Part 010

153 15 2
                                    

Paris—French.

“Kudengar mereka sudah dua pekan berpacaran. Aku sangat iri, padahal aku pernah mengagumi Daniel.”

Evelyn menyimak tiap keluh-kesah yang diutarakan sahabatnya—Felicie. Sahabatnya itu tengah memusatkan perhatian pada sepasang kekasih yang tengah bermesraan di koridor kampus. Kakak tingkatnya; Daniel dan teman seangkatannya; Beatrice. Diketahui bahwa mereka berdua mulai berpacaran dua minggu yang lalu. Cukup mengejutkan sebagian mahasiswa di kampus itu.

“Menurutku Daniel tidak tampan. Dia hanya keren dan terkenal. Mungkin karena itu Beatrice menyukainya.” Evelyn menimpali dengan apa yang ada di pikirannya.

“Karena bagimu yang tampan hanya Fabio!” sahut Felicie dengan ketus. Gadis itu sedikit memanyunkan bibirnya yang merah. “Kau sangat tidak asik, Eve.”

Evelyn terkekeh. Terlalu lama membicarakan kakak tingkat mereka hingga keduanya tidak sadar kalau mereka sudah sampai di kantin. Segera mereka mengambil tempat duduk di paling ujung. Sembari menunggu Liam yang datang dari lokernya, mereka memesan beberapa makanan.

“Sepertinya Ernest sangat tertarik padamu. Bagaimana denganmu? Apa kau akan memberinya kesempatan?” Evelyn membuka percakapan dengan topik yang berbeda. Ia ingat beberapa hari lalu Felicie sempat menceritakan banyak hal tentang Ernest yang sedang berusaha menembus dinding pertahanannya.

Felicie cepat-cepat menggeleng. Tidak suka dengan topik yang dibicarakan Evelyn. “Eve, meski dia sepupumu aku tidak sudi menjalin hubungan dengannya. Kau juga tahu kalau Ernest sangat menyebalkan. Lagi pula tanpa kau ketahui ada seseorang yang aku kagumi sejak masuk ke universitas ini.” Mata Felicie berbinar ketika menyebut seseorang yang tengah ia kagumi.

“Woah! Siapa itu? Kau bahkan menyimpannya sendiri. Bisa beritahu aku siapa laki-laki beruntung itu, Felicie?” Evelyn sangat tertarik dengan privasi sahabatnya. “Siapa? Apakah dia satu fakultas dengan kita?” tembaknya.

Tanpa jawaban berupa kata. Felicie hanya tersipu malu dibuktikan dengan pipinya yang merah merona.

“Kau bahkan tidak membaginya denganku. Kau curang! Padahal aku membagi segalanya tentang Fabio padamu dan Liam.”

“Itu rahasia, Eve. Biarkan aku saja yang mengetahui kalau aku menyukainya. Lagi pula aku cukup gengsi jika harus menyatakan perasaanku lebih dulu.”

“Felicie dan gengsinya.” Evelyn tidak habis pikir. Bagaimana bisa Felicie menyimpan sendiri kisah cintanya. Kalau itu Evelyn maka dia tidak akan tahan untuk tidak menyebut nama Fabio barang sekali dalam sehari. Minimal sekali harus ada nama Fabio Quartararo dalam setiap pembahasan dengan sahabatnya. Evelyn sangat bahagia ketika menyebut nama Prince Charming-nya itu. “Baiklah-baiklah, kalau kau tidak mau mengatakannya maka biarkan aku menebaknya. Jujur saja, aku sangat penasaran dengan laki-laki yang kau sukai sehingga kau tidak pernah melirik Ernest barang sekali. Aku akui kalau sepupuku itu sangat menyebalkan tapi dia juga keren di beberapa kesempatan.” Evelyn tidak ingin kalah. Ia harus tahu siapa orang yang mendiami hati kecil sahabatnya.

“Coba saja tebak!” tantangnya.

“Apa dia tinggi?” Evelyn mulai tebakannya.

Anggukan Felicie menjadi jawaban pertama.

“Iris matanya berwarna coklat?” tebak Eve lagi.

Untuk yang kedua kalinya anggukan Felicie menjadi jawaban tebakan Evelyn.

Evelyn tampak berpikir setelahnya. Ia juga bingung harus menebak apa lagi. Ia memperhatikan sekitar kiranya ada laki-laki yang bisa ia contek untuk imajinasi bodohnya. Ekor mata Evelyn menangkap sosok Liam yang tengah memasuki kantin—berjalan ke arahnya. Liam tampak melambaikan tangan dan tersenyum cerah akan tetapi Evelyn tidak membalas hal itu. Sebuah ide muncul di otaknya. Barangkali memang benar.

A Snowy Night | FQ20 Fanfiction ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang