11. Kecelakaan

20.3K 1.5K 306
                                    

Bel pulang sekolah telah berbunyi. Atarah dan Sagraini bergegas keluar kelas ketika ibu guru mengintrupsi untuk pulang.

"Mau pulang bareng nggak? Gue bawa mobil," tawar Atarah seraya menoleh menatap Sagraini.

Sagraini menggeleng. "Nggak deh, lo duluan aja," tolaknya.

Atarah memincingkan matanya. "Yakin, nih?"

Sagraini memutar bola matanya. "Gue yakin, lo duluan aja sana."

"Yaudah deh gue pergi dulu. Bye!"

Sagraini melambaikan tangannya kearah Atarah yang mulai menjauh. Selepas gadis itu benar-benar pergi, Sagraini mulai berjalan kearah gerbang sekolah. Hari ini ia akan pergi ke suatu tempat. Saat sudah keluar dari kawasan sekolah, Sagraini menghentikan sebuah ojek yang kebetulan lewat. "TPU, Pak."

"Siap, Neng!"

Ojek itu memberikan helm kepada Sagraini yang langsung terima oleh Sagraini. Ketika Sagraini telah duduk di jok belakang motor, ojek tersebut langsung tancap gas menuju tempat yang disebutkan oleh Sagraini tadi. Di tempat yang sama, Sraker baru saja keluar dari gerbang SMA Rauklan.

"Kalian duluan aja," kata Reokla kepada teman-temannya.

Alfariziv mengangkat alisnya satu. "Lo mau ke mana?"

Reokla mengambil helmnya tanpa menjawab pertanyaan Alfariziv, cowok itu berjalan kearah motornya yang terparkir.

"Lah? Dikacangin," sungut Alfariziv, "Mau ke mana sih tuh anak?"

"Lo lupa, Ziv?" sahut Asahi, pandangannya mengarah pada Alafariziv. "Hari ini tanggal tiga Juni."

Alfariziv menjentikkan jarinya ketika sudah sadar. "Ini hari kematian dia kan?"

"Hm, dan Reokla mau ke sana. Lo tahu kan setiap tahun dia nggak pernah absen buat jengukin dia," ujar Kisarga.

"Kalian nyusul nggak?" tanya Reokla yang sudah nangkring di atas motornya.

"Palingan agak sore ke sana," jawab Asahi.

"Oke."

"Hati-hati," peringat Azalais.

Reokla mengangguk, cowok itu segera tancap gas menuju ke suatu tempat meninggalkan teman-temannya.

Lucenzo menghela napas berat. "Pantas dia sensitif hari ini."

Louis menatap Lucenzo sekilas, ada hal yang tidak ia ketahui. Di rooftop tadi, ia melihat gerak-gerik Lucenzo yang seakan-akan mau membungkam mulutnya ketika ia membahas tentang Sagraini.

Lucenzo menatap Louis balik ketika merasa cowok itu menatapnya, dan benar saja. Louis masih menatapnya, Lucenzo mengangkat alisnya satu sebagai respons.

Louis malah tersenyum miring. Sialan. Mengapa ia baru menyadarinya? Jadi, Lucenzo sudah tahu kebenarannya tetapi ber-akting seolah tak tahu apa-apa, benar-benar manipulatif. Louis hampir saja tertipu.


"Langsung nyusul Kla aja yuk, udah lama juga kita nnggak ke sana," sahut Asahi sambil menatap teman-temannya.

Semuanya mengangguk menyetujui saran Asahi kemudian berjalan kearah parkiran, terkecuali Louis. Cowok itu mendekati Lucenzo yang masih melemparkan tatapan bingung ke arahnya. "Niat lo baik tapi cara lo salah," ucap Louis tenang.


"Maksud lo?"

"Dengan lo coba nutupin kebenaran ini, lo sama aja biarin Kla lakuin kesalahan tahun lalu." Louis menepuk bahu Lucenzo dua kali. "Kla nggak boleh ngerasain penyesalan itu lagi, karena kalau sampai itu terjadi ... Sraker bakal bener-bener hancur."

SRAKER ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang