Part 024

72 8 0
                                    

Paris—French.

Evelyn berjalan di depan Arthur menuju ruang rawat Ancel. Setelah sedikit drama di taman rumah sakit tadi, Evelyn memutuskan untuk kembali melihat keadaan Ancel. Takut kalau kakaknya mencari karena kepergian Evelyn cukup lama.

Ancel tengah berbaring dengan selang infus yang tertancap di salah satu tangannya. Mata laki-laki itu terbuka meski ia tidak bisa melihat cahaya apa pun. Saat pintu kamar rawat inapnya dibuka, laki-laki itu menoleh. Ia tersenyum kecil menyambut kedatangan yang ia tebak adalah adiknya.

Benar. Firasat Ancel sangat kuat. “Kau dari mana saja, Eve? Aku menunggumu.”

Mata Evelyn masih sembab saat berjalan ke arah Ancel dan duduk di kursi samping ranjang tempat kakaknya berbaring. “Aku dari luar, Anc. Maaf membuatmu menunggu,” jawabnya. “Apa kau butuh sesuatu?”

Ancel menggeleng. Laki-laki itu terlihat kuat daripada tadi saat pertama kali mendengar kenyataan akan keadaannya. “Kau datang bersama Fabio? Fab, kenapa tidak kemari?! Kau bahkan belum menyapaku sejak aku bangun. Calon adik ipar macam apa kau ini, huh?! Sangat jahat padaku!” Ancel sedikit merajuk. Mungkin sebagai penghiburan untuk dirinya sendiri.

Evelyn menggigit bibir bawahnya—menahan isak tangis yang tiba-tiba menyerangnya. Andai Ancel bisa melihat kalau yang datang bersamanya bukan Fabio tetapi Arthur. Laki-laki itu sudah pergi.

“Kemari, Fab! Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu!” pintanya.

Tanpa kata Arthur mendekat. Ia bahkan tidak bisa bersuara atau Ancel akan kecewa. Tanpa perintah dari Evelyn untuk mengaku, maka Arthur akan pura-pura menjadi Fabio setidaknya untuk saat ini meski suatu hari ketika dia bersuara Ancel akan mengenali.

“Aku tidak datang bersama Fabio. Ini Arthur, teman kuliah Ernest, Kak.”

Arthur langsung mengalihkan pandang pada Evelyn. Dia tidak berniat menyembunyikan kandasnya hubungan dengan Fabio?

“Aku sudah tidak bersama Fabio lagi. Kami baru saja putus.”

Arthur lebih terkejut lagi dengan ucapan frontal Evelyn. Ia tidak memikirkan perasaan kakaknya. Padahal Ancel sangat mempercayai Fabio untuk ia titipkan Evelyn. Ia juga tidak peduli jika Ancel akan kecewa dengan Fabio.

“Apa maksudmu?” tanggap Ancel tidak percaya. “Kau pasti bercanda. Bagaimana bisa adikku si budak cinta putus dengan pacarnya? Itu hanya akan terjadi jika Fabio menghamili perempuan lain. Iya, ‘kan?” Ancel terkekeh di ujung kalimatnya.

Sialan! Bahkan di saat seperti ini saja Ancel masih bisa bercanda. “Aku serius. Kami sudah putus.”

Suasana di ruangan ini mendadak senyap. Hanya ada suara jam dinding yang menjadi mengisi kekosongan. Jantung Ancel berdegup kencang. Lebih kencang dari ketika ia mendengar kenyataan akan kondisi matanya. Ini bahkan lebih mengejutkan.

“Kenapa? Bagaimana bisa terjadi? Kalian bertengkar?” Tiga kalimat tanya langsung ia tunjukkan pada adiknya. Ancel masih tidak percaya. Ia juga berharap ini adalah mimpi. Fabio dan Evelyn. Mereka adalah pasangan sempurna yang selalu Ancel doakan setiap hari agar mereka selalu bahagia dan tetap bersama. Namun kenyataan sialan tentang berakhirnya hubungan mereka harus Ancel dengar hari ini.

“Tidak tahu. Tiba-tiba dia ingin putus. Aku tidak bisa menahannya meski sudah berusaha. Biarkan saja. Fabio memang selalu menyebalkan,” ucap Evelyn. Dalam hati ia juga dongkol dengan keputusan sepihak yang Fabio ambil untuk hubungan mereka.

“Kau sudah coba berbicara dengannya? Ini terlalu tiba-tiba.”

Seperti yang Evelyn perkirakan kalau Ancel akan sangat terkejut dan tidak terima dengan berakhirnya hubungan Evelyn dan Fabio.

A Snowy Night | FQ20 Fanfiction ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang