Part 034

58 8 0
                                    

Paris—French.

“Aku tidak mau jalan-jalan ke Paris. Aku sudah bosan, Uncle!” Ini sudah yang kesekian kali Fabio mendengar rengekan Alice selama gadis itu duduk di dalam mobilnya. Sengaja Fabio menjemput gadis itu pagi buta dan kembali lagi ke Paris untuk mengajaknya jalan-jalan seperti yang gadis itu inginkan tempo hari.

“Menurut saja kenapa, sih? Toh yang penting jalan-jalan. Aku juga tidak menyuruhmu untuk membayarku karena sudah meluangkan waktu untuk menjemput dan mengajakmu jalan-jalan. Sesuai permintaan, aku menjemput tanpa mengajak Ace. Begini saja masih kurang puas,” imbuh Fabio. Laki-laki itu balas menggerutu dengan kesal.

Alice tidak menjawab Fabio lagi. Gadis berambut pirang keriting itu tampaknya sudah pasrah. Padahal tadi Fabio berkata akan mengajaknya jalan-jalan di tempat yang jauh dari rumahnya tapi ternyata tanpa di sangka itu adalah kota tempat pamannya itu tinggal.

Gadis itu memilih fokus pada ponselnya, bermain game masak-masakan yang selalu dimainkannya ketika bosan. Sementara Fabio menyalakan musik dan bersenandung beberapa kali untuk menghilangkan kekesalannya.

Alice tidak peduli lagi kemana Fabio akan mengajaknya pergi.

“Kalau besok kau ikut ke Australia bagaimana?” celetuk Fabio.

Alice mengalihkan atensinya ke arah Fabio seketika. Matanya berbinar beberapa saat akan tetapi langsung redup dalam hitungan detik. “Siapa yang akan mengurusku di sana? Grandma dan Grandpa tidak mungkin ikut, ‘kan? Aku juga tidak mau bersama Uncle Tom. Masa iya aku akan sendirian di hotel. Tapi Uncle, aku benar-benar ingin ikut!”

Fabio terdiam sebentar. Alice benar juga. Namun detik berikutnya ia tersenyum miring. “Jadi kau mengkhawatirkan itu? Santai saja! Kau pasti akan pergi denganku! Tapi dengan izin ayahmu, ya!”

“Kau yang harus berkata pada Daddy tentang itu karena kau kan yang mengajakku.”

“Jangan cemas untuk hal yang tidak perlu kau cemaskan! Kau hanya harus tersenyum saja setelah ini.”

Alice mengernyitkan kening samar. Namun berikutnya ia mengedikkan bahu, tampak acuh dengan yang Fabio katakan tadi. Namun keacuhan gadis itu tak berlangsung lama ketika mobil Fabio berhenti di pelantaran apartemen yang pernah ia tahu siapa yang tinggal di kawasan ini.

“Kenapa kita ke sini? Bukankah kau sudah putus dengan kak Eve?” tanya Alice, penasaran.

“Memang. Well, Alice, aku mengajakmu ke Australia itu tidak gratis. Kau harus membantuku yang mana akan menguntungkanmu juga. Bagaimana?” Fabio mengerling jahil. Sebenarnya ini bukan rencananya sejak kemarin. Baru saja muncul tadi ketika Alice berbicara tentang siapa yang akan menemaninya selama di Australia.

“Dasar licik!!!” sungut Alice setelah tahu maksud dari perkataan Fabio tadi.

“I am!”

“Lalu, apa yang harus kulakukan untukmu? Dengan cara apa?” tanya Alice dengan kesal.

“Seperti yang kukatakan tadi, tersenyum. Buat Kak Eve merasa nyaman bersamamu. Itu mudah, ‘kan?”

Alice mengangguk paham. “Oke, kesepakatan diterima!”

“Ayo turun! Tebakanku dia akan turun dua menit lagi.”

“Jika dia tidak turun bagaimana?” tanya Alice saat gadis itu akan turun.

“Lihat, kau memang selalu mengkhawatirkan hal yang tidak penting.”

Alice mendengus kesal. Pamannya itu tiba-tiba berubah menjadi menyebalkan. Ah tidak! Salah jika dia baru menyebalkan sekarang, sejak dulu juga Fabio seperti itu.

A Snowy Night | FQ20 Fanfiction ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang