8. Pelampiasan

21.3K 1.6K 112
                                    

Sagraini berjalan di pinggir trotoar dengan wajah ditekuk, di sampingnya ada Reokla yang tak pernah sedetik pun mengalihkan pandangannya dari dirinya. Siapa yang tidak risih coba? Sagraini menghentakkan kakinya sekali lalu menghadap sepenuhnya kepada Reokla. "Lo nggak punya objek lain apa buat dilihatin?"

Reokla menggeleng dengan wajah datar, Sagraini menyumpah serapahi cowok itu dalam hati, ia kembali berjalan tak tentu arah dengan Reokla yang terus mengekor. "Gue mau kembali ke tempat itu," ujar Sagraini dengan nada tak bersahabat.

"Nggak!" Reokla mencekal pergelangan tangan gadis itu agar ia tak bisa ke mana-mana.

Sagraini mendelik kesal. "Lo nggak punya hak atur gue, lepasin! Gue harus bawa Atarah pulang!"

Reokla bergeming, menatap Sagraini yang terus memberontak. Ia tersenyum kecil, usaha yang sia-sia. Gadis itu tak punya kekuatan yang cukup kuat untuk melawannya.

Dasar bodoh, tapi lucu juga. Reokla menahan senyum ketika memikirkannya, ah sial! Sedetik setelahnya Reokla tersadar. Gue nggak boleh takluk sama cewek kayak dia. Sadar Reokla.

Sagraini memelas, gadis itu sudah tak punya tenaga untuk memberontak, kekuatan Reokla memang tak ada tandingannya. "Denger, ya. Gue nggak punya urusan apa pun sama lo, jadi tolong lepasin gue." Suara Sagraini melembut, berusaha menjinakkan cowok menjengkelkan ini.

Tidak punya urusan? Apakah Reokla tidak salah dengar? Jadi ... gadis ini belum tahu apa kesalahannya? Ckckck. Sagraini memang pantas diberi pelajaran. "Lo emang suka pura-pura lupa, ya?" tanya Reokla datar.

Sagraini mengangkat alisnya satu, ia menatap cowok itu kesal. "Lupa apa, sih?!"

Reokla tersenyum miring, ia menarik Sagraini hingga membuat jarak yang tadinya membentang langsung menipis. Sagraini menahan napas dengan mata yang melotot kaget, ia syok ketika Reokla dengan beraninya meraih pinggangnya begitu saja.

"Di sekolah. Lo berani nantang gue."

Sagraini menatap cowok itu cengo. Apakah Reokla gila?! Hal tidak penting seperti itu ia anggap sebuah masalah?

Cih!

Sagraini menepis tangan Reokla cepat, ia berkacak pinggang. "Lo nggak punya kerjaan lain selain cari masalah sama orang? Yang jelas-jelas mancing emosi gue terus itu lo! Yang duluan kata-katain gue itu lo sama temen-temen lo! Jadi yang seharusnya balas dendam itu gue! Kenapa malah lo yang marah-marah?!"

"Gue nggak pernah katain lo, salahin temen-temen gue," balas Reokla tak terima.

Sagraini memutar bola mata malas. "Tetep aja! Lo sama temen-temen lo itu nggak ada bedanya. Sama-sama cowok nakal, nggak punya etika! Gila! Mesum! Cowok brengs-"

Reokla membungkam Sagraini sepenuhnya menggunakan bibirnya, gadis itu tak lagi mengomel seperti tadi sebab perlakuannya. Sagraini mematung. Matanya membulat sempurna, degup jantungnya kontan menggila lalu iris matanya beradu dengan Reokla yang menatapnya intens.

Sagraini memukul-mukul dada Reokla, matanya tampak berkaca-kaca. Lepasin brengsek! Reokla mengeratkan pelukannya pada pinggang Sagraini, mencekram punggung gadis itu lalu mengelus rambutnya lembut.

"Sial." Reokla mengumpat di tengah-tengah aksinya. Kenapa ia malah menikmati aksi bejatnya? Sialan.

Sagraini terus memberontak di pelukan Reokla, ia memukul-mukul dada cowok itu, bibirnya ia kulum ke dalam agar Reokla tak bisa menyentuhnya lagi.

Reokla kembali memberi jarak, napasnya putus-putus tetapi tak melepaskan lingkaran tangan di pinggang Sagraini. "Sorry, gue kelepasan."

Sagraini mendorong keras bahu cowok itu sebelum berlari menjauh, tanpa mengatakan apa pun. Reokla tidak mengejarnya, ia menatap punggung itu dengan jantung berdegup kencang. Jakunnya masih naik turun, keringat langsung membasahi pelipisnya ketika mengingat kejadian beberapa detik lalu.

Reokla menelan ludah kasar. "Dia ... nggak! Nggak mungkin, dia bukan cewek itu." Ia meraup wajahnya frustasi. "Tapi mukanya mirip anjing!"

Seseorang menatap Reokla dari jauh, tangannya terkepal kencang seiring dengan tatapannya yang semakin menajam. "Kla nggak boleh tahu yang sebenarnya." Lucenzo berbalik, kemudian meninggalkan tempat tersebut.

....

Sagraini menatap pintu rumah di depannya dengan datar. Tak ada pilihan lain, ia harus segera pulang, lagi pula ini sudah malam dan besok ia masih bersekolah. Urusan berkelahi dan adu mulut dengan keluarganya bisa diurus nanti.


Sagraini membuka pintu dengan pelan, lampu rumah telah mati. Sagraini bernapas lega, untungnya mereka semua telah tertidur. Sagraini kembali menutup pintu dengan sangat pelan, ia berbalik.


"Kenapa lo baru pulang sekarang?"

Sagraini menahan jeritan kaget melihat Jasvar sudah berdiri di hadapannya dengan ekspresi marah, gadis itu mengelus dadanya.

"Gue tanya! Kenapa lo pulang malam -malam kayak gini, hah?!" Suara Jasvar meninggi yang menandakan cowok itu benar-benar dikuasai amarah.

Sagraini berdecak. "Gue ngantuk pengin tidur, minggir!"

Jasvar mencekal tangannya. Ia menatap adiknya dengan intens, aroma alkohol tercium walau samar-samar. Jasvar langsung naik pitam saat pikiran kotor melintas di otaknya, ia menghempaskan tangan Sagraini cukup kasar lalu menatap gadis itu tajam. "Siapa yang ngajarin lo buat minum alkohol, hah?!"


Sagraini mengernyit. "Gue nggak minum."

"Terus ini bau apa kalau bukan bau alkohol? Nggak usah bohong sama gue!"

Sagraini mengendus-endus bau badannya, kemudian memutar bola matanya malas. "Gue beneran nggak minum."

"Kalau lo nggak minum, lo dari mana aja seharian ini?!" bentak Jasvar, "Gue nggak suka ya kalau lo bergaul sama cowok-cowok nakal!"

Sagraini menatap Jasvar tajam. "Maksud lo apa?! Lo nuduh gue main sama cowok?"

"Apa lagi kalau bukan itu? Buktinya lo bau parfum cowok! Lo pikir gue nggak tahu?!" Jasvar terkekeh sinis. "Berapa cowok yang udah sentuh lo, hah?!"

Sebuah tamparan mendarat di wajah Jasvar. Sagraini sudah tak tahan lagi, gadis itu menatap Jasvar kecewa selepas menampar pipi kanan cowok tersebut. "Lo keterlaluan, Kak. Bisa-bisanya lo nuduh gue kayak gitu, kita udah tumbuh bareng-bareng, dan lo masih mikir kalau gue berani ngelakuin hal itu?"

Jasvar berdecih.

Sagraini terkekeh melihat Jasvar masih belum percaya padanya. "Gue keluar buat tenangin diri. Kebetulan ada temen gue yang ngajak ke pesta, dia bilang itu pesta ultah tapi ternyata bukan. Pas sampai di lokasi, gue udah mau pulang tapi gue kejebak di situ. Lo tahu gue orangnya gimana, Kak. Tapi lo masih bisa mikir kalau gue bakal ngelakuin hal seperti itu? Gila lo!" Sagraini menatap Jasvar kecewa.

Jasvar melunak, cowok itu menatap Sagraini dengan perasaan bersalah. "Maaf ... gue salah paham."

Sagraini tersenyum sinis. "Kalau lo marah sama keadaan keluarga kita, jangan lampiasin ke gue, Kak. Karena gue juga sama sakitnya."

Jasvar serasa dihantam banyak belati tajam ketika kalimat itu keluar dari adiknya. Sagraini berlari ke arah kamarnya dan meninggalkan Jasvar yang termenung, merutuki seluruh perbuatannya hari ini.

Bersambung•

Tulis tanggapanmu mengenai chapter ini di kolom komentar!💓

SRAKER ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang