apa ... Maksudku--kau sudah 33 tahun, hidup sendiri bukanlah pilihan terbaik." Dette berdehem, dia tidak bermaksud mencampuri urusan Kakaknya yang baru 6 tahun lalu ia temui itu, dia hanya khawatir.

"Menelisik dari ucapanmu, berarti kau sendiri sudah memiliki calon?" Tanya Denzel tersenyum main-main, tetapi matanya tanpa sadar menghindar dari Dette.

"Buk--Kak Denzel! Jangan mengalihkan pembicaraan! Aku tahu kau belum melupakan wanita itu, tapi ... Hah, dia juga mungkin sudah memiliki hidupnya sendiri, hidup yang bahagia. Bersama orang yang dia cintai, dan yang jelas orang itu bukan Kak Denzel," ucap Dette. "Maaf mengatakan ini. Tapi aku tidak suka melihatmu yang terkadang menyendiri, terlihat kesepian. Jangan berpikir aku tidak menyadarinya. Kita memang kakak beradik yang baru dipertemukan 6 tahun yang lalu, tapi tidak ada yang bisa memutuskan ikatan batin antara saudara. Kak Denzel, sejak 6 tahun lalu, kita sudah sepakat memulai lembaran baru di hidup ini. Kita berdua, dengan Ayah, Ibu dan Greisy yang tetap di hati kita. Lupakan semua hal-hal yang menyakitkan, dan kenang saja yang manis, hanya mengenang ... Bukan membawanya sampai ke masa depan."

Le Wiston The SeasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang