Part 033

141 8 0
                                    

Paris—French.

Bohong jika Evelyn tidak memikirkan Fabio seharian ini. Mengetahui laki-laki itu mengikutinya sampai di kampus sudah cukup menganggu konsentrasinya. Bahkan beberapa kali dosen menegurnya karena ketahuan melamun. Namun bukan itu yang penting sekarang.

Evelyn ingin menjauh, akan tetapi alam mencegahnya. Mencegah seakan mereka memang harus bicara sekarang. Jika Fabio membuka mulut maka Evelyn akan coba mendengar alasan laki-laki itu meninggalkannya dulu.

“Katanya ada yang ingin dibicarakan,” ucap Evelyn setelah keduanya sama-sama membisu cukup lama.

Mereka sudah berteduh di depan cafe tempat Evelyn bekerja. Hujan masih belum berhenti setelah tiga puluh menit.

Fabio memutar tubuh menghadap Evelyn sementara gadis itu masih menatap lurus hujan yang makin deras.

“Maaf untuk yang dulu. Aku melakukan kesalahan. Keputusan itu aku ambil tanpa berpikir panjang. Aku sangat takut saat itu, Eve. Kupikir dengan menjauh darimu bisa membuatku tenang. Namun ternyata tidak. Aku justru tidak tahu kemana aku harus melangkah selanjutnya. Semuanya begitu rumit,” jelasnya. Masih penuh teka-teki.

“Apa yang kau takutkan?”

“Sesuatu yang tidak bisa aku jelaskan saat ini.”

“Lalu kapan kau akan menjelaskannya? Setelah semuanya menjadi rumit? Sebenarnya apa yang kau sembunyikan, Fab? Jika kau seperti ini aku harus berpikir ribuan kali untuk memulai lagi denganmu. Kupikir aku sangat mengenalmu dan tahu segalanya tentangmu, tapi ternyata tidak. Kau bahkan menyembunyikan sesuatu dariku.”

Fabio menarik napas lelah. Ia kehabisan kata untuk menjawab kalimat panjang Evelyn. Setelahnya laki-laki itu diam—kembali berpikir harus memberikan jawaban seperti apa.

“Apa malam di mana kau mabuk itu kau tidur dengan jalang?” tebak Evelyn.

Fabio panik. Ia menggeleng berulangkali seperti anak kecil yang ketahuan mencuri tapi tidak mau mengakui perbuatannya. “Tidak-tidak! Itu tidak benar! Bagaimana kau bisa berpikir begitu, Eve?! Aku bahkan tidak pernah membayangkan tubuh—”

“Oke, cukup! Memang bukan itu alasannya. Lalu apa?” tanya Evelyn lagi.

“I-itu, sudah kubilang aku tidak bisa mengatakannya sekarang.”

“Baiklah. Kau menyia-nyiakan kesempatan ketika aku mau mendengarmu. Jangan harap kita akan bicara seperti ini lagi!” putus Evelyn. “Aku pinjam payungmu. Akan kukembalikan lewat paket besok pagi!” Setelah katanya itu Evelyn meraih payung hitam yang semula tergeletak di bawah lantai.

Gadis itu pergi setelahnya—menerobos hujan bersama payung hitam Fabio yang lumayan besar. Untungnya petir sudah berhenti berulah.

“Eve!!!” Fabio panik ditinggalkan seperti ini. Laki-laki itu langsung lari mengejar Evelyn yang belum jauh. Ia dengan segera menempel pada Evelyn dan mengambil alih payungnya karena tinggi Evelyn yang dibawahnya membuat Fabio kesulitan berdiri.

Respons yang diberikan Evelyn hanya dengusan kecil. Gadis itu tidak menolak Fabio yang ingin berjalan bersamanya.

“Pekan depan aku akan balapan di Australia. Kau mau ikut? Pemandangan di sana sangat indah. Kita bisa sekalian ke Indonesia. Ada pemandangan indah di Nusa Tenggara. Aku yakin kau akan menyukainya,” ujar Fabio dengan mata berbinar. Ia beberapa kali melirik Evelyn dengan senyuman yang tak luntur dari wajahnya.

“Tidak, terima kasih!”

“Yakin kau tidak mau? Jangan buang-buang kesempatan sebagus ini, Eve. Aku mengajakmu dengan grat—”

A Snowy Night | FQ20 Fanfiction ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang