Part 029

74 6 0
                                    

Paris—French.

Merendahkan gengsi, Evelyn nekat menghubungi Ofelia dan mengajak perempuan itu bertemu setelah kuliahnya selesai. Mereka bertemu di kafe yang tidak jauh dari tempat Evelyn kerja paruh waktu.

Lima belas menit menunggu, perempuan yang sudah menerima janji dengannya itu tak kunjung datang. Evelyn mendesah kesal beberapa kali. Dasar menyebalkan!

Selang lima belas menit lagi, desahan berat Evelyn entah yang ke berapa kalinya terdengar. Masalah menunggu, Evelyn paling benci hal itu. Apalagi menunggu orang yang tidak tepat waktu. Lima sampai lima belas menit masih bisa ditoleransi, tetapi lebih dari itu tidak lagi. Akhirnya Evelyn beranjak. Memutuskan untuk pergi dan membatalkan janji dengan perempuan sok sibuk itu.

Namun saat kakinya baru akan meninggalkan meja, sosok perempuan dengan tas tas selempang bermerek Channel datang tergesa-gesa dan langsung berlari ke arah Evelyn.

“Maaf, ada rapat darurat di kantor tadi. Aku berniat menghubungimu tapi tidak sempat. Apa kau sudah lama menunggu?” tanya Ofelia sembari menetralkan napasnya yang memburu.

“Tiga puluh menit. Aku berniat pergi, tapi kau malah datang,” ucap Evelyn penuh nada tidak suka. “Aku tidak akan lama. Mungkin kau sudah bertanya pada Ancel perihal aku yang ingin bertemu denganmu.”

Evelyn mengernyit atas ucapan Evelyn. Memang, ia sudah bertanya pada Ancel kenapa tiba-tiba Evelyn ingin bertemu dengannya tapi melihat sikap gadis itu yang masih sarkas padanya, Ofelia mengubur harapan kalau Evelyn akan berteman dengannya. Jadi, Ofelia sempat menebak kalau mungkin saja Evelyn menyadari perbuatannya selama ini dan mencoba berbaik hati, tapi sepertinya Ofelia salah menebak. Evelyn tidak semudah itu.

“Dengan bantuan ayahnya Arthur, aku berniat untuk membuka kembali kasus kecelakaan Ancel. Kami akan mulai mencari bukti dari beberapa sudut. Atas permintaan Ancel, dia ingin kau turut andil,” jelas Evelyn dengan menekan tiga kata sebelum lima kata terakhir.

Lagi, Ofelia mengernyitkan kening samar. “Aku?” Sebenarnya ia cukup terkejut.

“Ini bukan paksaan, jika kau ingin turut andil maka itu baik, tapi jika tidak maka itu lebih baik.”

Ofelia tertawa hambar. “Jadi ini tidak berdasarkan hatimu yang ingin aku ikut? Kenapa harus repot-repot menghubungiku, Eve? Namun tenang saja, aku pasti akan ikut andil karena ini tentang Ancel. Aku akan membantu kalian mencari bukti untuk  keadilan bagi Ancel.”

Evelyn baru akan senang dengan tanggapan pertama Ofelia, akan tetapi perempuan itu dengan cepat meruntuhkan harapannya. Sialan! Harusnya dia menolak!

Lain halnya dengan Evelyn yang memasang wajah masam, Ofelia tersenyum senang. Mungkin dari sini ia bisa mendekati Evelyn secara perlahan setelah usaha dua tahunnya tidak dilirik sama sekali.

“Jadi, kita akan mulai dari mana?” tanya Ofelia.

“Aku masih belum bicara dengan Ernest. Laki-laki itu pasti akan membuat keributan jika tidak diajak. Setelah bicara dengan Ernest, aku akan menghubungi Arthur untuk membuat janji dengan ayahnya.”

“Baiklah. Aku menunggu informasi selanjutnya.”

●○●○●○●○

Setelah berbicara dengan Ernest dan membuat janji dengan Mr. Bellinor melalui Arthur, kini mereka bertemu di apartemen Ancel untuk mulai penyelidikan. Posisinya mereka duduk melingkar di satu meja dengan Ancel di paling ujung, di samping kanan dan kirinya ada Evelyn dan Ofelia, diikuti Arthur dan Ernest, berikut Mr. Bellinor dan seorang jaksa bernama Mr. Rodrigo.

A Snowy Night | FQ20 Fanfiction ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang