"Ka Zee, mau mampir dulu nggak?" ucap Marsha begitu mobil Azizi berhenti di parkiran gedung apartemen miliknya. Alih-alih terdengar seperti kalimat menawarkan, ucapan Marsha barusan justru terdengar seperti sebuah permintaan. Dan Azizi menyadari hal itu.
"Boleh, deh. Sekalian aku mau ngecekin dapur kamu makannya bener apa nggak selama ini." sahut Azizi dengan melepaskan seat belt.
"Ya bener lah Ka Zee, kan orang suruhan Ka Zee sering datang ke sini buat bantu aku beberes rumah sama bikinin makanan." sahut Marsha.
"Aku belum percaya kalau aku belum lihat langsung. Ayo!" Azizi keluar lebih dulu dari mobil kemudian disusul oleh Marsha.
Mereka kini sudah berada di dalam lift menuju lantai 9.
"Ka Zee!" panggil Marsha yang berdiri di belakang Azizi.
"Hm?" sahut Azizi dengan menoleh lalu memutar tubuhnya menghadap Marsha. "Kenapa, Cha?" tanyanya dengan menaikkan satu alis.
"Sejak kapan Ka Zee punya tatto di punggung?" tanya Marsha dengan menautkan alis.
"Hah? Tatto apaan? Jangan ngaco kamu, Cha." - Zee.
"Ih, beneran, Ka. Di punggung Kaka ada tatt--- eh kok kayak nggak asing gitu ya gambar tattonya." Beberapa saat kemudian pintu lift terbuka. Keduanya langsung jalan bersisian menuju unit yang ditinggali Marsha.
"Mana sih? Kamu jangan bohong deh, Cha." kata Zee dengan mencoba menengok ke belakang tubuhnya percuma.
Marsha menempelkan kartu ke pintu kemudian membukanya. "Ka Zee lihat ke cermin deh sekarang." katanya dan Zee mengikuti untuk menuju ke cermin besar di dekat sofa ruang tamu.
"Eh, kamu punya kaca pembesar nggak, Cha?" tanya Zee begitu melihat tatto di punggungnya yang dimaksud Marsha.
"Nggak ada. Oh, pakai hape aja, Ka. Bentar." Marsha lantas merogoh sakunya dan mengeluarkan ponselnya lalu mengaktifkan kamera seraya mengarahkan ke tatto di punggung Azizi.
"Lambang LJ???" ucap keduanya dengan saling tatap.
_________________
Merasa diam-diaman tak akan bisa mengakhiri perang dingin diantara mereka, Gracia akhirnya memutuskan untuk pergi ke apartemen Shani. Sekalian untuk memastikan dengan apa yang ada dalam bayangan ingatan di kepalanya selama ini apakah benar itu Shani atau hanya halusinasinya saja.
Gracia baru saja keluar lift menuju unit Shani ketika salah satu orang yang tinggal di unit sebelah Shani juga keluar menuju lift. Kalau tidak salah namanya Lia.
"Ka Ci Gre?" sapanya dengan memastikan.
"Ohh--hai!" sahut Gracia dengan tersenyum ramah.
"Kaka mau ke tempatnya Ci Shani, ya?" tanyanya lagi sebelum masuk lift.
"Iya. Dia sering banget bolos akhir-akhir ini makanya aku mau samperin." jawab Gracia.
"Setahu aku juga Ci Shani akhir-akhir ini jarang banget ada di unitnya, Ka. Terus terakhir kali kulihat Ci Shani juga beberapa hari yang lalu. Sampai sekarang aku nggak pernah lihat Ci Shani balik lagi." - Lia.
Gracia menatap tidak percaya sekaligus kaget.
"Kaka coba aja cek. Dari kemarin juga mama aku ketukin pintunya buat kasihin buah tapi nggak ada orangnya di dalam." kata Lia lagi yang membuat Gracia langsung bergegas menuju pintu unit Shani. Lia tidak mengikuti karena ia harus turun ke bawah.
"Shani!! Buka pintunya, Shan. Ini aku. Gracia." seru Gracia sambil ngetok pintu dan bunyiin bel berulang kali.
Tak ada jawaban serta suara apa-apa dari dalam. Justru yang buka pintu adalah unit sebelah, tempat tinggalnya Lia dan keluarganya.
"Shani kayaknya masih belum pulang, Nak." ucap wanita paruh baya pada Gracia.
"Ibu tahu nggak kira-kira dia ada di mana?" tanya Gracia dengan wajah frustrasi.
"Nggak tahu, Nak. Soalnya terakhir kali ibu lihat dianya berangkat sekolah beberapa hari yang lalu terus habis itu nggak ada pulang-pulang sampai sekarang. Ibu tahu karena biasa ada di rumah terus. Dan Shani kalau lagi ada di rumah pasti bakal kedengaran suara instrumen piano pelan di rumahnya. Tapi beberapa hari ini sepi." jelas si ibu paruh baya.
"Gitu ya, Bu. Nanti kalau dia ada di rumah tolong ibu kasih tahu saya, ya." kata Gracia dengan mencarik kertas dibelakang bukunya lalu menuliskan nomor ponselnya.
"Iya, Nak. Semoga cepat ketemu, ya."
"Iya, Bu. Makasih, ya, Bu. Saya pamit dulu."
Sesampainya di dalam mobil. Gracia mencoba untuk menghubungi nomor telpon Shani lagi. Lagi-lagi tidak aktif.
"Shan, kamu kemana, sih? Jangan buat aku khawatir dong." ucapnya dengan perasaan gelisah.
______________
Reva, Ashel dan Flora saat ini lagi ada di rooftop. Mereka bertiga lagi menyaksikan keadaan sekitar dengan jenis pandangan layaknya seorang detektif gadungan. Tak ada apa-apa di atas. Semua terlihat tampak normal dan tak ada satupun yang mencurigakan.
"Kita balik aja, yuk. Gue laper." ajak Reva pada keduanya.
"Sama. Perut gue juga udah keroncongan dari tadi." - Ashel.
"Yaudah, ayo!" - Flora.
Tadinya Reva sudah jalan menuju pintu menyusul kedua temannya ketika matanya tanpa sengaja menatap ke sebuah benda kecil seperti duri tergeletak tak jauh dari pintu masuk. Benda itu biasa tertempel sebagai hiasan kalung.
Reva lalu memungutnya dan memperhatikan sebentar.
"Mirip yang ada di kalung gukguk. Siapa yang bawa doggy ke sekolahan, ya??"
•••
Ditulis, 24 September 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER RAIN [48] | {Completed} (DelShel, ZeeSha, Greshan & CH2)
Mystery / ThrillerIni bukan kisah tentang hubungan antara dua anak manusia yang saling mencintai. Bukan pula cerita kehidupan rumah tangga dengan masalah orang ketiga di dalamnya. Ini adalah kisah dimana orang yang kamu pikir tidak akan pernah menyakitimu, justru ad...