Part 017

113 16 0
                                    

Paris—French.

Setelah sadar kalau Ancel melukai hati adiknya, laki-laki itu segera bertindak. Hal pertama yang ada di pikirannya adalah mengejar Evelyn lalu memberikan penjelasan mengenai apa yang sudah ia lakukan. Tanpa meninggalkan kekasihnya, Ancel menggandeng tangan lembut Ofelia Rodriguez—seorang rekan kerja yang sudah merangkap menjadi kekasihnya tiga bulan ini. Perempuan pertama yang berhasil menjerat hati Ancel dalam sebuah nama cinta.

Begitu netra Ancel menangkap sosok yang dicarinya, sosok itu tengah membenamkan wajah di dada bidang seorang laki-laki yangg Ancel tahu persis kalau dia adalah Fabio Quartararo. Fabio tengah memainkan peran menjadi kekasih yang baik, dia memeluk Evelyn—membiarkan gadis itu menangis di dadanya sembari mengusap punggung Evelyn berkali-kali.

Hati Ancel tercabik-cabik saat melihat tubuh Evelyn bergetar di pelukan Fabio. Tangisan Evelyn adalah satu dari sekian hal yang tidak ingin laki-laki itu lihat seumur hidupnya. Evelyn boleh menangis, tapi jangan karenanya atau orang lain. Evelyn boleh menangis dalam artian tangisan bahagia. Serius, bukan ini yang ingin Ancel lihat. Adik kecilnya menangis karenanya dirinya. Ancel merasa jahat.

Masih dengan menggandeng tangan Ofelia, Ancel mendekat. Tepat berada di belakang Evelyn, tangis gadis itu mulai mereda. Punggungnya tidak lagi bergetar seperti tadi. Ancel memberanikan diri untuk memanggil. “Eve...,” panggil Ancel lemah. Ia sangat lemah saat ini. Harusnya dia tidak membuat Evelyn menangis. Ancel sudah paham betul apa yang akan terjadi jika Evelyn tahu kalau dia memiliki hubungan istimewa dengan Ofelia. Evelyn akan merasa kehilangan.

Mengerti keadaan, Fabio merenggangkan pelukan, jemari besarnya bergerak mengusap air mata di pelupuk mata gadisnya. Mata biru yang biasanya bersinar terang kini redup, bahkan berkaca karena air mata yang masih ingin menetes.

“Ancel memanggil, kalian harus bicara.” Fabio berucap dengan hati-hati. Sebagai seorang pacar, Fabio bisa dinilai begitu perhatian dan tahu keadaan. Ia sangat mengerti posisi keduanya sehingga laki-laki itu tidak memihak siapa pun.

Evelyn kembali terisak, akan tetapi anggukan penuh keyakinan dari Fabio memberinya kekuatan. Gadis itu membalik badan, melihat betapa Ancel menatapnya khawatir. Ekor mata Evelyn justru terfokus ke samping kakaknya. Seorang perempuan yang belum pernah ia lihat sebelumnya berdiri di sana. Menatapnya dengan raut yang sama dengan Ancel.

“Eve, maafkan aku.” Itu adalah kalimat pertama yang bisa Ancel ucapkan. Sebenarnya dia tidak salah. Tidak salah sama sekali, akan tetapi hubungan keduanya lah yang membuat ini seakan menjadi masalah.

“Aku—” Laki-laki itu nyaris kehilangan katanya saat setetes air mata melewati pipi Evelyn. “Aku dan Ofelia, kami berhubungan.” Tidak bisa menunda. Yang Ancel butuhkan sekarang adalah pengertian Evelyn. “Sudah tiga bulan. Sama seperti kau dan Fabio, kami juga saling mencintai,” tambahnya.

Ancel merasakan kalau tangan Ofelia di genggamannya mendingin. Perempuan itu cukup peka akan apa yang terjadi karena seringnya dia mendengar cerita Ancel tentang Evelyn dan betapa takutnya Ancel kalau Evelyn mengetahui hubungan mereka.

Untuk menghilangkan rasa cemas Ofelia, Ancel mengeratkan genggaman mereka. Sebaliknya, Evelyn tersenyum kecut saat melihat dua tangan itu saling bergandengan.

Tanpa kata, Evelyn melangkah lagi. Meninggalkan tiga orang yang menunggu gadis itu memberi tanggapan. Tidak ada, bagi Evelyn tidak ada yang perlu ditanggapi. Semua orang akan berpikir kalau Evelyn terlalu mementingkan egonya. Tentu saja, dia egois. Evelyn paham akan itu bahkan tanpa orang lain memberitahu.

Tidak bisa membiarkan Evelyn pergi sendiri, Fabio mengejar gadis itu seperti tadi. Ancel menghembuskan napas lelah. Adiknya memang sulit dimengerti. Ofelia yang sadar akan itu mengusap lengan Ancel dengan penuh perhatian.

A Snowy Night | FQ20 Fanfiction ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang