43. The world ends

892 163 32
                                    

Rasanya seperti... Tidak tahu, Haza tidak bisa menggambarkannya. Tawa anak itu, kerewelannya bahkan kejulidannya sekarang hanya bisa dirindukan, tidak bisa disaksikan.

Haza menatap kosong brankar yang ditumpangi anaknya. Xavier ditutupi kain putih membuat Haza kembali merasa aneh. Perasaan aneh yang membuatnya menjadi abu-abu. Haza tidak tahu harus bagaimana sekarang.

Suara tangis mengisi ruangan Xavier.

Xavier menghembuskan nafas terakhir dirumahnya, namun karena masih ada beberapa alat medis dibadannya jadi Xavier dibawa ke Rumah sakit kembali.

Tangis sedih, tangis tak bersuara, tangis menjerit, tangis pasrah, tangis kecewa, semua bersatu disana.

Horald tersenyum menatap Xavier yang sudah tertidur tenang. Horald tentu saja merasa sangat sedih, bahkan teman masa tuanya sudah tak ada. Tak ada lagi yang mau ia ajak bersepeda di sore hari, lari pagi lalu memakan bubur dipinggir jalan sambil mendengarkan Xavier yang sangat bawel, menonton Spiderman walaupun ia tidak mengerti. Teman-nya sudah hilang sekarang.

"Katanya mau lihat Kakek dan Daddy pakai baju Spiderman? Kakek sekarang mau kalo kamu suruh pakai Xav." Ucap Horald dengan suara bergetar.

Dara memeluk Horald erat sambil mengelus punggung suaminya. Dara juga tak kalah hancur menyaksikan cucu satu-satunya telah tiada.

"Kita yang sudah tua, tapi yang muda yang meninggalkan dunia. Terkadang bukan tentang umur, tapi tentang takdir cerita." Bisik Dara kepada Horald.

*****

Sooya?

Sooya sedang duduk dibangku Taman yang dimana menjadi tempat pertama kali Sooya membujuk Xavier agar mau disuntik.

Sooya terkekeh, cerita pertemuan mereka kembali terulang. Dimana baru pertama kali ia melihat wajah menggemaskan itu menggerutu kesal, wajah excited ketika menceritakan Spiderman dan wajah cerianya ketika tertawa lepas.

Melihat Xavier yang sedang tertidur tenang akan membuatnya semakin ingin membangunkan Anaknya. Sooya lebih memilih menenangkan dirinya terlebih dahulu, baru setelah itu menjalankan hidupnya sebagai Sooya yang tanpa Xavier.

Jangan tanya perasaan Sooya bagaimana. Seperti Matahari yang merindukan Bintang dipagi hari.

Lebih baik Sooya mendengar kerewelan Xavier setiap detik dibandingkan tidak sama sekali. Sooya tidak tahu bagaimana meredakan rindunya pada orang yang sudah tidak bisa dikembalikan lagi.

Bahkan hanya untuk mendengar suaranya saja tidak bisa. Sooya tidak tahu harus apa. Sekarang seperti dunianya berhenti namun hidup tetap berjalan.

Semua semangatnya ada di Xavier. Ada ditawa anak itu.

"Nanti Bunda nonton Spiderman sama siapa Xav? Sendiri? Xavier tega biarin Bunda nonton Spiderman sendirian? Tiga minggu lagi loh."

Sooya menggigit bibir bawahnya menahan agar air matanya tak turun kebawah. Mencengkrang pegangan bangku taman seerat mungkin.

"Bunda... Bunda--" Sooya menunduk, menangis.

Sooya menangis sambil menunduk. Sampai suaranya sudah susah dikeluarkan, hanya ada cairan yang turun dari mata indahnya.

"Bunda belum sempat memeluk dan menyanyikan lagu Lullaby sebelum Xavi tidur. Maafin Bunda karena baru pulang setelah Xavi kesakitan." Ucap Sooya dengan suara terbata-bata.

Sooya menarik nafasnya dalam-dalam, membayangkan Xavier kesepian sebelum tidur karena tidak ada yang menanyakan "how's your day?" Dan menyanyikan lagu Lullaby membuat perasaan Sooya kembali sakit.

My DoctorOnde histórias criam vida. Descubra agora