Bagian 29

12K 944 66
                                    

Bunyi pijakan kaki terdengar memenuhi ruangan yang memang sunyi, seorang pria paruh baya yang masih terlihat bugar itu berjalan penuh percaya diri. Kaca mata hitamnya bertengger manis di hidung mancungnya.

Begitu ia masuk di ruang utama, nampak seseorang yang segenerasi dengannya duduk di sofa single seorang diri.

"Welcome dude," sapanya bernada bariton.

"Zaro?" ucap pria di hadapannya. "Kemari, ada yang ingin aku bicarakan."

"What?" balas Zaro seraya mengambil tempat duduk yang berhadapan dengan teman karibnya itu.

"Apakah tentang Kaizen?" tanya Zaro menebak seraya menaikan alisnya satu.

Pria itu menipiskan bibirnya sejenak. "Hem, sepertinya iya."

Zaro mengangguk. "Katakan."

"Apa kau benar-benar di adopsi oleh pak Harta?"

Zaro mematung, udara di sekitarnya seakan menipis mendengar pertanyaan yang muncul begitu saja. Zaro berdeham kemudian menormalkan ekspresinya. "Kenapa pertanyaanmu seperti itu?"

"Aku hanya ingin memastikan sesuatu," jawab pria tersebut.

Zaro diam.

"Jawab Zaro. Apa kau benar-benar anak adopsi dari keluarga Wijaya?" tanyanya lagi dengan nada penuh penekanan.

"Kau tak pantas menanyakan hal privasiku."

"Benarkah?" Pria itu terkekeh sejenak. "Kalau begitu akan ku ubah pertanyaan ku. Siapa Leon bagimu?"

Lagi-lagi Zaro dibuat tak berkutik hanya karena pertanyaan sederhana itu. "Leon? Aku tak tahu."

"Bagaimana bisa kau melupakan saudaramu sendiri? Bukankah Leon saudaramu?"

Zaro berdecak, di balik kacamata hitamnya tatapannya begitu tajam menusuk netra hitam pria di hadapannya. "Dari mana kau tahu semuanya? Apa kau detektif?"

Sejenak. Pria tersebut terkekeh lalu bersandar pada sofa. "Carles memberi tahuku."

"Sekretaris biadab mu itu pasti mematai-mataiku kan?"

Rahkan mengangkat bahunya. "Entahlah, aku hanya menyuruhnya untuk menyelidiki masalah Kaizen dan putraku tapi ia memberi sedikit informasi mengenai keluargamu."

"Bajingan," umpat Zaro datar.

"Apa itu memang benar?"

"Tidak usah bertanya, aku sedang marah."

"Oh ya?" Rahkan terkekeh geli. "Jangan kekanak-kanakkan. Katakan jika itu memang benar."

"Hm."

"Jadi kau benar-benar di adopsi oleh pak Harta?" tanya Rahkan lagi.

"Aku bosan mendengarnya."

Rahkan melipat tangannya di depan dada. "Apa kau tahu bahwa putramu mencintai Kayla?"

"Ya."

"Kenapa kau memisahkan mereka?"

"Kayla sudah ku anggap putriku sendiri, tidak mungkin aku menjodohkannya dengan Kaizen walau aku tahu mereka tak mempunyai hubungan apapun."

"Kau sedikit egois."

"Aku tahu. Lalu bagaimana dengan putramu? Bukankah dia juga ikut andil dalam hal ini? Jika bukan karena dia yang memberitahuku tentang hubungan Kaizen dan Kayla, aku tak akan pernah tahu dan aku tak akan pernah memisahkan mereka. Hanya karena mulut ember putramu itu, semuanya terbongkar. Karena itu Kaizen marah dan berakhir mereka bertengkar."

SRAKER ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang