SEKOLAH REYNA (2)

517 97 3
                                    

"Awwwww… Ki, kenapa jadi beda gini mijitinnya?"

Andin merasa pijatan Kiki berubah.

Andin segera membuka matanya dan ia pun sudah bisa menebak kalau memang bukan Kiki yang sekarang memijatnya.

"Iyaa.. saya tau… saya gak seenak Kiki mijitnya. Tapi saya usaha pelan-pelan kok mijitinnya."

Andin segera menoleh ke belakang dan benar saja, aLdebaran sudah berada di belakangnya.

"Kenapa jadi kamu yang mijitin aku Mas? Kiki mana?"

"Kiki saya suruh masuk ke rumah. Terus ninggalin kita disini."

Andin beranjak dari tempat duduknya. Ia juga akan melangkah masuk ke dalam rumah. Namun apa daya aLdebaran langsung menahannya.

"Boleh kita bicara berdua?"

aLdebaran sedikit memelas ke Andin.

"Udah sore, aku mau mandi."

Andin menjawab masih dengan ketus.

"Sebentar aja. Saya minta waktu kamu."

Andin pun sedikit meredam rasa kesal yang masih ada. Ia pun menurut dan mau berbicara dengan aLdebaran.

"Kita duduk yaa. Gak enak klo ngomong masa sambil berdiri, nanti pegel."

aLdebaran berusaha melucu namun Andin masih tetap memasang wajah serius.

"Hehehe gak lucu yaa?"

"Hmmmmmm…"

Mereka berdua pun duduk berhadapan. aLdebaran dengan sigap menggenggam tangan Andin. Ia menahan egonya dan berusaha untuk sabar menghadapi istri tercintanya yang sedang kesal dengannya.

"Mau saya duluan, atau kamu duluan yang ngomong?"

"Kamu aja, kan kamu yang ngajak duluan."

"Oke fine. Saya jelasin yaa. Tapi boleh perhatiin saya bicara? Liat ke arah saya yaaa."

"Iyaaa. Udah deh Mas… cepet aja ngomong…."

"Sabar…. Ini saya mau jelasin."

aLdebaran menghela nafas sebelum ia berbicara.

"Oke, setelah saya pikir. Keputusan yang saya ambil tentang sekolah Reyna di jenjang selanjutnya terlalu cepat. Karena saya pikir kamu bakal langsung setuju dengan keputusan saya. Tapi saya menyadari, hal ini memang harus kita bahas bersama."

"Makanya Mas, apa-apa tuh bisa kan sharing dulu… jangan langsung gitu aja Mas… aku tuh bukan gimana-gimana keselnya. Yang aku sesalin kenapa kamu gak coba ajak aku ngomong. Walaupun aku juga tau, ini bukan hal yang susah buat kamu batalin gitu aja."

"Iyaa, saya minta maaf. Saya salah. Saya tau, harusnya saya diskusikan ke kamu juga."

"Iyaa Mas, maksud aku juga gitu. Aku tuh mikirnya malah gak enak nanti sama kolega kamu. Kamunya udah ambil keputusan aja. Setidaknya kalaupun menolak itu ada dasarnya Mas. Kita ada waktu buat bicarain dulu."

"Iyaa, maafin saya yaa. Tadi saya langsung telepon kolega saya. Saya minta maaf kalau saya akhirnya batalin. Dan yaa Alhamdulillah mereka juga ngerti."

"Aku gak mau Mas, kamu tuh seolah-olah menggampangkan sesuatu. Aku ngerti, memang kamu gak asal cari sekolah buat Reyna. Aku juga tau kok sekolah yang kamu maksud juga oke banget. Cuma banyak pertimbangan Mas buat Reyna sekolah disana."

"Iyaa, saya paham. Yasudah.. maafin saya yaa.."

aLdebaran mengelus pipi Andin. Ia benar-benar tulus meminta maaf.

ANDIN DAN ALDEBARANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang