Part 022

94 9 0
                                    

Paris—French.

Sepanjang malam Fabio terus berpikir. Otaknya terus memutar kejadian itu tanpa henti. Ia bahkan tidak habis pikir dengan dirinya. Bagaimana bisa dia melakukan hal seceroboh dan sefatal itu?!

Rasa takutnya tak lepas dari bagaimana reaksi Evelyn ketika gadis itu tahu apa yang sudah diperbuatnya pada kakaknya. Hal yang paling Fabio takuti adalah gadis itu membencinya lalu Fabio berakhir ditinggalkan. Tidak! Tidak bisa! Fabio tidak bisa dicampakkan karena kesalahan yang tidak ia rencanakan.

Meski rasa takut masih melingkupi dirinya, Fabio tetap datang ke rumah sakit untuk melihat keadaan Ancel. Raut wajah laki-laki itu tidak seperti biasanya. Bahkan nyaris berubah. Ada sedikit raut pucat dan lesu. Evelyn menyadari itu. Dengan khawatir gadis itu bertanya guna memastikan kondisi tubuh pacarnya baik-baik saja atau tidak.

“Aku baik-baik saja, Eve. Kau jangan khawatir!” Itu adalah kalimat jawaban yang sudah terucap kesekian kalinya dari mulut Fabio atas pertanyaan yang sama. “Yang harus kau khawatirkan sekarang bukan aku, tapi Ancel. Aku juga tidak tenang melihat kondisinya sekarang.”

“Entah kapan dia akan bangun. Aku sangat mengharapkan dia membuka mata sekarang.”

Dalam hati Fabio meringis. Ia yang menyebabkan kekacauan ini. Andai saja ia tidak mabuk ketika berkendara dan ponsel sialan itu tidak jatuh di bawah kakinya. Oh andai saja Fabio cukup pintar untuk menepi dulu ketika mengambil ponsel itu. Sayangnya, dia sangat bodoh. Fabio sendiri yang membuat dirinya terancam. Semua tentang dirinya terancam.

Evelyn mengusap wajahnya, bersamaan dengan itu Ernest dan Ofelia datang. Entah hal apa yant membuat mereka datang bersamaan hari ini. Mungkin karena berpapasan di pintu masuk atau hal lain. Evelyn tidak mau memedulikan ini.

“Masih belum ada perkembangan?” tanya Ernest. Tentu saja pertanyaan itu ditujukan untuk Evelyn. Laki-laki itu tidak mau repot bertanya pada orang yang tidak ia sukai.

Gelengan kepala Evelyn menjadi jawaban. Ernest mendesah pelan, lalu duduk di samping Evelyn. Mereka masih ada di ruang tunggu di depan ruang rawat Ancel.

Ofelia datang dengan membawa beberapa kantong berisi makanan. Ia menaruhnya di dekat Fabio, kemudian perempuan itu menawarkan. “Aku membawa beberapa makanan untuk kalian. Jangan sungkan, kalian nikmati saja,” tawarnya. “Aku tahu kau belum makan, Evelyn.”

“Terima kasih untuk kebaikanmu, Ofelia. Kami akan memakannya nanti.” Karena Evelyn hanya diam saja dan menunjukkan ketidaksukaannya pada Ofelia, Fabio yang memberi jawaban pada perempuan itu.

Setelah kedatangan Ofelia, dokter yang merawat Ancel masuk ke ruangan tempat laki-laki itu dirawat. Sekitar lima menit kemudian dokter laki-laki yang berumur kiranya empat puluh lima tahun itu keluar. Evelyn, Fabio, Ofelia, serta Ernest langsung menghadap dokter tersebut.

“Bagaimana dokter? Apa ada perkembangan?” tanya Ofelia. Wajah perempuan itu terlihat khawatir.

“Tuan Guerrero memiliki tubuh yang kuat. Dia sudah mengalami perkembangan yang baik. Setelah ini dia bisa dipindahkan ke ruang perawatan biasa dan akan segera siuman. Kalian jangan terlalu mencemaskannya!” Usai mengatakan kalimat-kalimat itu pada keluarga pasiennya, sang dokter segera undur diri.

Evelyn dan yang lain merasa lega, akan tetapi Fabio tidak. Sebaik apapun keadaan Ancel tetap saja ia bersalah dan tidak bisa setenang yang lain.

Seperti yang dokter katakan, Ancel sudah dipindahkan ke ruang rawat inap. Di ruangan yang besarnya tak lebih dari dua belas meter itu, keempat orang yang masih setia menunggu laki-laki itu bangun masing-masing berdiri di samping ranjang tempat Ancel berbaring.

A Snowy Night | FQ20 Fanfiction ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang