Chapter 3

34.3K 1.8K 14
                                    

Freya mendesis pelan, memutar tubuhnya menjadi terlentang. Freya membuka matanya, menatap langit langit kamar yang terasa asing.

Freya mengejapkan matanya, mengumpulkan kesadarannya, sebelum kelebat memori tentang kejadian di tangga apartment memenuhi benaknya.

Freya bangkit, duduk dengan terburu buru di atas ranjang, mengerang lirih sambil memegang lehernya yang masih terasa sedikit tidak nyaman akibat bekas suntikan.

"Akhirnya kau sadar juga. Kupikir kau sudah mati." Suara serak bariton dengan aura dominan terdengar.

Freya memutar tubuhnya, wajahnya menegang saat melihat Pedro duduk di sofa tunggal yang ada di salah satu sisi kamar.

"A-aku di mana?" Freya mengedarkan pandangan matanya ke sekeliling kamar. Kamar itu berukuran sedang dengan ranjang berukuran double size, lemari 3 pintu berada di sudut kamar, lalu ada satu sofa tunggal yang sedang diduduki pria yang memakai kaos ketat yang sukses mencetak otot tubuh kekarnya, sebuah meja di samping sofa, satu meja kerja kecil lengkap dengan kursi, di sisi lain terdapat pintu kecil yang merupakan pintu kamar mandi.

"Freya Damaris, biasa dipanggil Aya." Pedro menyeringai kejam, bangkit dari sofa, berjalan mendekat ke arah ranjang.

Freya perlahan beringsut mundur, berusaha menjauh dari sisi ranjang. Aura intimidasi dari Pedro membuatnya tidak nyaman. Freya merasa terancam.

"Besar dan tumbuh di panti asuhan Kasih tanpa pernah tau siapa orang tuanya. Setelah lulus SMA, langsung bekerja di resto dan tinggal di kost kostan, dan hanya pulang ke panti saat akhir pekan untuk membantu mengurus anak anak panti."

"Ba-bagaimana kau bisa tahu?" Freya tertegun, menatap Pedro.

"Kesialan menimpanya, saat memilih naik tangga dibandingkan menggunakan lift dan mendengar hal hal yang tidak seharusnya didengar." Pedro tersenyum miring, matanya menatap dingin.

"Aku tidak dengar apapun. Aku serius." Freya mencoba meyakinkan Pedro.

"Kau mendengarnya, Aya. Aku tahu." Suara Pedro terdengar ringan tapi aura kejam tetap terasa.

"Aku bersumpah tidak akan bicara pada siapapun."

"Aku tidak percaya." Pedro menggeleng pelan.

"Aku berjanji, aku serius. Aku tidak akan bicara apapun tentang kejadian di tangga."

"Aku tidak ingin mengambil resiko apapun, Aya." Pedro berdehem pelan, melangkah menjauh dari ranjang, bersandar di dinding kamar.

"Aku berjanji. Jadi bisakah tolong lepaskan aku?"

"Biasanya...." Pedro menatap ke arah Freya "Aku selalu langsung melenyapkan siapapun yang mendengar atau melihat apa saja yang seharusnya tidak didengar atau dilihat. Tapi kali ini, kau cukup beruntung."

"Beruntung?" Freya menaikkan alisnya, tampak berpikir.

Apanya yang beruntung, kalo dibawa ke tempat yang gak tau ada di mana.

"Salah satu orang kepercayaanku meminta agar kau tidak dilenyapkan dan memberimu kesempatan untuk hidup."

"Maka lepaskanlah aku, aku tidak akan menghianati tuan." Freya mulai sedikit putus asa.

"Mari kita perjelas situasi ini. Dengarkan baik baik, karena aku tidak akan mengulanginya." Pedro menarik kursi, membawanya ke dekat ranjang dan duduk di sana.

"Nama dunia terangku adalah Pedro Ramiro."

"Dunia terang?" Freya menatap Pedro terlihat bingung.

"Jangan memotong kalimatku, anak kecil. Dengarkan saja." Pedro berdehem, memasang raut wajah bengis.

No Escape (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang