✨07✨

2K 145 2
                                    

Sebelum/sesudah baca, ada baiknya di Vote dulu yekan!
.
.
Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata
.
.
Tokoh, peristiwa, dan tempat dalam cerita ini
Bersifat fiktif
.
.
.


Alanka sedang rewel sampai-sampai tidak mengijinkan Papa dan Para Abangnya untuk pergi beraktivitas. Mungkin karena efek demam jadilah dia seperti ini, jarum infus masih setia tertancap dipunggung tangannya, anak itu akan menangis setiap ada satu yang luput dari matanya.

Karena mereka menyayangi si Bungsu, jadilah hari Selasa yang indah ini dijadikan tanggal merah dadakan. Meeting yang sudah dijadwalkan terpaksa dibatalkan karena saat ingin berangkat tadi, Alanka meraung sambil memeluk kakinya benar-benar tak mengijinkan kakak keduanya itu untuk pergi bekerja.

" Ray kamu demam juga? " Tanya Fajar begitu Rayyan duduk disampingnya, hawa hangat dari tubuh remaja berperawakan idaman setiap pria didunia ini seketika menguwar. Rayyan tak menjawab, rasanya tenaganya entah terbang kemana, pokoknya dia benar-benar lemas tak berdaya.

Devin meletakkan telapak tangannya di kening Rayyan lalu mengibas-ngibas, dia yakin kalau menggoreng telur dengan suhu tubuh Rayyan seperti ini pasti akan cepat matang-- Hiperbola sekali si Abang satu ini--

" Diinfus kayak Adek ya biar cepat sembuh. Bang Devin telpon Om Johan "

Rayyan menggeleng, toh dia pikir sakitnya ini ya demam seperti biasa, tinggal minum obat lalu tidur cukup besok sudah sembuh.

" Nanti ketularan yang lain Ray. Cukup kamu dan Alanka aja. Menurut sama Papa ya Nak " Kali ini Wiradarma ikut membujuk, dia sangat hafal anaknya satu ini memang anti dengan apapun yang berhubungan dengan dokter.

Tidak mau membantah, Rayyan akhirnya mengangguk. Memejamkan mata sambil menikmati pijatan Fajar dikepalanya.

" Bang Ray cepat sembuh ya biar nanti kita bisa main sama, liat ini tangan Alan diinfus juga biar cepat sembuh " Rayyan mengangguk dengan senyum tipis, mendengar suara lemah Alanka membangkitkan sedikit semangat.

" Masih mau mabuk-mabukan lagi? " Pertanyaan sarkas dilontarkan Bara. Rahang wajahnya menegas masih ingat kejadian subuh tadi dimana Rayyan pulang dalam keadaan kacau diantar Samuel dengan aroma alkohol yang menyeruak.

" Jangan mulai Bara. Dua Adikmu sedang sakit " tegur Wiradarma, dia tidak ingin ada keributan.

" Kamu tau akibatnya kalau mengulang kesalahan yang sama. Arrayyan Fariza " Tegas Bara mutlak. Rayyan mengangguk lemah, dia sangat menyesal dan berjanji tidak akan menginjakkan kaki di Club malam lagi.

-----

Si mungil dengan tubuh remaja berjiwa bayi, siapa lagi kalau bukan Alanka kini sedang terisak dalam gendongan Bara. Tangisannya meraung ketika Dr. Johan datang untuk memasangkan infus pada Rayyan, anak itu tiba-tiba ketakutan melihat jarum panjang menusuk nadi si Abang, meski ketakutan tapi matanya malah memperhatikan tangan cekatan Dr. Johan dalam memasang infus, lucunya ia membandingkan infus di punggung tangan Rayyan dengan miliknya. Sama saja sebenarnya hanya ada sedikit perbedaan.

Rayyan diinfus seperti orang sakit kebanyakan, sedangkan untuk Alanka setelah infus terpasang sempurna, tangan itu dililit dengan perban karena biasanya Alan iseng yang berujung infus tercabut paksa.

" Kenapa Tangan-na Abang gak dililit kayak Alan? Tanyanya memandang Bara dari samping, matanya sembab dan masih ada jejak airmata di pipi gemuknya.

" Karena Abang Rayyan gak nakal kayak Alan, suka lepas infus " sahut Dr. Johan sambil membereskan peralatannya. Saat dirumah sakit beberapa hari lalu, ada mungkin dua atau tiga kali infus Alanka tercabut karena anak itu menariknya.

ALANKA|2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang