Pagi ini, formasi keluarga Albarach sudah kembali lengkap bersusun di meja makan. Tidak terkecuali Flora yang juga memiliki nama belakang Albarach.
"Eh, sumpah! Aku tuh baru nyadar tau kalau nama Flora ternyata ada Albarach-nya juga di belakang namanya." ucap Azizi memecah kesunyian yang sempat tercipta.
"OH, IYA! Kok, lo nggak ngomong, sih, Flo?" - Reva.
"Emang nama lengkap Flora apa?" - Gracia.
"Ya, gimana ya. Masa gue mesti ngomong "eh- eh nama belakang kita samaan lho" bukan gue banget, dah." sahut Flora sambil ngunyah. "Nama lengkap aku Flora Shafiq Albarach, Ka." katanya lagi.
"Tapi kamu sudah tau belum kalau ternyata saudaraan sama Reva pas tahu kalian sekelas?" tanya Gistavo. Ia sudah menganggap Reva seperti anak kandungnya sendiri, begitupun Dey juga kakak-kakaknya.
Dey mengangguk sependapat.
Flora menggeleng pelan. "Dulu, mama pernah bilang, kalau aku lebih baik nggak usah tahu sama siapa orang yang jadi pemilik asli di nama belakang aku. Karena itu sama aja buat hati mama sakit kalau ingat siapa yang punya. Dalam hal ini papa aku, bukan kakek. Makanya aku nggak begitu merhatiin nama belakang aku." jawab Flora dengan mengembuskan napas berat.
"Ehem!! Eh, Flo, nanti pulang sekolah kita main paralayang, yuk!" ajak Reva tiba-tiba sekalian merubah topik.
"Aku ikut! Udah lama aku nggak ke bukit. Udah lebih dari 5 atau 6 bulan nggak, sih, Ma? Terakhir sama Mama kan, yak?" - Gracia.
Flora meneguk minumannya lalu mengangguk menyetujui ajakan Reva.
"Aku kemarin abis sama Marsha di sana. Tapi keliling kebun teh doang, sih, nggak sampai naik paralayang." - Azizi.
Obrolan pagi itu pun berlanjut sampai mereka pun berangkat dengan menaiki mobil masing-masing. Kali ini tidak seperti biasanya Reva bakalan terus pakai mobil, karena ia sekarang berangkatnya bareng Flora. Entah nanti kalau misal Flora mau dibonceng naik motor. Atau mungkin mau bawa mobil atau motor masing-masing. Nggak ada yang tau.
"Kemarin lo pulang jam berapa, Rev?" tanya Flora setelah hanya musik yang terus berputar menemani perjalanan mereka. Mereka berdua memang tak banyak bicara. Konon katanya, diam adalah cara mereka me-re-chargers diri masing - masing.
Reva tak langsung menjawab, sesaat ingatannya kembali memutar apa saja hal yang terjadi tadi malam. Sampai akhirnya ada rasa hangat yang menjalar ke wajahnya. Mukanya memerah kala hal yang paling tidak ingin ia ingat justru mendadak jadi yang paling mendominasi memorinya di kepala. Sontak Reva langsung menggeleng - gelengkan kepalanya.
"Reva! Belok! Reva!!" seru Flora saat dilihatnya Reva hampir melewati gerbang sekolah mereka.
Reva sontak melakukan drifting pada mobilnya hingga menciptakan decit rem yang nyaring sampai membuat para warga sekolah yang berseleweran di dekat gerbang jadi salfok menatap ke mobilnya.
"Buset, Abang Reva jago nge-drift juga ternyata." komentar Kathrina.
"Anjay, ber-damage banget mobil si Dudul." - Olla.
"Wih, keren banget!" sorak Christy dengan bertepuk tangan yang juga lihat dari belakang mobil Reva. Dia nebeng sama Fiony lagi.
Jangankan warga sekolah yang hanya melihat dan dibuat terpana dengan aksi Reva barusan, Flora yang duduk didalam dan turut merasakan sendiri pun justru lebih dibuat shock! Bagaimana tidak, Reva nyaris menabrakkan mobilnya ke gerbang dengan jarak yang sangat tipis sekali.
Tak lama kemudian mobil pun berhenti di parkiran kelas X. Disusul sama mobil Ashel yang terparkir di sebelahnya.
Saat Reva dan Flora keluar mobil, sontak suara tepukan tangan menggema seantero sekolah. Reva yang sadar dengan siapa yang jadi objek tepukan tangan itupun langsung menutupi wajahnya dengan ransel lalu berlari ke koridor meninggalkan Flora yang tadinya nungguin dia buat jalan bareng.
"Dih, anaknya malah malu." kata Ashel dengan mendatangi Flora. "Yuk, Flo!"
___________________
"Heh!" panggil Ashel pada Reva yang tidak seperti biasanya lebih banyak diam. Emang sih anaknya rada pendiam. Hanya saja kali ini dia lebih banyak diam dari biasanya. Nggak kayak kemarin-kemarin.
"Emm." sahut Reva sekenanya.
"Soal tadi malam---"
"Ih, jangan dibahas lagi, Acel. Aku nggak sengaja!" potong Reva dengan agak meninggikan sedikit nada suaranya.
"Ih, apaan, sih! Siapa juga yang mau omongin bagian yang itu. Orang aku cuma mau bilang makasih. Nggak jelas lu." cibir Ashel dengan meringis.
"Yaudah sih, sama-sama." sahut Reva dengan muka seperti menahan malu.
"Dih, kenapa dah lu." tegur Ashel sambil melirik pada Reva yang agak salting.
"Hadeh. Mending sekarang kita ke kantin, deh, daripada nggak jelas di sini." ajak Reva dengan berdiri sambil kembali menetralkan airmukanya.
"Daritadi aku juga mau ngomong gitu, Del." Ashel.
"Yaudah, ay--- eh, bentar. Hampir lupa." ucap Reva dengan merogoh sesuatu ke bagian kecil di ranselnya.
"Mau ngapain?" - Ashel.
Reva lantas nyodorin sebuah kalung berbandul kupu-kupu dengan campuran tali rantai dibagian pengaitnya.
"Kalung kamu jatuh di kafe. Kemarin aku nemuin di dekat tangga. Harusnya pas yang tadi malam aku langsung kasihin ke kamu. Tapi ternyata kalungnya putus. Yaudah aku coba sambungin pas pulang eh nggak bisa. Terus yaudah aku coba sambung pakai tali rantai kalung aku. Hab---" Bibir Reva langsung dibekap sama tangan Ashel.
"Iya. Aku ngerti. Makasih banyak, ya, udah usaha buat perbaikin." katanya dengan tersenyum manis.
"Argh! Udah, ah, buru!" kata Reva dengan berjalan lebih dulu keluar. Padahal mah dia cuma mau nyembunyiin sikap gesreknya doang.
"Ih, kamu salting, ya!" Ledek Ashel pas dia jalan sampingan.
"Apasih, nggak, ya!" jawab Reva dengan kentara sekali dia lagi sembunyiin cengirannya.
"Ciyeee salting!" Ledek Ashel lagi makin gencar. Kali ini sambil nyolek dagu Reva.
"Ih!" Reva kaget dan sontak mau balas, tapi Ashel sudah lebih dulu lari menjauhinya.
"Wlee!!"
•••
Ditulis, 5 September 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER RAIN [48] | {Completed} (DelShel, ZeeSha, Greshan & CH2)
Mystery / ThrillerIni bukan kisah tentang hubungan antara dua anak manusia yang saling mencintai. Bukan pula cerita kehidupan rumah tangga dengan masalah orang ketiga di dalamnya. Ini adalah kisah dimana orang yang kamu pikir tidak akan pernah menyakitimu, justru ad...