Part 020

117 15 0
                                    

Paris—French.

10 panggilan tak terjawab.

Fabio membelakkan mata dan langsung meloncat dari tempat tidurnya. Akibat tindakan itu, Fabio justru tersungkur ke lantai dengan posisi wajah yang nyaris mencium dinginnya lantai granit berwarna putih gading di rumahnya.

“Berengsek!” umpatnya kemudian berusaha bangkit dengan kepayahan akibat kepalanya yang masih pusing pengaruh dari banyaknya kadar alkohol yang ia minum tadi malam.

Kemarin malam, usai sampai di rumah, Fabio langsung memejamkan mata lantaran kepalanya begitu berat. Ia minum banyak alkohol. Kepalanya tidak bisa diajak negosiasi, ia bahkan pulang lebih cepat dari klub malam, berkendara dalam keadaan mabuk, dan lupa mengabari Evelyn kalau dia sudah sampai di rumah.

Pagi ini Fabio panik. Sepuluh panggilan tak terjawab dari Sweetheart’. Ia balas menelepon detik itu juga. Tubuhnya yang menjulang di depan dinding kaca memancarkan raut khawatir. Tidak biasanya Evelyn akan menyerang Fabio dengan panggilan seperti ini. Paling tidak Evelyn akan mengirim beberapa pesan dan mengatakan hal yang ingin gadis itu sampaikan. Namun inj benar-benar hal lain. Firasat laki-laki itu mulai tidak enak.

Ya Lord! Apa yang terjadi?!” Fabio bergumam beberapa kali. “Eve, kumohon! Angkat ponselmu!”

Setelah dua kali mencoba, masih tidak ada jawaban. Fabio memijit kepalanya yang terasa pening. Alkohol sialan itu benar-benar mengacaukan pikiran Fabio pagi ini. Padahal Evelyn sudah mewanti-wanti agar dia tidak minum terlalu banyak. Namun tetap saja, jika itu alkohol maka Fabio tidak akan mentolerirnya.

Tidak menyerah, sembari keluar dari kamar, Fabio terus berusaha menghubungi Evelyn. Sampai kelima kalinya, barulah laki-laki itu mendapatkan jawaban dan sanggup menghentikan detak jantungnya untuk sesaat.

Ancel, Fab! Dia kecelakaan dan berada di ruang ICU sekarang.”

Kalimat yang disertai dengan isak tangis gadisnya sanggup menggetarkan hati Fabio. Laki-laki itu langsung pucat pasi. Beruntung akalnya masih bekerja, ia langsung bergegas ke rumah sakit setelah mendapatkan alamat tempat Ancel dirawat saat ini.

“Tenangkan dirimu, Sweetheart! Aku akan ke sana sekarang.”

Selama dua puluh lima menit—sepanjang perjalanan, Fabio tak berhenti merutuki dirinya. Kecelakaan itu terjadi kemarin malam dan dengan bodohnya Fabio malah terlelap tanpa tahu kalau gadisnya pasti ketakutan. Ia merasa sangat buruk saat ini. Fabio merasa jahat karena tidak berada di samping Evelyn saat gadis itu sangat membutuhkannya. Sepuluh panggilan dari Evelyn menandakan kalau gadis itu benar-benar ingin Fabio bersamanya tadi malam. Dalam keadaan itu hanya Fabio yang bisa Evelyn andalkan, tetapi justru lain. Fabio malah tidak ada.

Laki-laki itu terus menyalahkan dirinya. Apalagi ketika dia datang dan langsung disambut tatapan tajam oleh Ernest Pierre, Fabio makin merasa bersalah. Tatapan tajam Ernest mengartikan kalau Fabio seharusnya ada di sini sejak kemarin malam. Bukan pagi ini dan menjelma menjadi pahlawan kesiangan.

“Kemana saja kau?! Apa kau sama sekali tidak peduli pada Evelyn?! Dia terus menghubungimu, Berengsek! Kau malah tidak datang!”

Makian itu menusuk gendang telinga Fabio. Fabio memejamkan mata sejenak kemudian dia mengedarkan pandangan—mencari di mana gadisnya berada. Dapat. Fabio bisa menangkap siluet Evelyn. Gadis itu tengah duduk di depan ruang ICU setengah menunduk.

Mengabaikan makian Ernest yang lain, Fabio berjalan mendekati Evelyn. Tiba di depan gadis itu, Fabio mengarahkan tangannya untuk mengusap puncak kepala gadisnya. Begitu mendongak, hati Fabio teriris. Mata biru gadisnya terlihat redup. Air mata menggenang di pelupuk mata kemudian jatuh begitu gadis itu berkedip.

A Snowy Night | FQ20 Fanfiction ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang