Episode. 94

370 34 0
                                    

Oniel sedang berjalan di lorong bunker menuju laboratorium utama ketika beberapa orang penjaga bunker tiba-tiba saja mencekal kedua tangannya layaknya tersangka dalam sebuah kasus kriminal. Beberapa jam yang lalu, Jinan telah memintanya untuk datang menemuinya. Oniel pikir mungkin pemberitahuan mengenai misi baru mereka setelah yang kemarin resmi dibatalkan. Semuanya masih baik-baik saja sampai ketika staf penjaga menarik paksa tubuhnya berjalan nyaris terseok.

"Lepaskan! Kalian pikir kalian siapa bisa menangkapku seperti ini ha!? Aku ini ketua dari Agen Spy Meteor!!" seru Oniel dengan berusaha keras melepaskan cengkaraman tangan besar mereka.

"Kami tahu. Tapi kami hanya menjalankan sesuai perintah. Menurutlah jika kamu tidak ingin tersakiti." ucap salah satu dari mereka.

Belum lagi Oniel melayangkan protesnya, penjaga itu telah membuka sebuah pintu sel yang Oniel yakini itu adalah tempat dimana biasanya orang-orang yang berhasil dihasut dikurung sebelum akhirnya dimasukkan ke dalam tabung-tabung percobaan atau berakhir di dalam sumur pembakaran. Tapi sebelumnya mampir dulu ke ruang jagal jika mereka berani kabur ---yang padahal juga percuma.

"Aku tidak melakukan kesalahan apapun, kenapa aku dikurung!? Hey!! Penjaga!! Lepaskan aku!!" teriak Oniel pada penjaga yang baru saja melemparkan tubuhnya dengan kasar untuk masuk ke dalamnya.

Tak berapa lama dari itu, dari arah lain, terlihat Jinan tengah berjalan dengan wajah datar serta aura dingin yang penuh mengintimidasi.

"Tuan Jake!! Tolong saya!! Mereka mengurung saya tiba-tiba!" Adu Oniel padanya dengan menunjuk para penjaga tadi yang masih berdiri di depan sel dengan kepala menunduk.

Jake yang mendengar itu lantas mengampiri.

"Tuan! Tolong lepaskan saya, Tuan!" Mohonnya lagi.

"Aku akan melepaskanmu. Tapi dengan satu syarat."

"Apa syaratnya, Tuan? Saya janji akan menuruti semua perintah, Tuan. Saya akan lakuin apapun."

"Kembalikan dulu nyawa anakku yang telah kau renggut!"

"Ma-maksud, Tuan?" Oniel terbata tidak mengerti apa yang dikatakan Jinan padanya.

Jinan mengembuskan napas beratnya sembari berkata, "Aku tidak percaya dengan anak-anak yang telah kulatih sebagai mata-mata selama bertahun-tahun kini ternyata masih bisa sebodoh ini. Aku menyesal telah menunjukmu sebagai ketua, Cornelia." ucap Jinan dengan berusaha menahan emosi. Jika saja mata seseorang bisa menjadi laser yang dapat membunuh, mungkin Oniel sudah tewas sejak keberadaan Jinan di depan sel-nya tadi. Tatapannya begitu menusuk sampai membuat Oniel tiba-tiba kepikiran kalau tatapan itu sangat mirip dengan Shani ketika kali terakhir ia melihatnya.

Tunggu.
Apakah anak yang dimaksud Tuan adalah...
...Nggak! Nggak mungkin!
Aku tahu jelas Tuan tidak punya anak kandung selain kami para anak-anak panti yang dididik menjadi spy.
Masa iya ada anak panti yang---

"Di mana kamu menguburkan Shani?" tanya Jinan yang berhasil membuat seluruh badan Oniel merinding dan mematung seketika. Kalimat tanya yang baru saja diucapkan oleh tuannya adalah hal yang tak pernah ia duga sama sekali.

Jika efek ledakan bom yang dijatuhkan ke dalam air dapat menciptakan sensasi jantung berdebar kencang disertai seluruh tubuh yang gemetar hebat, maka satu kalimat tanya yang diucapkan Jinan juga serupa, sekaligus kalimat pengantar yang nantinya akan membawa Oniel ke tempat dimana bom itu pernah dijatuhkan. Lalu kemudian, disusul dengan ia yang mendapatkan satu lemparan granat. Dampaknya mungkin tidak sebesar bom, tapi efeknya mampu melenyapkan eksistensinya secara paripurna.

"Di ged---"

Bruk!!

Kathrina dan Fiony baru saja dilempar hingga tersungkur mengenai sudut sepatu Jinan.

"Ampun Tuan! Kami tidak tahu sama sekali kalau Ci Shani anak Tuan." kata Kathrina dengan menahan air matanya.

"Ya, saya juga tidak tahu Tuan. Kami semua---"

"Siapa yang menyuruh kalian bicara?" potong Jinan dengan suara dingin yang menusuk.

"Tapi saya berani sumpah bukan saya yang merencanakan pembunuhan kepada Ci Shani, Tuan. Tapi dia." Kathrina menunjuk Oniel yang menatapnya tidak percaya. "Ketua yang menginginkan Ci Shani jadi objek pelatihan anjing peliharaan kami." kata Kathrina lagi.

"Tapi kalian juga ikut menguburnya bukan?" tanya Jinan dengan merunduk sedikit menatap mata Fiony yang sudah berkaca-kaca.

"I-iya, Tuan." jawab Fiony dengan ketakutan.

"Bawa dua anak ini ke rubanah." perintah Jinan pada penjaga yang langsung sigap menyeret keduanya menjauh dari sana. Oniel hendak protes tapi ia sadar hal itu justru hanya akan membuat hukumannya makin berat. Atau bahkan ia pun sudah tidak tertolong lagi.

Jinan tak langsung beranjak dari depan sel. Masih ada dua penjaga yang tersisa berdiri di depannya.

Oniel yang ditatap sedemikian rupa tak mampu menyuarakan apapun selain hanya bisa mengeratkan tangannya pada jeruji yang menyekat antara dirinya dan Jinan.

"Aku perlu hatimu untuk membuatnya kembali hidup. Bawa dia." kata Jinan yang membuat Oniel bertanya-tanya apa maksudnya.

Sesaat kemudian ia pun kembali diseret menuju ruangan lain.

___________________________

"Kalian nyariin siapa?" tanya Lulu sambil makan cilok begitu melihat Chika dan Indah berdiri di depan kelasnya sambil melongokkan kepala seperti mencari keberadaan seseorang.

"Lihat Ka Oniel, nggak?" tanya Indah.

"Ooh, Oniel lagi nggak masuk hari ini. Nggak tau kemana." - Lulu.

"Kalau Ci Shani-nya ada?" - Chika.

"Nggak ada juga. Barengan sama Oniel nggak masuknya. Nggak tau juga gue kemana dia." - Lulu.

"Ohh, gitu. Yaudah kita balik dulu. Makasih, ya, Ka." - Chika.

Di dalam kelas.

"Jika memang benar apa yang diceritain Freya sama apa yang kita lihat di laptop kemarin adalah fakta, sepertinya mereka berdua saling kerja sama dalam sesuatu hal." - Indah.

"Sepertinya tentang penelitian ilegal itu. Karena selain ada Oniel, prof. Jake juga ada bersamanya." - Chika.

"Aduh, aku makin pusing sekarang. Gimana kalau kita makan dulu ke kantin. Kepalaku kayaknya mau pecah mikirin ini semua." ajak Indah dengan berdiri.

"Iya, sama."

_________________

Bruk!

Barusaja Indira berbalik hendak membawa pesanan kopinya ke meja tempatnya duduk untuk sambil membaca buku, Reva datang dengan asik memainkan game di ponselnya beserta telinga bersumpal earphone. Alhasil, tabrakan ala adegan drama televisi pun terjadi hingga membuat minuman yang dibawa Indira tumpah ke bajunya sepenuhnya.

"Astagfirullah! Maaf banget! Sini gue aja yang bersihin." seru Reva merasa bersalah seraya meraih tisu di atas meja dan mencoba mengelapkannya ke hoodie putihnya Indira.

"Kayaknya percuma, deh. Noda kopi susah hilang soalnya." kata Indira menegur aksi Reva yang ada di depannya.

"Maaf banget, ya. Gue--- Ka Dira!?" Reva langsung tersentak ketika baru menyadari siapa orang yang ada di hadapannya sekarang. Pasalnya daritadi dia nggak lihat wajah orang yang dia tabrak.

•••









Ditulis, 22 September 2022


AFTER RAIN [48] | {Completed} (DelShel, ZeeSha, Greshan & CH2) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang