Episode. 58

444 43 7
                                    

"Del." panggil Ashel sambil lipatin kertas origami yang sudah dipenuhi dengan coretan lettering-nya menjadi bentuk bintang-bintang kecil.

"Hm?" sahut Reva hanya dengan menggumam. Dia ngantuk jadi dia telungkupin mukanya ke meja dengan berbantal jaket. Tapi dia masih bisa dengar kalau Ashel ngomong.

"Lo ingat nggak pernah ngomong sesuatu pas waktu kita naik paralayang?" Ingat Ashel.

"Ngomong apaan?" sahut Reva dengan suara serak khas orang ngantuk. Tapi Ashel nggak peduli. Soalnya mereka lagi di sekolah, bukan di rumah, apalagi di kamar.

"Lo bilang lo bakal jadi sahabat yang selalu ada buat gue." - Ashel.

"Gue kira lo lupa." - Reva.

"Tadinya, sih, gue pengen lupain sebenarnya." - Ashel.

"Tapi?" - Reva.

"Gue jadi kepikiran sekarang." - Ashel.

"Ngomong langsung keintinya aja bisa nggak?" - Reva.

"Sebagai sahabat, kok, lo nggak pernah kepo gitu, sih, sama gue?" tanya Ashel dengan mengaduk toples kaca berisi bintang dari origami yang dia lipat.

"Pengen banget lo dikepoin sama gue." - Reva.

"Ya, enggak. Gue malah bersyukur lo gak pernah nanya apa-apa ke gue. Cuma, ya aneh aja lo nggak kepo, Del. Ish, ngerti nggak, sih, lo maksud gue gimana?" gerutu Ashel. Dia jadi geregetan sendiri.

Reva menarik kepalanya dari meja. Membuat wajahnya benar-benar terlihat seperti orang yang baru bangun tidur. Padahal cuma merem doang.

"Ish, rambut lo berantakan banget. Kek orang belum mandi tau nggak." kata Ashel lagi kali ini tangannya bergerak untuk membenarkan rambut Reva yang agak acak-acakkan.

"Konten terus konten!!" seru Kathrina yang baru masuk menuju bangkunya.

"Apa, sih, bokem datang datang langsung nge-war aja lo." ucap Reva dengan memicingkan matanya.

"Idih, siapa yang lagi ngomongin kalian. PD banget." sahut Kathrina tak mau kalah.

"Siapa, Kath?" tanya Ashel kepo.

"Wibu wibu wibu wibu." jawab Kathrina dengan bernada.

"Aelah. Sirik aja kan lo pasti karena nggak punya bestie." celetuk Olla dengan sarkas.

Reva hanya geleng-geleng seraya raih toples bintangnya Ashel. "Lo bikin ginian buat apa?" tanyanya sambil aduk-aduk.

"Katanya kalau kita bisa bikin seribu bintang, permintaan kita bakal terkabul." jawab Ashel masih dengan sibuk melipat kertas origami kembali.

"Bukannya itu bangau, ya?" - Reva.

"Ya, tapi gue pengennya bintang." - Ashel.

"Terus, lo masih percaya gituan?" - Reva.

"Sebenarnya, sih, enggak. Tapi gue pengen aja ngumpulin segitu banyaknya." jawab Ashel.

"Buang waktu sama tenaga aja." cibir Reva.

"Yaudah, sih. Kan, nggak ganggu lo juga." Ashel membalas sewot.

"Jadi kapan? Lo ngajak gue ketemu sama orangtua lo?" tanya Reva tiba-tiba yang langsung buat pergerakan Ashel terhenti.

Mendadak ingatan Ashel pada wajah papa Zee dan Reva serta mimpi tentang pertemuannya dengan Zee kecil melintas di kepala. Kemudian disusul dengan kerusuhan saat kepanikan keluarganya ketika karamnya kapal pesiar yang mereka tumpangi.

"Ashel!!" seru Reva dengan panik seraya tanpa pikir panjang langsung nyodorin jaketnya ke hidung Ashel.

Ashel kaget dan tanpa ia sadari hidungnya mengeluarkan banyak sekali darah. Wajahnya pucat dan tubuhnya mendadak dingin.

"Eh, Shel, lo kenapa!?" Olla mengampiri sesaat mendengar jeritan Reva tadi.

"Ashel mimisan, La!" sahut Reva masih dengan kepanikannya ngebekap hidung Ashel yang masih ngeluarin darah.

"Hah! Bawa ke UKS sekarang!" ucapnya seraya membantu memapah Ashel agar berjalan menuju ke UKS.

"Ih, lama. Sini gue gendong aja!" ucap Reva dengan mengangkat Ashel ke punggungnya dan jaketnya dipegangin Olla buat nahan hidung Ashel.

Tak banyak bicara lagi ketiganya pun bergegas menuju UKS. Kebetulan dokter yang jaga UKS baru datang dan langsung menangani Ashel secepatnya.

"Lo abis gebukin Ashel ya makanya anak orang sampai bocor begitu?" tuduh Olla setelah Ashel sedang ditangani sama dokter UKS.

"Mana ada sih, La, gue begitu. Yang ada gue juga heran kenapa dia tiba-tiba----" ucapan Reva mendadak berhenti.

"Tiba-tiba apaan!?" desak Olla.

"Jangan-jangan Ashel kek gitu gara-gara gue tanya soal keluarganya yang udah--" Reva langsung menutup mulutnya shock. Olla yang paham akan maksud Reva pun lantas menoyor kepala Reva tanpa beban.

"Si beg*!" ucapnya dengan geram.

"Ya maaf. Gue kira dia bakalan biasa aja, La. Soalnya kemarin-kemarin dia bahas orangtuanya pakai ketawa-ketawa gitu." Bela Reva.

"Nggak semua orang ketawa artinya dunianya sedang baik-baik aja, Dul! Ada juga yang ketawa cuma buat nutupin rasa sakitnya. Contohnya gue! Lo lupa waktu kita SMP ibu gue udah gak ada dan saat itu gue masih bisa ketawa dengan lepasnya. Padahal saat itu gue lagi tampil pentas drama di pensi sekolah." ucap Olla mengingatkan kejadian saat kelulusan SMP mereka. Mendengar hal itu Reva jadi semakin merasa bersalah.

"Lain kali kalau mau ngomong tuh di-filter dulu, Dul. Gue aja yang ceplas ceplos masih bisa ngerem dengan kesarkasan yang gue lontarin. Gue masih bisa batesin saat-saatnya gue harus lontarin bercanda sama yang serius. Lah, lo? Yang notebene-nya juara tiga bertahan di sekolah, masa hal kecil kayak gini doang masih nggak ngerti?" Olla bicara semakin menyudutkan Reva.

"Udah, La. Gue nggak apa-apa, kok." ucap Ashel yang kini hidungnya sudah tak lagi mengeluarkan darah. Dokter yang merawatnya memang tak banyak bicara dan hanya mendengarkan saja sedari tadi.

"Ashel!" Reva beranjak dari bangkunya seraya bergegas mengampiri Ashel yang duduk di tepi ranjang. "Gue minta maaf." katanya yang langsung memeluk Ashel begitu saja.

Melihat itu Olla hanya menaikan sudut bibirnya ke atas dan tanpa suara ia pun keluar duluan menuju kelas.

"Gapapa, Del. Gue ngerti, kok. Maksud lo tanya begitu. Justru gue yang harusnya minta maaf, gara-gara gue lemah sampai mimisan begini jaket lo lagi-lagi harus jadi korban." ucap Ashel.

"Tapi lo nggak apa-apa, kan, Shel? Hidung lo masih sakit, nggak?" tanya Reva dengan menengadahkan wajah Ashel dan memeriksa lubang hidungnya.

"Ih, apasih, freak banget!" tepis Ashel pada tangan Reva.

"Ya gue khawatir, Shel." bela Reva.

"Gue nggak apa-apa. Udah, yuk. Kita ke kelas. Udah telat daritadi nih kita." ajak Ashel dengan berdiri turun dari ranjang.

"Lo yakin udah nggak apa-apa?" tanya Reva sekali lagi.

"Adududuh!" tiba-tiba Ashel menekan perutnya seperti kesakitan.

"Eh, perut lo kenapa, Shel?" tanya Reva dengan raut kecemasannya.

"Perut gue mules lihat muka panik lo kek orang nahan berak." katanya dengan ketawa setelahnya.

Melihat akan adanya gerakan bar-bar, Ashel pun langsung lari menuju pintu UKS tak lupa mengucapkan kata terima kasih pada dokter yang sudah merawatnya.

"ASHELIAAAA!!" seru Reva dengan mengejar Ashel yang sudah kabur lebih dulu.

"Heh! Kalian!" tegur pak Elios dari salah satu pintu kelas yang mereka lewatin.

Dan sudah, keduanya pun berlarian tanpa suara.

•••






Ditulis, 7 Agustus 2022

AFTER RAIN [48] | {Completed} (DelShel, ZeeSha, Greshan & CH2) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang