Part 021

70 10 0
                                    

Paris—French.

Meski Evelyn sangat jelas tidak menyukai keberadaannya, Ofelia tetap berdiam diri di depan ruang rawat Ancel. Berkali-kali ia memejamkan mata dan berharap pada Sang Pencipta agar Ancel segera membuka matanya. Sudah lebih dari delapan belas jam laki-laki itu tidak sadarkan diri. Ofelia tidak akan tenang sebelum laki-laki itu membuka mata dan mengatakan kalau ia baik-baik saja.

Sama halnya dengan Evelyn. Gadis itu bahkan tidak pulang sejak kemarin malam. Fabio masih ada di sana, akan tetapi laki-laki itu sempat pulang ke rumah Evelyn untuk mengambil pakaian gadis itu.

Ernest berdiri menyandar pada tembok. Laki-laki itu melipat kedua tangan di depan dada dan berkali-kali melirik arlojinya dalam dua jam terakhir ini.

Suasana di bangsal ini cukup sepi. Sepadan dengan yang dirasakan di ruang pasien.

“Kapan ia akan bangun? Sudah lebih dari delapan belas jam,” gumam Evelyn sembari mengusap wajahnya dengan kedua tangan.

Fabio mengelus pelan punggung gadisnya—memberi kekuatan. “Ia pasti akan bangun, Eve. Biarkan dia istirahat sekarang. Ancel orang yang kuat, kau juga tahu itu.”

“Kapan, Fab? Kapan?! Aku tidak tenang jika dia masih memejamkan mata seperti ini.” Ganti air mata gadis itu luruh. Selama Ancel masih di dalam sana, sudah berkali-kali Evelyn menangis. Ia sangat lemah jika harus melihat Ancel menutup mata dengan alat-alat medis yang meyokong kehidupannya.

“Evelyn....” Ofelia memanggil gadis itu sembari berjalan mendekat. Sisa air mata masih terlihat di pelupuk mata perempuan itu.

Evelyn mendongak disertai dengusan kesal. Jujur, Evelyn tidak mengharapkan keberadaan Ofelia di sini. Entah Ancel membutuhkan perempuan itu atau tidak, Evelyn tidak peduli. Ia sangat tidak menyukainya.

“Aku akan kembali lagi besok,” ujar Ofelia. Mengingat sekarang sudah malam, ia juga tidak bisa berlama-lama di sini karena Ofelia juga meninggalkan beberapa pekerjaan di kantor. Bagaimanapun ia tidak bisa mengabaikan tanggung jawabnya sebagai karyawan.

“Terserah, kau datang atau tidak juga tidak membuatku senang.”

Itu bukan kalimat balasan yang Ofelia harapkan. Mengabaikan Evelyn, Ofelia beradu pandang dengan Fabio dan langsung ditanggapi dengan anggukan oleh laki-laki itu. Ofelia cukup tahu kalau Fabio jauh lebih mengerti keadaannya saat ini dibanding Evelyn.

Kemudian tanpa kata lagi, Ofelia melangkah di depan Ernest dengan senyum kecil di sudut bibirnya. Ernest menanggapi hal yang sama seperti Fabio.

Usai kepergian perempuan itu, Fabio berucap pada Evelyn. “Kau jangan seperti itu pada Ofelia. Sikapmu tidak tepat untuk orang yang sedang bersedih, Eve. Aku bisa lihat dari pancaran matanya kalau dia juga hancur melihat Ancel seperti ini. Sama sepertimu, kalian berdua adalah dua perempuan yang sangat dekat dengan Ancel. Kau bukan satu-satunya orang yang menderita karena ini,” ucap Fabio berusaha membuat Evelyn mengerti.

Jujur, sikap Evelyn yang seperti tadi pada Ofelia sangat mengganggu Fabio. Ia tidak mau gadisnya menjadi antagonis di sini.

“Aku tidak tahu harus bersikap seperti apa, Fab. Kehadirannya jauh lebih menggangguku.”

“Kau bisa seperti tadi, tapi jangan ulangi lagi. Aku tidak akan suka. Hargai perasaan Ofelia. Kalian sama-sama perempuan.”

Evelyn kehilangan kata. Fabio benar. Evelyn tidak sekalipun menghargai perempuan itu selama dia dekat dengan Ancel.

●○●○●○●○

Seharian ini Fabio masih kepikiran tentang kepingan ingatan yang ia dapat tadi malam. Tentang ia yang menabrak sesuatu di jalan. Namun, benarkah?!

Usai kembali dari rumah sakit, Fabio gegas mengambil kartu memori di kamera dashboard mobilnya untuk mengobati rasa penasaran yang sempat mengganggunya seharian ini.

Buru-buru ia menyalakan laptop dan mencari file yang ia inginkan. Fabio segera mengklik file tersebut dan menontonnya. Ia tidak bisa berkata saat rekaman itu terlihat jelas dari kemara mobilnya apa yang ia tabrak tadi malam. Ada sebuah mobil yang terparkir di pinggir jalan dan Fabio kenap betul mobil siapa itu.

Dunianya seakan runtuh saat ini. Laki-laki itu menganga tidak percaya. Bahkan tangan laki-laki itu kini bergetar saat mengulang rekaman itu untuk yang kedua kalinya. Tidak! Tidak mungkin! Bagaimana bisa dia seceroboh ini?!

Ancel. Fabio lah yang menabraknya. Ini mustahil!

Kamera dashboard milik Fabio adalah bukti paling penting di sini. Kronologi kecelakaan yang dialami Ancel terekam jelas dari sudut Fabio.

Fabio kehilangan kata. Namun otak laki-laki itu masih tetap bekerja. Buru-buru ia mengambil ponselnya yang menghubungi Tom. Dia adalah satu-satunya orang yang bisa membantunya saat ini.

“Cepat datang! Aku butuh bantuanmu, Tom!” Bahkan sebelum Tom lebih dulu menyapa, Fabio sudah mengeluarkan suara. Suaranya sangat berbeda dari suara Fabio yang biasanya. Tanpa menunggu jawaban Tom juga, Fabio mengakhiri panggilannya.

Laki-laki itu mengacak rambutnya penuh rasa frustrasi. Bagaimana sekarang?! Bagaimana jika Evelyn tahu kalau apa yang Ancel alami adalah perbuatannya?! Apa yang akan gadis itu lakukan padanya?!

Otak laki-laki itu mulai memikirkan banyak hal negatif tentang bagaimana respon Evelyn kalau sampai gadis itu tahu Fabio adalah pelaku tabrak lari yang menimpa Ancel. Tidak! Tidak akan! Bagaimanapun Evelyn jangan sampai tahu!

Kurang dari tiga puluh menit, Tom sudah ada di kediaman Fabio. Laki-laki itu menceritakan semuanya pada sahabatnya itu. Tom cukup terkejut dan ia coba berpikir keras hal apa yang bisa menutupi perbuatan tidak sengaja yang Fabio lakukan.

“Ini adalah bencana, Fab! Jika kau hanya memikirkan Evelyn saja, maka kau salah. Ini adalah bencana besar. Kariermu juga terancam jika kau sampai ketahuan telah melakukan tindak kejahatan. Masih lebih baik jika kau menolongnya malam itu. Tapi ini adalah tabrak lari dan sangat memungkinkan kau didakwa. Tidak cukup sampai di sana, tim juga akan mengambil keputusan padamu,” jelas Tom. Laki-laki itu jauh lebih mengerti berbagai resiko yang akan dihadapi Fabio karena kecerobohannya ini.

“Lalu aku harus apa?” tanya Fabio dengan suara lemah.

“Sebisa mungkin jangan sampai ada yang tahu. Serahkan saja padaku. Aku akan mengurusnya. Kau tenangkan dirimu. Tetap berpikir positif saja.”

“Apa yang akan kau lakukan? Menyingkirkan bukti?” tebak Fabio.

Tom mengangkat kedua bahunya. “Apalagi? Hanya itu salah satu cara yang paling memungkinkan. Atau kau mau dipenjara seumur hidup?! Tidak cukup sampai di sana, Evelyn akan sangat membencimu. Kariermu hancur dan semuanya berakhir. Aku memikirkan yang terbaik untukmu. Selama ini kau selalu percaya padaku. Maka percaya padaku juga sekarang!”

“Ini semua membuatku gila, Tom! Aku benar-benar takut. Lebih dari hukuman aku lebih takut jika Evelyn membenciku. Aku tidak bisa menerima kebencian darinya, sungguh!” ujar Fabio, laki-laki itu sangat frustrasi sekarang.

●○●○●○●○

To Be Continued

zesimárquez

A Snowy Night | FQ20 Fanfiction ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang