Episode. 12

1.1K 101 1
                                    


Sorenya pas pulang sekolah.

Ashel lagi terdiam di depan bagan menu yang ada di hadapannya saat ini. Ia jadi bingung mau pilih minuman yang mana. Karena dari gambarnya saja semuanya kelihatan enak-enak dan menyegarkan.

"Gimana, Dek, sudah nentuin pilihannya belum?" tanya Anin setelah membuatkan minuman pada pelanggannya yang lain. Meski ia adalah seorang pemilik sekaligus bos dari kafenya sendiri, Anin tetap bergabung bersama karyawannya untuk turut membantu melayani pelanggannya.

"Emm, bentar, Ka. Masih bingung." sahut Ashel masih dengan memperhatikan menu.

"Ka Anin! Kek biasa, ya!" seru suara orang yang akhir-akhir ini sering buat Ashel emosi. Itu adalah suara Reva.

Anin mengacungkan jempolnya seraya mulai meracik minuman kesukaan Reva.

"Wih, tumben banget lo ada di sini." ucap Reva dengan nada songongnya. Nah, ini, bagian nada begini ini nih yang tadi sempat bikin Ashel aneh pas di kelas yang dia dikasih coklat sama Reva. Soalnya tadi Reva ngomongnya biasa aja. Gak bernada songong kek sekarang.

"Eh, Bayi Titan! Ketemu lagi kita brother!" seru Eve saat dia masih diambang pintu dan langsung menyadari akan keberadaan Reva.

"Wey, Penguin!" sapa Reva dengan nada suaranya yang terdengar sangat berbanding terbalik dengan ketika ngomong sama Ashel tadi.

"Tumben lo bawa teman. Biasanya sendirian mulu kek jomblo." ucap Eve.

Ashel yang dimaksud hanya tersenyum sembari mulai menunjuk minuman apa yang menjadi pilihannya. "Ka, aku mau yang ini." katanya.

"Enggak, cuma kebetulan ketemu aja di sini. Tapi dia sekelas sih sama gue." kata Reva. "Namanya lo bisa lihat sendiri di nametag-nya tuh." lanjut Reva lagi.

"Ck, hai! Gue Eve teman SMP-nya Reva." kata Eve dengan mendekati Ashel.

"Ohh, gue Ashel." sahut Ashel dengan agak sedikit menunduk.

"Kita duduk di situ, yuk. Masa diri dirian gini." ajak Eve seraya langsung menggandeng tangan Ashel yang mau tidak mau jadi ikutan duduk di sofa yang sama dengan Eve.

"Eh, Bayi Titan, ayo!" seru Eve pada Reva yang masih sibuk berdiri sambil comotin makanan kecil gratis yang disediakan Anin di etalase.

"Jangan banyak-banyak ambilnya, Del. Sisain buat yang lain juga." tegur Anin.

"Iya, Kak. Abis kue buatan Ka Anin enak banget." sahut Reva jujur. Ia pun mulai beranjak duduk di bangku seberang Ashel.

Sumpah, pertemuan semua ini tuh tanpa disengaja sama sekali. Reva juga tadinya tidak menyangka bakalan ngumpul bertiga kayak gini di kafe favorit langganannya. Biasanya walaupun dia nggak tiap hari mampir, setidaknya nggak bakal ketemu terus sama Eve. Jarang jarang. Tapi kali ini langsung double. Ketemu sama sahabat lamanya sekaligus sama orang yang selalu menjadi pemicunya buat kesal sama orang itu. Ashel. Tidak tahu pasti dengan alasan jelasnya, tapi setiap kali bertemu dan mendengar namanya, bawaan Reva tuh pasti kesel. Padahal dia tahu kalau Ashel tuh nggak ngapa-ngapain. Aneh emang.

Kini minuman mereka sudah ada di meja disertai kue gratis yang diberikan oleh si pembuat sekaligus pemilik dari kafe tersebut, Anin.

"Adel, lo makan kue kek nggak ada cewek ceweknya sama sekali, sumpah, bar bar banget." tegur Eve sambil minum.

"Biarin aja kenapa, sih. Tadinya orang-orang nggak ada yang nyadar tau, tapi pas lo ngomong begitu orang - orang jadi pada lirik-lirik gue kan jadinya." sahut Reva sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan.

"Lagian lo makan kue udah kayak yang nggak makan dua hari." kata Eve lagi.

"Nih." Reva majuin piring kue lebih mendekat ke Ashel. "Kalau mau makan makan aja. Nggak usah liatin gue segitunya." katanya yang kemudian meraih gelas minum.

"Kan, celemotan nih bocil." ucap Eve dengan mengelap sisa kue yang ada di bibir Reva. Ashel yang melihat itu bukannya gesrek malah pengen ngakak, tapi ditahan. Bagaimana tidak, Eve ngelap mulut Reva udah kayak emak-emak lagi lapin mulut anaknya yang belepotan. Pakai emosi.

"Mbaknya bisa pelan pelan nggak!" Reva kesal. Apalagi pas dia nyadar kalau Ashel diam diam ngetawain dia.

"Lo yang mesti pelan-pelan makannya, anjir." sahut Eve tak mau kalah.

Ashel hanya menggeleng pelan menyaksikan perbuatan mereka.

"Eh, Ashel. Lo kalau lihat dia di sekolah makannya celemotan, kalau greget mau lapin, lapinnya jangan lembut lembut ya. Harus kasar kek tadi." kata Eve dengan kembali ke sofa samping Ashel duduk.

"Dih, kita nggak seakrab itu untuk saling ngelap, ya." ucap Reva dengan nada songong.

"Apaan sih, siapa juga yang mau ngelapin lo. GR banget. Palingan juga gue biarin. Bodo amat." sahut Ashel tak mau kalah sebal.

"Ide yang bagus tuh, Shel." Eve menimpali.

Tigapuluh menit lebih sedikit mereka habiskan untuk mengobrol. Tidak, hanya Eve dan Ashel saja yang saling ngobrol dengan manusiawi. Lain halnya Ashel ke Reva, pun sebaliknya, mereka hanya saling melontarkan kata kata menyebalkan yang bikin salah satu dari mereka jadi tambah kesal. Meski begitu, keduanya tidak ada yang baper atau terlihat sakit hati. Tapi lebih kepada kesal yang pengen gelut. Ashel pengen banget dari tadi nabokin kepalanya Reva. Dan Reva pun pengen juga tarik tarikin rambut Ashel. Tapi mereka tahan demi menjaga nama baik masing masing. Apalagi suasana kafe mulai semakin ramai karena sudah mau masuk waktu senja.

•••





Ditulis, 24 Juni 2022
Re-edited 7 September 2022

AFTER RAIN [48] | {Completed} (DelShel, ZeeSha, Greshan & CH2) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang