Bagian 15

18.7K 1.4K 514
                                    

Reokla berdiri di depan pintu rumahnya. Ada sepercik ketakutan saat ingin masuk, ia masih ingat betul pertengkaran ia dan ayahnya di telepon tadi. Bagaimana jika saat ini Rahkan masih marah dan ketika ia datang ke hadapannya pria itu langsung memenggal kepalanya?

Bukankah tidak lucu jika dia ikut menyusul mamanya di usia seperti ini. Sebenarnya Reokla tidak mau pulang namun setelah mencerna baik-baik perkataan Sagraini tadi, Reokla mendapatkan secercah cahaya. Yang dulunya ia diselimuti kegelapan, kini Reokla dapat melihat sedikit celah untuk dirinya keluar dari masalahnya.

Ceklek

Ketika Reokla membuka pintu rumah nya. Rahkan sudah berdiri di ruang tengah dengan posisi membelakanginya.

Degup jantungnya berdetak sangat cepat. Selama ini Reokla selalu merasa seperti ini jika bertemu dengan Ayahnya. Sudah ia katakan bukan jika dirinya tak berani jika berhadapan langsung dengan Ayahnya? Dia memang pengecut.

Entah kenapa, sifat angkuh dan pembangkang nya hilang begitu saja jika di hadapkan dengan Rahkan, terlepas dari semua itu Reokla tak mau dan tak ingin bersikap lemah di hadapan Rahkan saat ini. Maka dari itu Reokla mencoba berani walau nyalinya sekecil biji jagung.

Reokla berjalan beberapa langkah. Kedua nya berjarak beberapa meter saja. Dengan sofa sebagai penghalang antara ia dan Ayah nya bertemu.

"Angkat kepala kamu."

Reokla mengernyit. Bagaimana bisa Pria tua ini mengetahui dirinya sedang menunduk? Apa Ayah nya memiliki mata di bagian belakang kepala? Kalau begitu sekarang Rahkan akan benar-benar berbahaya baginya.

Rahkan berbalik badan, hingga kedua anak dan Ayah itu melakukan kontak mata secara langsung.

Reokla menelan ludahnya kasar. Wajah Ayahnya terlihat lebih dingin dari biasanya.

"Apa saja yang telah kamu lakukan selama saya tidak ada?"

"Cari tau aja sendiri," balas Reokla ketus. Ia bahkan masih berusaha terlihat berani meski sudah mendapatkan tatapan tajam Rahkan.

"Ternyata kamu masih belum mengetahui arti tata krama." Rahkan memasukan kedua tangan nya ke dalam saku celana nya. "Belum cukup waktu yang saya berikan untuk kamu agar bisa meng-intropeksi diri?"

Reokla mendengus. "Langsung ke intinya aja bisa? Nggak usah bertele-tele."

Tatapan Rahkan semakin menajam mendengar balasan Reokla yang terdengar kurang ajar. "Apa yang kurang dari hidup kamu, hah?!"

"Mama."

Rahkan sontak saja diam.

"Apa kamu sangat menyayangi istri saya?" imbuh Rahkan, entah kenapa ia melontarkan pertanyaan ini.

"Lebih dari nyawa gue," jawab Reokla.

"Lantas kenapa saat dia masih hidup kamu selalu menyakitinya?" tanya Rahkan, nadanya benar-benar menusuk.

"Kamu selalu mengecewakannya," tambah Rahkan.

"Kamu membuat istri saya malu mempunyai putra seperti kamu. Sifat kamu yang tidak mempunyai etika bahkan selalu mengumpati orang yang lebih tua dari kamu selalu membuat istri saya merasa bersalah. Dia merasa gagal mendidik putra nya."

"Asal kamu tau, setiap malam istri saya selalu berpikir, bagaimana caranya menasehati kamu dengan cara baik-baik tanpa menyakiti perasaan kamu. Bahkan di saat itu dia masih memikirkan perasaanmu, dia masih memikirkan perasaan seorang anak durhaka sepertimu."

"Karena itu dia mengalami depresi ringan. Hanya karena anak bajingan tidak tau diri seperti kamu." Tatapan Rahkan semakin menajam.

Reokla bungkam.

SRAKER ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang